Brigade Manguni, adalah sebuah organisasi masyarakat tertua yang berdiri di Manado, Sulawesi Utara. Organisasi ini diketuai oleh Tonaas Wangko (pemimpin besar) Lendy Wangke. Organisasi ini dikenal Saat Keterlibatannya Dalam Memobilisasi Massa dari Sulawesi Utara untuk Terjun dalam Konflik Poso & Ambon Untuk Membantu Pihak Kristen. awal Didirikannya Organisasi ini Bertujuan Untuk Menjaga Stabilitas Keamanan di Sulawesi Utara Pada Tahun 2000 ketika Kerusuhan Melanda dua Provinsi tetangga Yaitu Sulawesi Tengah dan Maluku. Pembentukan Organisasi ini diduga ada campur tangan para tokoh Militer asal Minahasa Baik yang Masih Bertugas Maupun Yang telah Disersi.
Sejarah
Brigade Manguni Lahir dari sentimen kerusuhan Ambon dan Poso Juga perlawanan terhadap Laskar Jihad. Suatu Saat Jagoan Lorong Anoa Teling ,Kota Manado bernama Donal Pandeirot Moselman meminta kepada beberapa wartawan untuk memilih nama yang bagus dan mengekspose pembentukan Posko Perlawanan anti Jihad di Lorong Anoa. Akhirnya 7 jagoan Anoa berseragam hitam diantar oleh beberapa wartawan ke redaksi Harian Telegraf (koran terbesar Sulut ketika itu). Besoknya Sulut heboh berita Headline Telegraf dengan foto 7 anak Anoa berseragam hitam dengan tema berita pembukaan Posko
Brigade Manguni di Lorong Anoa. Tak disangka ,hanya dalam 3 minggu saja posko tersebut didatangi Oleh Masyakarat dari seluruh penjuru Sulawesi Utara untuk Mendaftar.
Singkat cerita kerusuhan Ambon dan Poso tuntas setelah diadakan Deklarasi Malino 1 dan 2. Beberapa Tonaas Termasuk Pendeta Renata Ticonuwu dan Tonaas Wangko Decky Maengkom sepakat mengambil alih
Brigade Manguni. Saat Memasuki masa keemasan
Brigade Manguni dibawah Tonaas Wangko Decky Maengkom, BM pun berganti menjadi BMI dan kian menjadi Ormas nasional bahkan Menjadi Ormas Adat terbesar di Indonesia Kala Itu.
Keterlibatan Dalam Kerusuhan Poso
Konteks konflik Poso ketiga di pertengahan tahun 2000 menjadi awal dari aksi BM. Konflik Poso terdiri dari tiga periode yang berlangsung sejak 1998-2001. Periode konflik yang menjadi pembahasan dalam bagian ini adalah konflik Poso ketiga. McRae (2008) menilai konflik Poso ketiga merupakan puncak dari dua periode konflik sebelumnya. Konflik Poso ketiga menjadi puncak dari dua konflik sebelumnya karena telah tereskalasi
menjadi konflik horizontal antar-identitas keagamaan,dan melibatkan pendukung dari masing-masing pihak,baik Islam maupun Kristen dari luar Poso untuk datang berkonflik di Poso (Aditjondro, 2004). Aragon (2001) dan Aditjondro (2004) juga mencatat bahwa konflik Poso ketiga merupakan momentum balas dendam dari pihak Kristen kepada pihak Islam (Laskar Jihad) yang dianggap telah “membantai” banyak korban dari komunitas Kristen dalam dua konflik Poso sebelumnya.Kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh BM melalui keterlibatannya dalam konflik Poso ketiga.Keinginan “balas dendam” tidak mampu diartikulasikan oleh gereja dalam situasi konflik.
Keterlibatan BM dalam konflik Poso ketiga diikuti dengan semakin vitalnya sosok Dicky Maengkom. Maengkom menjadi penting karena kemampuannya mengonsolidasikan pasukan dari tiap Kampung di Seluruh Penjuru Tanah Minahasa yang dipersiapkan untuk terlibat dalam konflik Poso ketiga. Tona’as Freddy Turalaki yang ditemui di Manado pada bulan Januari 2020 mengungkapkan bahwa:
“Waktu itu memang banya antar lorong deng kampung bakalae. Tapi, cuma tu Dicky Maengkom yang bole se satu dorang samua. Dia no cuma da pi pangge pa dorang; daripada torang baku se-mati, mending torang bantu Torang pe sudara kristen di Poso (Pada masa itu banyak perkelahian antar gang dan Desa . Tapi, hanya Dicky Maengkom yang bisa mempersatukan mereka semua. Dia hanya memberi pesan; daripada kita [orang Minahasa] saling bunuh, mending kita bantu saudara kristen kita di Poso).
secara implisit mendorong pemuda Minahasa-Kristen untuk berangkat ke wilayah konflik. Pesan yang selalu disampaikan adalah kisah tentang pembantaian “saudara” Kristiani dalam konflik Poso. Kelompok Kristen dianggap terancam oleh keberadaan kelompok (milisi) Islam. Alasan untuk berangkat ke Poso juga menjadi semakin menguat karena banyak korban pihak Kristen merupakan keluarga Minahasa di perantauan.Alasan ini didapatkan melalui penjelasan BP di Tondano,pertengahan bulan Januari 2020 sebagai salah seorang anggota milisi dari pihak Kristen yang terlibat dalam Konflik Poso.
Kehadiran BM dalam konflik Poso ketiga tidak terlihat melalui pencantuman identitas “
Brigade Manguni” secara eksplisit. Keterlibatan dan penggunaan kekerasan oleh BM dalam konflik Poso didapati melalui dua sumber berbeda yang saling mengonfirmasi. Sumber pertama merupakan temuan Bakker (2012) yang menjelaskan bahwa kehadiran pasukan BM di Poso pada pertengahan tahun 2001 beroperasi dengan nama pasukan
Manguni. Nama ini merujuk pada pakaian serba hitam yang digunakan. Sementara sumber kedua yang mengonfirmasi temuan Bakker (2012) adalah wawancara bersama JR di Gorontalo pada akhir Bulan Januari 2020 sebagai saksi mata saat pasukan
Brigade Manguni memasuki Poso Kota . Keterangan JR menjelaskan kehadiran delapan orang berbaju hitam-hitam dengan senjata tajam tanpa atribut BM pada pukul tiga subuh waktu setempat.
Pasukan BM merupakan unit pasukan yang dilatih secara berbeda dari kelompok milisi Kristen lainnya dalam konflik Poso. Sangadji (2007) menjelaskan bahwa pasukan BM dilatih oleh “oknum” Kopassus AD (Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat) dalam hal kemampuan fisik dan pemahaman kondisi “medan tempur”.Aditjondro (2004) mencatat bahwa momen serangan balasan kelompok Kristen—yang di dalamnya BM turut serta—berdampak pada kehancuran beberapa kecamatan berpenduduk mayoritas Muslim seperti kecamatan Lage dan Poso Pesisir di kota Poso. Konteks konflik Poso ketiga menjadi penegasan dari pentingnya menggunakan kekerasan sebagai solusi alternatif untuk merespons ancaman konflik terhadap komunitas Minahasa-Kristen.
Aksi Lainnya
= Kedatangan George Bush dan Santet 2006
=
Kehadiran Presiden AS George W. Bush. Pada November 2006. George W Bush yang datang ke Indonesia menjadi topik hangat di nusantara, saat berkunjung ke Minahasa, kedatangan presiden AS itu langsung mendapatkan banyak kritik dan empati. Berbagai aksi baik dukungan dan penolakan dari kelompok seperti FPI, Hizbut Tahrir dan lainnya.
Saat itu, kedatangan Bush tak hanya diributkan soal demo-demo tandingan. Namun kekuatan-kekuatan supranatural, seperti Ki Gendeng Pamungkas yang getol menyantet untuk mencelakai Presiden Amerika, menjadi topik hangat menjelang kedatangan pemimpin dunia itu.
Menariknya, pada hari hampir bersamaan dengan Ki Gendeng Pamungkas mulai menyantet Bush, ternyata pasukan adat Tanah Minahasa yang getol dikenal
Brigade Manguni (BM), telah lebih dulu membentengi Presiden Amerika itu dari pengaruh-pengaruh kekuatan jahat.
Upacara adat untuk menangkal kekuatan-kekuatan magis dan jahat itu, ternyata digelar sebanyak dua kali di hari "H" kedatangan George W Bush ke Indonesia. Bisa dibilang hal tersebut merupakan sambutan dan perlindungan yang diberikan pemuka adat.
Berbagai tulisan poster seperti "Welcome Mr Bush" , "God Be With You" dan "I love you Bush, Welcome to Manado, Jerrusalem in Indonesia" dibentangkan saat kedatangan George W Bush. Dolfie Maringka yang merupakan pendiri gerakan Minahasa Merdeka diketahui merupakan salah satu penggerak utama kampanye pendukung Bush.
Lihat Pula
Gerakan Minahasa Merdeka
Gang Sartana
Referensi