- Source: Conrad Theodor van Deventer
Conrad Theodor "Coen" van Deventer (29 September 1857 – 27 September 1915) adalah seorang pengacara Belanda, penulis tentang Hindia Belanda dan anggota Dewan Negara Belanda. Ia dikenal sebagai juru bicara Gerakan Politik Etis Belanda. Dia tinggal di Surinamestraat 20, Den Haag (1903–1915), bekas kediaman John Ricus Couperus, putranya penulis Louis Couperus dan anggota keluarganya yang lain (1884–1902).
Van Deventer dikenal sebagai seorang ahli hukum Belanda dan juga tokoh Politik Etis.
Dia pada usia muda bertolak ke Hindia Belanda. Dalam waktu sepuluh tahun, Deventer telah menjadi kaya, karena perkebunan perkebunan swasta serta maskapai minyak BPM yang bermunculan saat itu banyak membutuhkan jasa penasihat hukum.
Pada sebuah surat tertanggal 30 April 1886 yang ditujukan untuk orang tuanya, Deventer mengemukakan perlunya sebuah tindakan yang lebih manusiawi bagi pribumi karena mengkhawatirkan akan kebangkrutan yang dialami Spanyol akibat salah pengelolaan tanah jajahan.
Lalu pada 1899 Deventer menulis dalam majalah De Gids (Panduan), berjudul Een Eereschuld (Hutang kehormatan). Pengertian Eereschuld secara substansial adalah "Hutang yang demi kehormatan harus dibayar, walaupun tidak dapat dituntut di muka hakim". Tulisan itu berisi angka-angka konkret yang menjelaskan pada publik Belanda bagaimana mereka menjadi negara yang makmur dan aman (adanya kereta api, bendungan-bendungan, dst) adalah hasil kolonialisasi yang datang dari daerah jajahan di Hindia Belanda ("Indonesia"), sementara Hindia Belanda saat itu miskin dan terbelakang. Jadi sudah sepantasnya jika kekayaan tersebut dikembalikan.
Ketika Deventer menjadi anggota Parlemen Belanda, ia menerima tugas dari menteri daerah jajahan Idenburg untuk menyusun sebuah laporan mengenai keadaan ekonomi rakyat pribumi di Jawa dan Madura. Dalam waktu satu tahun, Deventer berhasil menyelesaikan tugasnya (1904). Dengan terbuka Deventer mengungkapkan keadaan yang menyedihkan, kemudian dengan tegas mempersalahkan kebijakan pemerintah. Tulisan itu sangat terkenal, dan tentu saja mengundang banyak reaksi pro-kontra. Sebuah tulisan lain yang tak kalah terkenalnya adalah yang dimuat oleh De Gids juga (1908) ialah sebuah uraian tentang Hari Depan Insulinde, yang menjabarkan prinsip-prinsip etis bagi beleid pemerintah terhadap tanah jajahannya.
Biografi
= Karier awal
=Van Deventer adalah putra dari Christiaan Julius van Deventer dan Anne Marie Busken Huet. Pamannya adalah penulis Conrad Busken Huet. Ia menikah dengan Elisabeth Maria Louise Maas; mereka tidak memiliki anak. Van Deventer menghadiri HBS di Deventer dan belajar hukum di Universitas Leiden. Ia meraih gelar doktor pada bulan September 1879 dengan tesis: "Zijn naar de grondwet onze koloniën delen van het rijk" ("menurut konstitusi, daerah jajahan kita bagian dari kerajaan Belanda"). Pada tanggal 20 Agustus 1880 ia dipekerjakan untuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda oleh Kementerian Koloni untuk diangkat sebagai pejabat layanan sipil. Bersama istrinya Van Deventer melakukan perjalanan pada bulan September 1880 ke Batavia dengan kapal uap Prins Hendrik; ia diangkat sebagai panitera di Raad van Justitie (Dewan Kehakiman) di Amboina pada bulan Desember 1880. Sejak tahun 1881 Van Deventer sudah dilihat oleh publik sebagai otoritas dalam kasus masalah posisi ekonomi Hindia Belanda dalam kaitannya dengan tanah air Belanda. Dalam ceramah yang diadakan pada pertemuan "Indisch Genootschap" ("Institut Hindia") pendapatnya tentang masalah ini disajikan sebagai sangat penting.
Pada bulan Juni 1882 Van Deventer ditunjuk sebagai panitera di "Landraden" (dewan tanah) di Amboina, Saparua, dan Wahoo; ia juga ditunjuk sebagai oditur militer (sebuah jabatan hukum) di pengadilan militer di Amboina. Pada Maret 1883 ia diangkat menjadi anggota Dewan Kehakiman di Semarang dan pada tahun yang sama ia menulis serangkaian artikel di Soerabaijasch Handelsblad, dengan judul Gedichten van F.L. Hemkes (puisi oleh F.L. Hemkes; Frederik Leonardus Hemkes adalah seorang penyair Belanda, yang tinggal di Afrika Selatan (1854-1887)). Van Deventer menulis pada Februari 1884 sebuah artikel dalam "Het Indisch Weekblad voor het Recht" (Jurnal Hukum Hindia Belanda), berjudul De Indische Militairen en het Koninklijke Besluit van 13 Oktober 1882 nummer 26 (Militer di Hindia Belanda dan perintah kerajaan tanggal 13 Oktober 1882), di mana ia membahas persidangan seorang tentara Bugis di depan pengadilan sipil (polisi) dan bukan pengadilan militer. Pada bulan April 1885 Van Deventer berhenti dari pekerjaannya sebagai anggota Dewan Kehakiman di Semarang dan diangkat menjadi pengacara dan jaksa pada Majelis Kehakiman tersebut. Dalam periode hidupnya Van Deventer juga aktif sebagai letnan dua di schutterij. Pada tahun yang sama, 1885, dia berhenti dari pekerjaannya di Dewan Kehakiman dan bergabung dengan praktik hukum LLM B.R.W.A. baron Sloet van Hagensdorp dan LLM M.H.C. van Oosterzee; dia menggantikan Mr. Van Oosterzee, yang akan kembali ke Belanda.
= Karier sebagai pengacara swasta
=Van Deventer bekerja sebagai pengacara swasta dari tahun 1885 hingga 1888. Pada bulan Mei 1888 ia mengambil cuti ke Eropa dan bepergian dengan istrinya dengan kapal uap Prinses Amalia dari Batavia ke Belanda. Kembali ke Eropa ia menulis serangkaian artikel, berjudul De Wagner-feesten te Bayreuth (festival Wagner di Bayreuth), yang ia kunjungi untuk surat kabar "De Locomotief"; dalam periode ini Van Deventer adalah karyawan tetap koran ini. Ia kembali ke Hindia Belanda pada tanggal 11 Mei 1889 dengan kapal uap Sumatra. Ia melanjutkan praktik pengacaranya dan juga menjadi komisaris perseroan terbatas "Hȏtel du Pavillon". Pada bulan September 1892 ia diangkat sebagai penjabat anggota Komite Direksi Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Perusahaan Kereta Api Hindia Timur Belanda). Pada Juli 1893 Van Deventer dipromosikan menjadi pangkat militer letnan satu di Schutterij di Semarang.
Ia pergi untuk kunjungan singkat kedua di Eropa pada Mei 1894 dan, setelah kembali, diangkat menjadi anggota komite pengawas HBS di Semarang. Dalam surat kabar "Locomotief" dia menulis sebuah artikel berjudul Samarangsche bazar – eigen hulp (Bazar Samarang), di mana dia membela diri dari tuduhan bahwa prospektus dari firma ini (Samarangsche bazar), yang dibuat olehnya, tidak akurat. Dia meninggalkan Hindia Belanda (secara permanen) pada bulan April 1897 dengan kapal uap Koningin-Regentes; kembali ke Eropa dia mengunjungi festival Wagner dan menulis tentang "Wagneriana" di The Locomotief tanggal 11 November dan 16 Desember 1897. Pada tahun 1898 Van Deventer menulis beberapa artikel tentang perayaan penobatan di Belanda, di mana ratu Wilhelmina dimahkotai, di "Locomotief". Dia juga menulis serangkaian empat artikel, yang disebut "Het Wilhelmus als Nederlands Volkslied" (Wilhelmus sebagai lagu kebangsaan Belanda), untuk Locomotief tahun itu dan memberikan perspektifnya kepada Locomotief tentang persidangan Zola.
= Karier politik awal
=Pada tahun 1899 Van Deventer menulis artikel yang sangat berpengaruh, berjudul "Een Ereschuld" (hutang kehormatan) di majalah Belanda "De Gids". Dalam artikel ini Van Deventer menyatakan bahwa Belanda memiliki hutang kehormatan hampir 190 juta gulden di seberang Hindia Belanda dan harus membayar hutang kehormatan ini. Ketika anggaran Hindia Timur Belanda dibahas di Tweede Kamer (DPR) banyak perhatian diberikan pada artikel Van Deventer, meskipun tidak semua anggota setuju dengan isi artikel. Van Deventer ditunjuk sebagai anggota dewan editorial "The Gids" sejak 1 Januari 1901. Selama tahun-tahun berikutnya sampai kematiannya, dia menulis banyak artikel di majalah ini. Pada bulan Juni 1901 Van Deventer menerima pencalonannya untuk asosiasi pemilihan Schiedam (untuk Liga Demokratik Berpikir Bebas), yang berlokasi di Schiedam, untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi tidak terpilih. Dalam kuliahnya, Van Deventer menunjukkan dirinya seorang pendukung untuk pengangkatan Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Timur Belanda di Hindia Belanda. Pada bulan Juni 1902 ia diangkat sebagai anggota "Algemeen Nederlands Verbond" (Asosiasi Umum Belanda) dan menulis dalam het "Tijdschrift voor Nederlands-Indië" (Majalah untuk Hindia Belanda) bersama-sama dengan yang lain, sebuah konsep program kolonial; dalam program ini penulis menyatakan bahwa kekuasaan administratif harus lebih terletak pada penduduk Hindia Belanda dan bahwa pemerintah Belanda harus membatasi campur tangannya hanya pada prinsip-prinsip pemerintahan umum. Tampaknya bertentangan bahwa ia juga menandatangani telegram yang dikirim ke jenderal J. B. van Heutsz, di mana ia dilengkapi dengan pengajuan Panglima Polim (seorang pemimpin lokal), yang dicapai dengan kekuatan militer, di Aceh.
Van Deventer menjadi anggota dewan Lembaga Ilmu Bahasa, Negara dan Antropologi Kerajaan Belanda (1903) dan pada tahun yang sama menghadiri pertemuan "Institut Kolonial Internasional" di London. Pada bulan September 1904 ia diangkat menjadi ksatria dalam Ordo Singa Belanda. Dia terus menulis artikel di majalah yang berbeda, selain The Gids; misalnya ia menerbitkan serangkaian empat artikel di Soerabaijasch Handelsblad pada bulan Desember 1904, yang berjudul "Over de suikercultuur- en suikerindustrie" (tentang industri gula). Pada 19 September 1905 Van Deventer terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Demokratik Berpikir Bebas untuk daerah pemilihan Amsterdam IX dan karena itu ia menekankan tiga titik (trilogi) fokusnya mengenai kebijakan Hindia Timur Belanda: pendidikan, irigasi, dan emigrasi. Ia juga seorang promotor yang disebut Kebijakan Etis Belanda tetapi pada saat yang sama mengatakan dalam pidatonya yang diberikan di DPR pada 16 November 1905, bahwa jika persuasi tidak berhasil maka tidak dapat dihindari untuk menggunakan kekuatan militer. Dalam serangkaian artikel di "Soerabajasch Handelsblad" pada bulan Agustus 1908 yang berjudul "Insulinde's toekomst" (masa depan Hindia Belanda) ia menulis tentang pentingnya pendidikan dan penciptaan lapangan kerja baru bagi penduduk asli di tingkat manajemen yang lebih tinggi. Van Deventer tidak terpilih kembali dan meninggalkan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 21 September 1909.
= Karier politik selanjutnya
=Van Deventer terpilih menjadi anggota parlemen lagi pada 19 September 1911, ketika ia diangkat sebagai anggota Eerste Kamer (Senat) oleh Negara Bagian Friesland. Pada periode ini ia juga diangkat menjadi anggota Max Havelaar Foundation; Yayasan ini dinamai berdasarkan buku terkenal yang ditulis oleh Multatuli, dan tujuan dari yayasan tersebut adalah untuk mengangkat materi dan spiritual penduduk asli di Hindia Belanda. Pada bulan Februari 1912 Van Deventer, sebagai anggota Senat, melakukan perjalanan selama beberapa bulan ke Hindia Belanda. Ia mengunjungi hampir semua pulau, termasuk namun tidak terbatas pada Sumatra, Jawa, Celebes, dan Borneo. Ia tetap menjadi anggota Senat sampai 16 September 1913, ketika ia terpilih kembali sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk daerah pemilihan Assen. Dia mempertahankan posisi ini sampai kematiannya, pada 27 September 1915. Pada bulan Juni 1914 dia diangkat sebagai delegasi resmi Belanda pada Konferensi Opium Internasional yang diadakan di Den Haag. Pada tahun 1913 ia mendirikan Yayasan Kartini untuk dapat mendirikan sekolah putri di Hindia Belanda. Pada bulan September 1915 Van Deventer jatuh sakit parah (dia menderita peritonitis) dan dirawat di rumah sakit Palang Merah di Den Haag. Dia meninggal pada usia 57 tahun pada 27 September 1915 dan tubuhnya dikremasi di Westerveld (Driehuis).
Karya
= Ringkasan
=Sebagian besar Van Deventer menulis tentang keuangan Hindia Timur Belanda, hak-hak para pejabat pribumi dan pendidikan mereka serta tentang industri gula. Ketika dia aktif sebagai jurnalis untuk "Locomotief" dia sangat tertarik dengan Wagner dan Festival Wagner. Karena ia adalah anggota dewan direksi majalah "De Gids", sebagian besar artikelnya kemudian diterbitkan di sana.
= Dalam "The Gids"
=1899. Een eereschuld
1900. De eereschuld in het parlement, Drie boeken over Indië, with Herman Dirk van Broekhuizen and J.D. Baron van Wassenaar van Rosande, Zuid-Afrika,
1901. Uit Multatuli's dienstjaren, Indische decentralisatie-plannen
1902. Een bemiddelingsvoorstel, I.D. Fransen van de Putte, ter nagedachtenis, Indië en de democratie, Parlementaire kroniek, Aanteekeningen en opmerkingen,
1903. Parlementaire kroniek (9 parts),
1904. Koloniale hervorming?, Bibliographie (2 parts), Parlementaire kroniek
1905. Rechtshervorming in Indië, Bibliografie
1906. Bibliografie, Atjeh
1908. Insulinde's toekomst, Indische feiten en cijfers
1909. Verandering?, Amerika in Azië, together with J.N. van Hall, Johan de Meester and R.P.J. Tutein Nolthenius: Bibliographie
1910. Insulinde in het parlement, Hooger onderwijs voor Nederlandsch-Indië, together with Johan de Meester and Carel Scharten: Bibliographie, together with J.N. van Hall, Johan de Meester and Johanna Westerdijk: Bibliographie, together with J.N. van Hall and Carel Scharten: Bibliographie, Havelaar-voorspel, Uit Multatuli's Dienstjaren, Insulinde te Brussel, Multatuli aan den koning,
1911. Van west en oost, Kartini, De oplossing der islâm-quaestie in Nederlandsch-Indië, Aanteekeningen en opmerkingen
1913. Giftvrij lichtgas, Aanteekeningen en opmerkingen, De ijs-steen
1914. Het pijnlijke kwartier, Naar den Indischen schoolvrede,
1915. Indië na den oorlog
1922. (posthumously) Over de getuigstukken voor de dubbele storm, De dubbele storm. Een verhaal van staatkundige beroering
= Dalam "Neerlandia"
=1900. Christiaan de Wet, Oost-en-West, Een Stem uit Java
1902. Een belangrijk besluit.
1903. Afdeelingen’, Afdeeling 's-Gravenhage, together with H.D.H. Bosboom, P.J. de Kanter, H. Kern, H.J. Kiewiet de Jonge, J.M. Pijnacker Hordijk and O. van der Wijck: Twee adressen.
1906. Noord-Nederland., Verslag over de Liederenavonden voor het Volk in Den Haag (Winterseizoen 1905–1906)
Yayasan Kartini
Ketika pada tahun 1911 surat-surat Kartini diterbitkan, Van Deventer terkesan sekali, sehingga tergerak untuk menulis sebuah resensi yang panjang-lebar, sekadar untuk menyebarluaskan cita-cita Kartini, yang cocok dengan cita-cita Deventer sendiri: mengangkat bangsa pribumi secara rohani dan ekonomis, memperjuangkan emansipasi mereka.
Secara pribadi, Van Deventer pernah bertemu dengan Kartini, waktu puteri Bupati Jepara itu berumur 12 tahun, tapi komunikasi tidak berlanjut. Waktu Kartini mulai menulis surat-suratnya kepada teman-teman puteri di Negeri Belanda, keluarga Van Deventer sudah meninggalkan Indonesia. Baru lewat surat-surat terbitan Abendanon, keluarga Deventer menaruh minat terhadap cita-cita Kartini.
Sejak itulah, Nyonya Van Deventer tampil ke muka. Tahun 1913 ia mendirikan Yayasan Kartini, yang dimaksudkan untuk membuka sekolah-sekolah bagi puteri-puteri pribumi sesudah van Deventer meninggal (1915), Nyonya Deventer sendirilah yang mengurus segala-galanya dengan tak kenal lelah. Ribuan murid puteri pun memasuki "Sekolah Kartini" yang bernaung di bawah Yayasan Kartini.
Waktu Belanda diduduki Jerman (1940), Nyonya Deventer meninggal dalam usia 85 tahun. Ia mewariskan sejumlah besar dana yang harus dimanfaatkan untuk memajukan bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan. Selanjutnya dana tersebut dikelola oleh Van Deventer-Maas Stichting.
Referensi
Pranala luar
(dalam bahasa Inggris) Van Deventer on the Encyclopedie Britannica
(dalam bahasa Belanda) Mr. C.Th. van Deventer at the Parlement & Politiek website
(dalam bahasa Belanda) Van Deventer on the Historical Website of the Biographic Dictionary of the Netherlands
Kata Kunci Pencarian:
- Conrad Theodor van Deventer
- Politik Etis
- Conrad Theodor van Deventer
- Van Deventer
- Education in Indonesia
- 1913 Dutch general election
- Surinamestraat 20, The Hague
- Dordrecht
- Dutch Ethical Policy
- Louis Couperus
- Louis Couperus Museum
- Sam Ratulangi