Kabupaten Bondowoso (Hanacaraka: ꦧꦤ꧀ꦢꦮꦱ, Pegon: بانداواسا; pelafalan dalam bahasa Indonesia: [bɔndɔˈwɔsɔ]) adalah sebuah wilayah
Kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan
Bondowoso.
Kabupaten ini terletak di persimpangan jalur dari Kecamatan Besuki dan
Kabupaten Situbondo menuju Jember.
Kabupaten Bondowoso merupakan satu-satunya
Kabupaten yang tidak memiliki wilayah pesisir laut di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur. Pada tahun 2020, penduduk
Kabupaten Bondowoso berjumlah 776.151 jiwa dengan kepadatan penduduk 498 jiwa/km2.
Geografi
Kabupaten Bondowoso dapat dibagi menjadi tiga wilayah: wilayah barat merupakan pegunungan (bagian dari Pegunungan Iyang), bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian timur berupa pegunungan (bagian dari Dataran Tinggi Ijen).
Bondowoso merupakan satu-satunya
Kabupaten di daerah Tapal Kuda yang tidak memiliki garis pantai.
= Posisi
=
Kabupaten Bondowoso terletak di sebelah timur Pulau Jawa. Dikenal dengan sebutan daerah Tapal Kuda.
Kabupaten Bondowoso memiliki luas wilayah 1.560,10 km2 yang secara geografis berada pada koordinat antara 113°48′10″–113°48′26″ BT dan 7°50′10″–7°56′41″ LS.
Kabupaten Bondowoso memiliki suhu udara yang cukup sejuk berkisar 15,40 0C – 25,10 0C, karena berada di antara pegunungan Kendeng Utara dengan puncaknya Gunung Raung, Gunung Ijen dan sebagainya di sebelah timur serta kaki pengunungan Hyang dengan puncak Gunung Argopuro, Gunung Krincing dan Gunung Kilap di sebelah barat. Sedangkan di sebelah utara terdapat Gunung Alas Sereh, Gunung Biser dan Gunung Bendusa.
Letak
Kabupaten Bondowoso berada pada daerah yang strategis. Keadaan Daerah yang strategis menyebabkan
Bondowoso cenderung lebih mudah berkembang jika dibandingkan dengan
Kabupaten di sekitarnya.
= Batas Wilayah
=
Kabupaten Bondowoso mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
= Iklim
=
Wilayah
Kabupaten Bondowoso beriklim tropis dengan tipe iklim muson tropis (Am) dan memiliki dua musim sebagai akibat dari pergerakan angin muson, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di wilayah
Bondowoso dipengaruhi oleh angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan dingin dan bertiup pada periode bulan-bulan Mei–Oktober. Sementara itu, musim penghujan yang dipengaruhi angin muson barat laut–barat daya yang bersifat basah dan lembap bertiup pada periode bulan-bulan November–April. Curah hujan bulanan selama musim penghujan di wilayah
Bondowoso berada pada angka lebih dari 150 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah ini berkisar antara 1700–2100 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 90–130 hari hujan per tahun. Suhu udara rata-rata di wilayah
Bondowoso bervariasi yaitu 17°–32 °C. Tingkat kelembapan nisbi di wilayah ini cukup tinggi yakni ±77%.
= Karakter Fisik dan Wilayah
=
Kondisi dataran di
Kabupaten Bondowoso terdiri atas pegunungan dan perbukitan seluas 44,4 %, 24,9 % berupa dataran tinggi dan dataran rendah 30,7 % dari luas wilayah keseluruhan.
Kabupaten Bondowoso berada pada ketinggian antara 78-2.300 meter dpl, dengan rincian 3,27% berada pada ketinggian di bawah 100 m dpl, 49,11% berada pada ketinggian antara 100 – 500 m dpl, 19,75% pada ketinggian antara 500 – 1.000 m dpl dan 27,87% berada pada ketinggian di atas 1.000 m dpl.
Menurut klasifikasi topografis wilayah, kelerengan
Kabupaten Bondowoso bervariasi. Datar dengan kemiringan 0-2 % seluas 190,83 km2, landai (3-15%) seluas 568,17 km2, agak curam (16-40%) seluas 304,70 km2 dan sangat curam di atas 40% seluas 496,40 km2.
Berdasarkan tinjauan geologis di
Kabupaten Bondowoso terdapat 5 jenis batuan, yaitu hasil gunung api kwarter 21,6%, hasil gunung api kwarter muda 62,8%, batuan lensit 5,6%, alluvium 8,5% dan miasem jasies sedimen 1,5%. Untuk jenis tanahnya 96,9% bertekstur sedang yang meliputi lempung, lempung berdebu dan lempung liat berpasir; dan 3,1% bertekstur kasar yang meliputi pasir dan pasir berlempung. Berdasarkan tinjauan geologi, topografi, jenis tanah dan pola pemanfaatan lahan, wilayah
Kabupaten Bondowoso memiliki karakteristik sebagai kawasan rawan terhadap terjadinya bencana alam, khususnya banjir dan longsor.
Rawan Banjir
Permasalahan lingkungan dan sosial yang menonjol adalah kerusakan hutan atau luasnya lahan kritis. Berbagai kegiatan masyarakat (dengan kualitas SDM terbatas) dalam memanfaatkan lahan (kehutanan, pertanian dan permukiman) berpengaruh besar pada kerusakan DAS Sampean. Kawasan hutan di
Kabupaten Bondowoso berada dalam pengelolaan KPH
Bondowoso dengan perincian: hutan lindung 46.784,2 ha; hutan produksi 45.218 ha; dan LDTI 366,32 Ha. Kawasan lindung yang diolah dan di tempati masyarakat mencapai 23,0%. Sebaliknya terdapat pula hutan produksi yang berada di atas tanah milik masyarakat.
Hutan lindung dan hutan produksi yang ada relatif rawan terhadap penjarahan oleh masyarakat. Hal ini karena adanya tekanan penduduk yang besar yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dengan tingkat pendapatan yang rendah, serta sistem kelembagaan yang kurang berjalan efektif. Sehingga masyarakat kurang peduli terhadap kelestarian hutan dan memanfaatkan hutan sebagai lahan mata pencaharian.
Kerusakan lahan yang terjadi di
Kabupaten Bondowoso (lahan kritis yang ada) mencapai luas 40.758 Ha, dengan rincian sangat kritis seluas 4.175 Ha, kritis seluas 10.420 Ha, agak kritis seluas 11.417 Ha, dan potensial kritis seluas 9.746 Ha yang pada umumnya adalah lahan masyarakat. Sedangkan lahan perhutani yang kritis mencapai 5.000 Ha. Adanya lahan kritis tersebut cenderung meningkatkan erosi, yang berakibat pada meningkatnya sedimentasi sungai, menurunkan daya tampung sungai, melampaui kapasitas sarana prasarana irigasi yang ada, sehinga timbul kawasan-kawasan rawan luapan air atau kawasan rawan banjir.
Daerah rawan banjir mencakup 33,33% wilayah
Kabupaten Bondowoso, khususnya kawasan-kawasan yang berada di sepanjang aliran Sungai Sampean dan Sungai Tlogo, di antaranya Kecamatan Grujugan,
Bondowoso, Tenggarang, Wonosari, Klabang, Tapen, Prajekan, Sumberwringin, Pakem, Tegalampel, dan Tlogosari (Peta terlampir).
Setiap tahun terjadi bencana banjir (terbesar tahun 2002) yang melanda wilayah
Kabupaten Bondowoso dan Situbondo (daerah bawah DAS Sampean). Dampak seringnya terjadi banjir adalah meningkatnya kerusakan jaringan irigasi, kerusakan prasarana jalan, kerusakan instalasi air bersih dan rusaknya prasarana permukiman dan prasarana umum. Khusus prasarana irigasi, kerusakan jaringan apabila tidak tertangani segera akan menurunkan debit air irigasi dan pada akhirnya terjadi kekeringan lahan pertanian di musim kemarau.
Rawan Tanah Longsor
Berdasarkan tingkat kemiringannya, wilayah
Kabupaten Bondowoso terdiri dari: kemiringan 0-2% seluas 19.083 ha (12,23%), kemiringan 3-15% seluas 56.816,9 ha (36,42%), kemiringan 16-40% seluas 30.470,3 ha (19,53%) dan kemiringan di atas 40% seluas 49.639,8 ha (31,82%). Sedangkan kedalaman efektif tanah bervariasi antara 30 cm–90 cm, dengan komposisi: 57,4% memiliki kedalamam efektif di atas 90 cm, 15,6% memiliki kedalaman efektif antara 60 cm–90 cm, 14,7% memiliki kedalaman efektif antara 30 cm–60 cm, dan 12,3% memiliki kedalaman efektif di bawah 30 cm. Ketinggian dan kedalaman efektif tanah yang bervariasi ini berpengaruh terhadap jenis, pertumbuhan dan kerapatan vegetasi.
Berdasarkan Peta Geologi Jawa dan Madura, di
Kabupaten Bondowoso terdapat 5 jenis batuan, yaitu hasil gunung api kwarter 21,6%, hasil gunung api kwarter muda 62,8%, batuan lensit 5,6%, alluvium 8,5%, dan miasem, jasies sedimen 1,5%. Sedangkan tanah di
Kabupaten Bondowoso 96,9% bertekstur sedang yang meliputi lempung, lempung berdebu, dan lempung liat berpasir, 3,1% bertekstur kasar yang meliputi pasir dan pasir berlempung, dan tidak ada yang bertekstur halus.
Tingkat kemiringan dan tekstur tanah yang bervariasi ini menjadi salah satu penyebab terjadinya erosi/longsor dan rendahnya jumlah cadangan air.
Tanah yang mudah erosi/longsor seluas 40.796,62 ha (26,15%) dapat dijumpai di hampir seluruh kecamatan di
Kabupaten Bondowoso, khususnya di wilayah Kecamatan Sempol, Sumberwringin, Tlogosari, Wringin, Tegalampel, Klabang, Pakem, Binakal, Curahdami, Grujugan dan Maesan (Peta terlampir). Kerawanan terhadap bencana longsor disebabkan juga oleh makin luasnya lahan kritis. Pada umumnya bencana banjir disertai oleh bencana longsor. Longsor terjadi setiap tahun pada kawasan-kawasan perbukitan dan lereng pegunungan yang sering kali melanda permukiman perdesaan, merusak prasarana irigasi, air bersih, jalan dan jembatan serta lahan-lahan pertanian masyarakat.
Kerawanan Terhadap Bencana Lainnya
Selain bencana banjir dan longsor Wilayah
Kabupaten Bondowoso juga rawan terhadap beberapa bencana lainnya yaitu gempa bumi, bahaya gunung berapi dan angin puyuh.
a. Gempa Bumi
Adanya aktivitas Gunung berapi (Gunung Ijen dan Gunung Raung) di sisi timur
Kabupaten Bondowoso, mengakibatkan daerah sekitarnya rawan terhadap bencana Gempa Bumi yaitu mencakup 9,74% luas wilayah
Kabupaten Bondowoso meliputi wilayah Kecamatan Sempol dan Tlogosari (berada di lereng Gunung Ijen dan Raung).
b. Bahaya Gunung Berapi
Demikian halnya dengan kerawanan terhadap bencana gunung berapi, kondisinya sama dengan kerawanan terhadap bencana gempa bumi. Daerah rawan bencana Gunung Berapi mencakup 9,74% luas wilayah
Kabupaten Bondowoso meliputi wilayah Kecamatan Sempol dan Tlogosari (berada di lereng Gunung Ijen dan Raung).
c. Angin Puyuh
Karakteristik daerah yang dikelilingi perbukitan dan pegunungan menyebabkan sering terjadinya angin puyuh di wilayah
Bondowoso sehingga sebagian besar wilayah (50,76%) rawan angin puyuh yaitu meliputi wilayah Kecamatan Cermee, Wonosari, Prajekan, Wringin, Pakem, Curahdami, dan Grujugan.
Sejarah
Semasa Pemerintahan Bupati Ronggo Kiai Suroadikusumo di Besuki mengalami kemajuan dengan berfungsinya Pelabuhan Besuki yang mampu menarik minat kaum pedagang luar. Dengan semakin padatnya penduduk perlu dilakukan pengembangan wilayah dengan membuka hutan yaitu ke arah tenggara. Kiai Patih Alus mengusulkan agar Mas Astrotruno, putra angkat Bupati Ronggo Suroadikusumo, menjadi orang yang menerima tugas untuk membuka hutan tersebut. usul itu diterima oleh Kiai Ronggo-Besuki, dan Mas Astrotruno juga sanggup memikul tugas tersebut. Kemudian Kiai Ronggo Suroadikusumo terlebih dahulu menikahkan Mas Astotruno dengan Roro Sadiyah yaitu putri Bupati Probolinggo Joyolelono. Mertua Mas Astrotruno menghadiahkan kerbau putih “Melati” yang dongkol (tanduknya melengkung ke bawah) untuk dijadikan teman perjalanan dan penuntun mencari daerah-daerah yang subur.
Pengembangan wilayah ini dimulai pada 1789, selain untuk tujuan politis juga sebagai upaya menyebarkan agama Islam mengingat di sekitas wilayah yang dituju penduduknya masih menyembah berhala. Mas Astrotruno dibantu oleh Puspo Driyo, Jatirto, Wirotruno, dan Jati Truno berangkat melaksanakan tugasnya menuju arah selatan, menerobos wilayah pegunungan sekitar Arak-arak “Jalan Nyi Melas”. Rombongan menerobos ke timur sampai ke Dusun Wringin melewati gerbang yang disebut “Lawang Seketeng”. Nama-nama desa yang dilalui rombongan Mas Astrotruno, yaiitu Wringin, Kupang, Poler dan Madiro, lalu menuju selatan yaitu desa Kademangan dengan membangun pondol peristirahatan di sebelah barat daya Kademangan (diperkirakan di Desa Nangkaan sekarang).
Desa-desa yang lainnya adalah disebelah utara adalah Glingseran, Tamben dan Ledok Bidara. disebelah Barat terdapat Selokambang, Selolembu. sebelah timur adalah Tenggarang, Pekalangan, Wonosari, Jurangjero, Tapen, Praje,kan dan Wonoboyo. Sebelah selatan terdapat Sentong, Bunder, Biting, Patrang, Baratan, Jember, Rambi, Puger, Sabrang, Menampu, Kencong, Keting. Jumlah Penduduk pada waktu itu adalah lima ratus orang, sedangkan setiap desa dihuni, dua, tiga, empat orang. kemudian dibangunlah kediaman penguasa di sebelah selatan sungai Blindungan, di sebelah barat Sungai Kijing dan disebelah utara Sungai Growongan (Nangkaan) yang dikenal sebagai “
Kabupaten Lama” Blindungan, terletak ±400 meter disebelah utara alun-alun.
Pekerjaan membuka jalan berlangsung dari tahun 1789-1794. Untuk memantapkan wilayah kekuasaan, Mas Astrotruno pada tahun 1808 diangkat menjadi demang dengan gelar Abhiseka Mas Ngabehi Astrotruno, dan sebutannya adalah “Demang Blindungan”. Pembangunan kotapun dirancang, rumah kediaman penguasa menghadap selatan di utara alun-alun. Di mana alun-alun tersebut semula adalah lapangan untuk memelihara kerbau putih kesayangan Mas Astrotruno, karena disitu tumbuh rerumputan makanan ternak. lama kelamaan lapangan itu mendapatkan fungsi baru sebagai alun-alun kota. Sedangkan di sebelah barat dibangun masjid yang menghadap ke timur. Mas Astrotruno mengadakan berbagai tontonan, antara lain aduan burung puyuh (gemek), sabung ayam, kerapan sapi, dan aduan sapi guna menghibur para pekerja. tontonan aduan sapi diselenggarakan secara berkala dan menjadi tontonan di Jawa Timur sampai 1998. Atas jasa-jasanya kemudian Astrotruno diangkat sebagai Nayaka merangkap Jaksa Negeri.
Dari ikatan Keluarga Besar “Ki Ronggo
Bondowoso” didapat keterangan bahwa pada tahun 1809 Raden Bagus Asrah atau Mas Ngabehi Astrotruno dianggkat sebagi patih berdiri sendiri (zelfstanding) dengan nama Abhiseka Mas Ngabehi Kertonegoro. Dia dipandang sebagai penemu (founder) sekaligus penguasa pemerintahan pertama (first ruler) di
Bondowoso. Adapun tempat kediaman Ki Kertonegoro yang semula bernama Blindungan, dengan adanya pembangunan kota diubah namanya menjadi
Bondowoso, sebagai ubahan perkataan Wana Wasa. Maknanya kemudian dikaitkan dengan perkataan Bondo, yang berarti modal, bekal, dan woso yang berarti kekuasaan. makna seluruhnya demikian: terjadinya negeri (kota) adalah semata-mata karena modal kemauan keras mengemban tugas (penguasa) yang diberikan kepada Astrotruno untuk membabat hutan dan membangun kota.
Meskipun Belanda telah bercokol di Puger dan secara administrtatif yuridis formal memasukan
Bondowoso kedalam wilayah kekuasaannya, namun dalam kenyataannya pengangkatan personel praja masih wewenang Ronggo Besuki, maka tidak seorang pun yang berhak mengklaim lahirnya kota baru
Bondowoso selain Mas Ngabehi Kertonegoro. Hal ini dikuatkan dengan pemberian izin kepada Dia untuk terus bekerja membabat hutan sampai akhir hayat Sri Bupati di Besuki.
Pada tahun 1819 Bupati Adipati Besuki Raden Ario Prawiroadiningrat meningkatkan statusnya dari Kademangan menjadi wilayah lepas dari Besuki dengan status Keranggan
Bondowoso dan mengangkat Mas Ngabehi Astrotruno menjadi penguasa wilayah dengan gelar Mas Ngabehi Kertonegoro, serta dengan predikat Ronngo I. Hal ini berlangsung pada hari Selasa Kliwon, 25 Syawal 1234 H atau 17 agustus 1819. Peristiwa itu kemudian dijadikan eksistensi formal
Bondowoso sebagai wilayah kekuasaan mandiri di bawah otoritas kekuasaan Kiai Ronggo
Bondowoso. Kekuasaan Kiai Ronggo
Bondowoso meliputi wilayah
Bondowoso dan Jember, dan berlangsung antara 1829-1830.
Pada 1830 Kiai Ronggo I mengundurkan diri dan kekuasaannya diserahkan kepada putra keduanya yang bernama Djoko Sridin yang pada waktu itu menjabat Patih di Probolinggo. Jabatan baru itu dipangku antar 1830-1858 dengan gelar M Ng Kertokusumo dengan predikat Ronggo II, berkedudukan di Blindungan sekarang atau jalan S Yudodiharjo (jalan Ki Ronggo) yang dikenal masyarakat sebagi “
Kabupaten lama”.Setelah mengundurkan diri, Ronggo I menekuni bidang dakwah agama Islam dengan bermukim di Kebun Dalem Tanggul Kuripan (Tanggul, Jember), Ronggo I wafat pada 19 Rabi’ulawal 1271 H atai 11 Desember 1854 dalam usia 110 tahun. jenazahnya dikebumikan disebuah bukit (Asta Tinggi) di Desa Sekarputih. Masyarakat
Bondowoso menyebutnya sebagai “Makam Ki Ronggo”.
Pemerintahan
= Daftar Bupati
=
= Dewan Perwakilan
=
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD
Kabupaten Bondowoso dalam empat periode terakhir.
= Kecamatan
=
Kabupaten Bondowoso terdiri dari 23 kecamatan, 10 kelurahan, dan 209 desa (dari total 666 kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 781.753 jiwa dengan luas wilayah 1.525,97 km² dan sebaran penduduk 512 jiwa/km².
Daftar kecamatan dan kelurahan di
Kabupaten Bondowoso, adalah sebagai berikut:
Kependudukan
Mayoritas penduduk
Kabupaten Bondowoso adalah Suku Madura Pendalungan, dengan bahasa Madura sebagai bahasa sehari-hari. Jumlah penduduk
Kabupaten Bondowoso tahun 2018 sebesar 791,838 jiwa, yang terdiri dari 394,883 jiwa penduduk laki-laki dan 396,955 jiwa penduduk perempuan yang tersebar di 23 kecamatan. Ini mengalami kenaikan dari tahun 2006 sebesar 10.323 jiwa atau sebesar 1,42 %. Jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan
Bondowoso sebesar 72.714 jiwa dan terendah di Kecamatan Sempol 8.103 jiwa. Angka kepadatan penduduk mencapai 471 jiwa/km2.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Bondowoso tahun 2008 yang terdiri dari empat komponen yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf orang dewasa, rata-rata sekolah dan paritas daya beli pada tahun 2008 sebesar 59,54. Meningkat dari tahun 2007 sebesar 59,05. Kecamatan dengan IPM tertinggi yaitu Kecamatan
Bondowoso sebesar 68,58, dan IPM terendah di Kecamatan Sumberwringin sebesar 53,23.
Kesehatan
Upaya penyehatan manusia dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat itu sendiri. Untuk menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dapat dilakukan dengan cara menggerakkan masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat, keluarga yang sadar gizi serta menjadikan seluruh desa menjadi desa siaga.
Dalam rangka menuju
Bondowoso Sehat tahun 2010, Pemerintah
Kabupaten Bondowoso melalui dinas terkait telah melakukan beberapa upaya, antara lain revitalisasi RSU, Puskesmas, Polindes, Posyandu dan pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja masing-masing sarana kesehatan tersebut dalam mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Di
Kabupaten Bondowoso sendiri saat ini telah terdapat sebuah Rumah Sakit Umum dr. H. Koesnadi dengan tipe B. Juga terdapat sebuah Rumah Sakit Bhayangkara milik Polri,Rumah Sakit Swasta RS Mitra Medika,dan Klinik Kusuma Bakti. Puskesmas tersebar di seluruh kecamatan. Khusus di Kecamatan
Bondowoso terdapat tiga Puskesmas.
Pendidikan
Pembangunan bidang pendidikan saat ini sedang digalakkan oleh Pemerintah
Kabupaten Bondowoso, yang dilakukan dengan cara memperluas dan pemerataan kesempatan masyarakat dalam memperoleh pendidikan. Ini dikarenakan masih adanya penduduk yang tidak tamat sekolah, putus sekolah dan bahkan tidak sekolah.
Untuk itu Pemerintah
Kabupaten Bondowoso berupaya agar tingkat pendidikan masyarakat meningkat. Mulai dari pemenuhan sarana dan parasarana pendidikan formal hingga penyelenggaraan pendidikan luar sekolah salah satunya dengan Pemberantasan Buta Aksara (PBA), di mana
Kabupaten Bondowoso telah dideklarasikan sebagai
Kabupaten bebas buta aksara oleh Presiden RI dengan diterimanya penghargaan Anugerah Aksara Tingkat Utama dari Presiden Republik Indonesia.
Fasilitas pendidikan dasar tersebar di semua kecamatan. Sedangkan untuk pendidikan setingkat SMA sederajat terdapat di hampir semua kecamatan di
Kabupaten Bondowoso. Untuk pendidikan tinggi berada di Kecamatan
Bondowoso yaitu Universitas
Bondowoso, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) At Taqwa dan Program Diploma III Keperawatan.
= SMP
=
SMP Negeri 1
Bondowoso
SMP Negeri 2
Bondowoso
SMP Negeri 3
Bondowoso
SMP Negeri 4
Bondowoso
SMP Negeri 5
Bondowoso
SMP Negeri 2 Tenggarang
SMP Negeri 6
Bondowoso
SMP Negeri 7
Bondowoso
SMPK Indra Prastha
Bondowoso
= MTS
=
MTSN 1
Bondowoso
MTSN 2
Bondowoso
MTS At-Taqwa
= SMA/MA
=
SMA Negeri 1 Tenggarang
SMA Negeri 1
Bondowoso
SMA Negeri 2
Bondowoso
SMA Negeri 3
Bondowoso
SMA Negeri 1 Tapen
SMA Negeri 1 Prajekan
SMA Negeri 1 Klabang
SMA Negeri 1 Pujer
MAN
Bondowoso
Atqia Institute
= SMK
=
SMK Negeri 1
Bondowoso
SMK Negeri 2
Bondowoso
SMK Negeri 3
Bondowoso
SMK Negeri 4
Bondowoso
SMK Negeri 1 Grujugan
SMK Negeri 1 Tlogosari
= Kebudayaan Nasional
=
Terdapat lima suku/etnis di
Kabupaten Bondowoso. Mayoritas dari Madura. Minoritas lainnya adalah minoritas nonpribumi, yakni suku India, Arab, dan Cina yang terdapat di ibu kota
Kabupaten. Umumnya dalam kesehariannya mereka menggunakan bahasa Jawa (dialek Surabaya) bercampur bahasa Madura. Bahkan hampir dua pertiga penduduk
Bondowoso tidak bisa berbahasa Jawa sama sekali dan hanya berbahasa Madura dalam kesehariannya.
= Arkeologi
=
Di
Kabupaten Bondowoso terdapat sejumlah situs megalitik, tepatnya 12 situs, di mana ditemukan dolmen, punden berundak, menhir, sarkofagus, kubur batu, batu kenong, pelinggih dan stunchambers (batu ruang). Ada juga Goa Buto, Ekopak, Abris Saus Roche dan Area Batu.
= Keagamaan
=
Hampir semua penduduknya beragama islam, sedangkan penduduk kristen, tionghoa, dan konghuchu tinggal di ibu kota. Fasilitas peribadatan islam (masjid maupun mushola) tersebar di seluruh
Kabupaten Bondowoso. Masjid terbesar di
Bondowoso yaitu Masjid Jami’ At Taqwa yang berada di sebelah barat alun-alun
Bondowoso. Khusus untuk gereja katolik, Pura dan Vihara terletak di Kecamatan
Bondowoso.
Di
Kabupaten Bondowoso sebagai salah satu
Kabupaten tapal kuda, tersebar pondok-pondok pesantren, di mana jumlah pondok pesantren dan jumlah santri setiap tahun selalu bertambah.
Ekonomi
= Industri
=
Jumlah perusahaan industri dibedakan menjadi industri besar, industri menengah dan industri kecil baik formal atau non formal. Jumlah industri besar dan menengah tetap seperti tahun sebelumnya yaitu berjumlah 22 dan 28 unit. Sedangkan jumlah industri kecil baik formal dan non formal meningkat menjadi 402 dan 17.760 unit. Penyerapan tenaga kerja meningkat rata-rata 2,26 %. Nilai investasi meningkat rata-rata 5,55% sebesar Rp. 81.635.736.400.- dengan nilai produksinya sebesar Rp. 168.896.897.650,- atau naik 6,02 %.
= Perdagangan
=
Pembangunan sektor perdagangan tahun 2007 mengalami perkembangan signifikan. Ini ditandai dengan meningkatnya penerbitan/ pembaharuan pendaftaran perusahaan secara keseluruhan sebesar 7,69%. Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) juga meningkat 7,75% dari tahun sebelumnya sebanyak 5.700 buah untuk SIUP kecil, menengah dan besar.
Sarana perdagangan bagi masyarakat sampai tahun 2008 masih didominasi oleh toko/ ruko. Pasar induk terdapat di seputaran Jalan Teuku Umar dan Jalan Wadid Hasyim. Sedangkan swalayan di
Kabupaten Bondowoso berjumlah 25 buah. Di
Bondowoso belum terdapat plaza/ mall. Terdapat juga beberapa pasar hewan yang tersebar di beberapa kecamatan.
Kawasan jalan RE. Martadinata dan Alun-alun
Bondowoso setiap sore sampai malam hari digunakan Pedagang Kaki Lima untuk menjajakan dagangannya. Pedagang buah-buahan disediakan tempat di Jalan Veteran.
= Lembaga Keuangan
=
Lembaga keuangan/ perbankan di samping untuk perorangan juga mempunyai peranan dalam meningkatkan pembangunan daerah. Jumlah bank baik bank pemerintah maupun swasta di
Kabupaten Bondowoso tahun 2008 tetap seperti tahun sebelumnya. Bank pemerintah meliputi BRI, BNI, Bank Mandiri dan Bank Jatim. Bank swasta nasional meliputi BTPN, Bank Buana, Bank Danamon Simpan Pinjam dan Bank Bukopin. Untuk bank swasta asing/campuran yaitu BCA dan Bank Lippo. BRI Unit berjumlah 13 unit serta Bank Perkreditan Rakyat berjumlah 5 unit yaitu BPR Bintang Mas, Delta, Manuk Ayu, Manukwari dan Sari Dinar Mas.
Pariwisata
Pariwisata, seni dan budaya merupakan salah satu kegiatan yang diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat, yang berdampak pada meningkatnya pendapatan daerah. Kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara diharapkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang RTRW
Kabupaten Bondowoso, ditetapkan kawasan wisata
Kabupaten Bondowoso yaitu:
1.Kawasan Wisata Terpadu Kawah Ijen di Kecamatan Sempol dan Sumberwringin, dengan objek wisata:
Wisata Kawah Ijen, Kawah Telaga Weru dan Kawah Wurung
Wisata Air Terjun Blawan dan Gua Stalagtit
Wisata Pemandian Air Panas Blawan dan Pemandian Damarwulan
Wisata Agro Kopi Kalisat
Wisata Air Terjun Puloagung–Sukorejo
2.Kawasan Wisata Terpadu Lereng Argopuro di Kecamatan Pakem, dengan objek wisata:
Wisata Agro Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Wisata Air Terjun Tancak Kembar
Wisata Pendakian Pegunungan Hyang (Gunung Argopuro)
3. Kawasan Wisata Pemandangan Arak-arak di Kecamatan Wringin;
4. Kawasan Wisata Pendakian Gunung Raung di Kecamatan Sumberwringin;
5. Kawasan Wisata Panjat Tebing Alam Patirana di Kecamatan Grujugan;
6. Kawasan Wisata Pemandian Tasnan di Kecamatan Grujugan;
7. Kawasan Wisata Sejarah Sarkopage di Kecamatan Grujugan, Maesan, Wringin, Tegalampel,
Bondowoso, Wonosari, Tamanan, Jambesari Darussholah, Prajekan, Tlogosari dan Sempol;
8. Kawasan Wisata Rekreasi Alun-alun
Bondowoso;
9. Kawasan Wisata Ziarah Makam Ki Ronggo di Kecamatan Tegalampel;
10. Kawasan Wisata Budaya Pedepokan Gema Buana di Kecamatan Prajekan;
11 .Kawasan Wisata Kerajinan Kuningan Cindogo di Kecamatan Tapen;
12. Kawasan Wisata Bendung Sampean Baru di Kecamatan Tapen;
13. Kawasan Wisata Budaya Upacara Adat Desa Blimbing di Kecamatan Klabang;
14. Kawasan Wisata Arung Jeram Bosamba di Kecamatan Taman Krocok dan Tapen.
15. Kawasan wisata aduan sapi yang ada di kecamatan tapen
Dalam mendukung pariwisata, di
Kabupaten Bondowoso juga disediakan sarana akomodasi penginapan yang memadai bagi wisatawan. Pada tahun 2008 ini jumlah hotel di
Kabupaten Bondowoso terdiri dari 11 hotel. Satu hotel bintang 3 yaitu Hotel Ijen View di Jalan KIS Mangunsarkoro. Sedangkan lainnya yaitu hotel melati. Enam hotel di Kota
Bondowoso yaitu Palm, Anugerah, Baru, Slamet, Kinanti dan Grand serta 4 hotel di luar Kota
Bondowoso yaitu Arabica, Catimore, Jampit, dan Wisata Asri.
Transportasi
Prasarana transportasi berupa terminal type C yang berada di Jalan Imam Bonjol. Terdapat pula Stasiun kereta api, namun sudah tidak beroperasi.
Bondowoso juga tidak terdapat jembatan timbang.
Sarana transportasi berupa bus umum yang terdiri dari bus antar kota dalam provinsi dan luar provinsi. MPU dan angkutan desa melayani trayek antar kota dan antar kecamatan. Di dalam kota sarana transportasi berupa becak dan dokar. Khusus untuk dokar beroperasi di pinggiran kota.
= Jalan Raya
=
Berdasarkan Rencana Tata Tuang Wilayah
Kabupaten Bondowoso Tahun 2007, sistem prasarana jalan berdasarkan hierarki dan fungsi pelayanan di
Kabupaten Bondowoso terdiri dari jalan kolektor primer, lokal primer dan lokal sekunder, yaitu:
Jalan kolektor primer, yaitu jalan yang menghubungkan antara ibu kota
Kabupaten Bondowoso dengan ibu kota
Kabupaten sekitarnya, yaitu:
Jalan penghubung
Bondowoso – Situbondo (
Bondowoso-Tenggarang-Wonosari-Tapen-Klabang-Prajekan-Widuri);
Jalan penghubung
Bondowoso – Banyuwangi (
Bondowoso-Tenggarang Wonosari-Garduatak-Sukosari-Sempol-Paltuding);
Jalan penghubung
Bondowoso – Jember (
Bondowoso-Grujugan-Maesan-Suger Lor);
Jalan penghubung
Bondowoso – Besuki (
Bondowoso-Pal 9-Wringin-Arak-arak)
Jalan lokal primer, yaitu jalan yang menghubungkan antara Kota
Bondowoso dengan kota ordo II dan ordo III
Kabupaten dan ibu kota
Kabupaten yaitu:
Jalan
Bondowoso – Tegalampel – Taman Krocok
Jalan Wonosari – Taman Krocok
Jalan Widuri – Cermee
Jalan Klabang – Botolinggo
Jalan
Bondowoso – Curahdami – Binakal
Jalan Tenggarang (Bataan) – Pujer – Tlogosari
Jalan Sukosari (Sumbergading) – Sumberwringin
dan jalan-jalan yang menghubungkan pusatkawasan perkotaan dengan kawasan perdagangan dan jasa, industri, wisata dan perkantoran.
Jalan lokal primer dan sekunder yang potensial sebagai jalan tembus antar
Kabupaten yaitu:
Jalan
Bondowoso (Koncer) – Grujugan Kidul – Tamanan – Sukowono
Kabupaten Jember;
Jalan Maesan–Sukowono
Kabupaten Jember;
Jalan Cermee – Panji
Kabupaten Situbondo;
Jalan Klabang – Wonoboyo–Kendit – Panarukan
Kabupaten Situbondo;
Jalan lokal sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan permukiman baik permukiman perkotaan maupun perdesaan dengan kawasan perdagangan dan pemerintahan yang ada simpul-simpul kota di wilayah
Kabupaten Bondowoso.
Tahun 2007 total panjang jalan di
Kabupaten Bondowoso 1.286,550 km yang terdapat pada pada 323 ruas jalan, yang terdiri dari jalan aspal sepanjang 734,417 km (57,08%), jalan makadam 140,530 km (10,92%) dan jalan tanah sepanjang 411,603 km (32,00%). Untuk jembatan di
Kabupaten Bondowoso berjumlah 267 buah sepanjang 1.958,50 meter.
Transportasi lain
Angkutan Kota wilayah
Kabupaten Bondowoso dan beberapa rute yang menghubungkan
Kabupaten Situbondo dengan
Kabupaten Jember
Stasiun
Kabupaten Bondowoso memiliki 9 stasiun di Jalur kereta api Kalisat–Panarukan yang sudah berhenti beroperasi, diantaranya:
Stasiun Tamanan
Stasiun Grujugan
Halte Nangkaan
Stasiun
Bondowoso
Halte Tangsil
Stasiun Bonosare
Halte Tapen
Stasiun Prajekan
Halte Widuri
Makanan khas
Makanan khas
Bondowoso adalah Tape manis
Bondowoso, yang umumnya dikemas dalam bèsèk (anyaman dari bambu berbentuk kotak). Tape ini terbuat dari Singkong, wisatawan mancanegara menyebutnya fermented of Cassava, mirip seperti Peyeum di Jawa Barat. Tapi rasa tape manis
Bondowoso lebih khas. Banyak wistawan dari luar
Bondowoso yang rela datang ke
Bondowoso hanya untuk membeli tape manis ini merk tape manis yang terkenal antara lain Tape manis 82, Tape manis 31, Tape manis Tjap Enak, Mana Lagi, 66, 17, dll. Toko penjual tape manis
Bondowoso pada umumnya terkonsentrasi di Jalan Jenderal Sudirman dan Teuku Umar atau lebih dikenal daerah Pecinan. Jl jenderal sudirman. Selain Tape, makanan khas turunan dari Tape juga banyak dijual di
Bondowoso seperti Suwar-suwir, dodol Tape, Tape bakar dll.
Referensi
Pranala luar
(Indonesia) Situs web resmi