- Source: Chanee Kalaweit
Aurélien Francis Brulé atau yang dikenal sebagai Chanee Kalaweit (bahasa Thai: ชานี กะลาวิทย์) (lahir 2 Juli 1979) adalah ketua dan pendiri Yayasan Kalaweit yang kini menetap di Indonesia. Ia mengabdikan hidupnya untuk pelestarian owa.
Biografi
Ia lahir di Fayence, di wilayah Var, Prancis, pada tanggal 2 Juli 1979. Pada usia yang sangat muda, ia mengembangkan kecintaannya pada monyet, dan lebih khususnya lagi pada owa sejak usia 13 tahun. Secara teratur ia mengunjungi kebun binatang di dekat rumahnya, mempelajari owa-owa yang dipelihara di sana dan menganalisis perilaku mereka. Dari hasil pengamatannya, ia membuat buku pertamanya, Le Gibbon à mains blanches (Presses du Midi), yang diterbitkan pada tahun 1996, ketika ia masih duduk di bangku sekolah menengah.
Kecerdasan dan relevansi karyanya membangkitkan keingintahuan beberapa ahli etologi dan, diperhatikan oleh Muriel Robin, ia menerima bantuannya untuk pergi dan mempelajari owa di lingkungan alami mereka, di Thailand. Dia kembali ditandai dengan ancaman deforestasi, yang dengan menghancurkan habitat alami owa, secara bertahap menyebabkan kepunahannya.
Dia tiba di Indonesia pada tahun 1998, pada saat kejatuhan Soeharto dan menetap di Kalimantan. Di sana, ia mendirikan Yayasan Kalaweit, yang didedikasikan untuk melindungi hewan yang diusir dari habitat aslinya. Dengan cepat, pemerintah Indonesia memberinya izin untuk membuat tempat penampungan di Kalimantan untuk owa-owa yang telah diperdagangkan. Pada tahun 2003, ia melakukan hal yang sama di pulau Sumatra. Yayasan ini dibiayai oleh donasi yang memungkinkan dua pusat penerimaan dan perawatan untuk menampung beberapa ratus hewan dalam kondisi terbaik, terutama owa dan siamang, tetapi juga spesies lain (beruang, buaya, kera, dll.). Sejak tahun 2011, Kalaweit telah membeli sebidang hutan di Kalimantan dan Sumatera untuk diubah menjadi cagar alam dan menawarkan habitat yang aman bagi satwa liar.
Untuk mempopulerkan perjuangannya dan menggalang dana, Chanee menerbitkan buku-buku tentang kehidupannya di Indonesia dan kondisi kehidupan owa-owa yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan alaminya, mati begitu wilayah mereka dihancurkan oleh api.
Tetapi perjuangannya tidak hanya ditujukan untuk menyelamatkan hewan liar. Melalui yayasannya, dan dengan dukungan LSM lain di lapangan, ia mengecam peran pemilik perkebunan kelapa sawit, yang menghancurkan ekosistem Indonesia untuk menghasilkan lebih banyak minyak sawit. Perjuangannya melawan para industrialis telah membuatnya mendapatkan beberapa musuh.
Pada tahun 2012, ia memperoleh kewarganegaraan Indonesia, yang memungkinkannya memperoleh tanah untuk mendirikan cagar alam. Pada tahun 2017, Kalaweit memiliki sekitar 440 hektar hutan dan mempekerjakan sekitar 60 orang di Indonesia (dan satu orang di Prancis).
Pada bulan November 2015, ia menerbitkan sebuah video yang menjadi viral di mana ia secara langsung menantang Presiden Joko Widodo tentang kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Menghancurkan ratusan ribu hektar hutan setiap tahun, kebakaran ini memberi jalan bagi konsesi pohon kelapa sawit, yang pada gilirannya melepaskan asap beracun bagi penduduk dan satwa liar.
France 3 membuat film dokumenter tentang perjuangan Chanee pada bulan Januari 2016..
Sejak tahun 2017, Chanee telah membawakan acara "Sur la terre..." bersama Muriel Robin, program acara prime-time di France 3 tentang hewan-hewan dalam bahaya.
Pada tahun 2018, film dokumenter Antoine Duléry et Chanee sur la terre des ours, yang disutradarai oleh Jérôme Korkikian, dirilis.
Pada tahun 2022, Chanee mempromosikan buku barunya "Hâte d'être à demain!" (Presses du Midi) di Prancis.
Bibliografi
Le Gibbon à mains blanches, 1996, Presses du Midi
Bornéo : au nom de la vie, 2004, Presses du Midi
Bersama Muriel Robin, Vocation Nature, 2007, Arthaud
Le nouveau-né, 2011, Presses du Midi
Le sourire fendu, ou l'histoire de gibbons, Presses du Midi
Inéluctable, la parole des crocs, 2015, Presses du Midi
Hâte d'être à demain !, Presses du Midi