Mayor Tituler TNI AU
Corinus Marselus Koreri
Krey (atau
Corinus Krey, Korinus
Krey, Cornelis
Krey) adalah seorang pejuang asal Papua.
Corinus Krey bekerja sebagai mantri kesehatan dan merupakan ajudan bagi Kepala Sekolah Bestuur (Pamong Praja) Jayapura, Soegoro Atmoprasodjo. Selain itu
Corinus Krey juga menjadi wakil dari Marthen Indey, ketua organisasi Komite Indonesia Merdeka. Ia bersama Petrus Wettebossy juga merupakan pendiri Partai Irian Dalam Republik Indonesia Serikat (PIDRIS),
Krey juga menjadi wakil ketua Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Bosnek, Biak. Selanjutnya
Corinus Krey merupakan mantan anggota MPRS tahun 1964-1968.
Perumusan nama Irian
Soegoro adalah salah satu penggerak nasionalisme di Papua dan pada tanggal 1 April 1945 mencetuskan ide untuk mengubah nama Papua, yang berasal dari kata Papo Ua yang dipakai oleh Kerajaan Tidore yang dalam bahasa Tidore artinya "tidak bergabung", "tidak bersatu", atau "tidak bergandengan". Maksudnya wilayah Papua itu jauh sehingga tidak masuk dalam daerah induk Kesultanan Tidore, walau sering tertukar dengan Papa Ua yang memiliki arti 'tiada bapa'.
Dalam rangka mengangkat harkat dan martabat Papua, maka pemuda-pemuda Papua dalam pertemuan di Kampung Tobati, Jayapura, mencari nama lain yang juga berasal dari sejarah Papua yakni legenda Manseren Koreri. Soegoro Atmoprasodjo saat itu menjabat sebagai kepala sekolah dan
Corinus Krey sendiri merupakan ajudan dari Atmoprasojo. Frans Kaisiepo, ketua diskusi tersebut pada tanggal 1 Mei 1945, melahirkan nama 'Irian' sebagai pengganti kata 'Papua'. Diketahui pula kata tersebut memiliki berbagai arti di berbagai bahasa Papua, Iri-an dari Bahasa Biak yang berarti "tanah panas" karena cuaca lokal yang panas, dan juga dari Iryan yang berarti "proses memanas" sebagai metafora bagi wilayah yang memasuki zaman baru. Kemudian ditemukan dalam Bahasa Serui, Iri artinya "tanah" dan An artinya "bangsa", sehingga arti keseluruhannya "tiang bangsa". Sedangkan dalam Bahasa Merauke, Iri artinya "ditempatkan" atau "diangkat tinggi", dan an artinya "bangsa". Sehingga artinya "bangsa yang diangkat tinggi". Selain itu,
Corinus Krey berulang-ulang menceritakan kepada anak cucunya, yang mengartikan 'Irian' berarti 'Ikut Republik Indonesia Anti-Netherland'.
Promosi nama dilakukan kepada kepala-kepala suku melalui "Dewan Purwa Kelan Suku" dan dititipkan kepada Frans Kaisiepo yang akan mewakili pemuda Papua dalam Konferensi Malino tanggal 18 Juli 1946, Belanda tadinya ingin mengirim Silas Papare tetapi ia terlibat pemberontakan sehingga dipenjara di Jayapura lalu diasingkan ke Serui. Sebelumnya pada tanggal 9 Juli 1946,
Corinus Krey menyarankan Frans Kaisiepo untuk bertemu Soegoro di penjara Abepura. Mereka berdua berhasil bertemu Soegoro dan usaha ini dibantu oleh sipir Elly Uyo dan anggota Batalyon Papua, Johan Aer. Di dalam petemuan itu disepakatilah nama "Irian" dan Frans Kaisiepo sebagai perwakilan Papua menyampaikan nama tersebut di dalam Konferensi Malino. Karena Frans Kaisiepo menggunakan partisipasinya untuk mempopulerkan nama Irian untuk Papua, Belanda tidak mengirim perwakilan Papua seorangpun di Konferensi Denpasar pada tanggal 20–24 Desember 1946. Walaupun pada tanggal 12 Desember 1946, Marthen Indey,
Corinus Krey, dan Nicolaas Jouwe memprotes keputusan ini dengan mengirimkan surat kepada van Mook di Denpasar untuk menolak pembentukan Negara Indonesia Timur karena Papua tidak termasuk didalamnya.
Pengibaran bendera merah putih di Biak
Pada 31 Agustus 1945 pimpinan NICA, Abdulkadir Widjojoatmodjo mempersiapkan ulang tahun Ratu Belanda, akan tetapi beberapa pemuda mengibarkan bendera merah putih di Bosnik Timur, Biak di rumah Lukas Rumkorem. Sedangkan bendera Belanda dan Amerika Serikat dikibarkan setengah tiang. Peristiwa ini dihadiri Frans Kaisiepo,
Corinus Krey, Markus Kaisiepo, dan M. Youwe. Selain itu dinyanyikan pula lagu Indonesia Raya yang dipimpin oleh M. Rumkabu. Ketika itu pejabat Belanda ingin membungkam gerakan nasionalisme Indonesia di Papua.
Riwayat organisasi politik
Krey bergabung dengan Komite Indonesia Merdeka (KIM), disebut juga Central Komite Indonesia Merdeka (CENKIM), organisasi yang memperjuangkan Indonesia di Melbourne pada tanggal 29 September 1945 dan dipimpin oleh Jamaluddin Tamin dengan anggota Maskun, Kandur, Maryono, dan lain lain. Di Papua lebih tepatnya Jayapura sendiri cabang KIM didirikan pada bulan Oktober 1946, pemimpinnya adalah seorang dokter perempuan di rumah sakit Abepura yaitu Dr J.A. Gerungan dengan wakil Lattuparisa.
Corinus Krey menjabat sebagai Sekertaris I bersama Subroto sebagai Sekertaris II. Pada perkembangan selanjutnya Belanda mengendus KIM, Dr Gerungan dipulangkan ke Ambon sehingga KIM dipimpin oleh Marthen Indey,
Corinus Krey sebagai wakil, dan Petrus Wettebossy sebagai sekertaris.
Kedatangan
Corinus Krey ke Pulau Biak pada 7 Agustus 1949 mengaktifkan kembali aktivitas Partai/Perserikatan Indonesia Merdeka (PIM) di Bosnek, sebelumnya didirikan pada September 1945 di Nusi. Tanggal 1-5 Oktober 1949, ada pertemuan di rumah David Rumaropen, kepala kampung Yenures, dimana PIM direorganisir dan diaktifkan kembali, dengan ketuanya Lukas Rumkorem,
Corinus Krey sebagai wakil ketua, J. Tarumaselly sebagai penasihat dan Petrus Warikar sebagai sekretaris.
Pengalaman dipenjara
Sepanjang hidupnya,
Corinus Krey empat kali merasakan kejamnya penjara Belanda di Papua, yaitu penjara Kota Nica Jayapura (1-7 Desember 1945), penjara Abepura, Jayapura (7 Maret 1947 hingga 7 Agustus 1947), penjara Biak (7 Desember 1949 hingga 7 Juni 1950), dan yang terlama adalah tujuh tahun di Penjara Digul (7 Juni 1950 hingga 7 Agustus 1957).
Kepada putranya, Max Richard
Krey,
Corinus pernah menceritakan bahwa selama di Penjara Digul, Belanda pernah menanamnya ke dalam semen sampai ke pinggang hingga mengeras, sehingga menyisakan bagian perut ke bawah membiru dalam waktu yang lama. Dokumen kesaksian bahwa
Corinus Krey pernah dipenjara empat kali ditandatangani oleh Marthen Indey. Selain sebagai motor penggerak pembebasan Papua, Marthen Indey jadi 'rekan di penjara yang sama' bagi
Corinus Krey.
Marsma Budhi menilai kesaksian Marthen Indey terhadap
Corinus Krey yang menjadi rekan seperjuangannya adalah hal yang menarik. Sepertinya Marthen Indey yang jauh lebih senior dari
Krey sudah mengantisipasi, saat dirinya berpulang maka akan semakin sedikit yang akan bisa menjadi saksi kepahlawanan sahabatnya tersebut.
Riwayat jabatan politik
Selain pernah berdinas di Lanud Jayapura sebagai perwira TNI AU, berdasarkan Keppres No.73 Tahun 1963,
Corinus Krey sempat diangkat menjadi anggota DPRGR perwakilan Irian Barat tahun 1963, walau kemudian keputusan dicabut melalui Keppres No. 168 Tahun 1963. Kemudian ia diangkat menjadi anggota MPRS tahun 1964-1968 dan merupakan pemegang bintang veteran RI. Pada akhir masa hidupnya,
Krey dirawat oleh cucu Marthen Indey bernama Aksamina Talapessy, dan wafat pada tahun 1992, menjadi anggota KIM yang meninggal terakhir.
Peninggalan
Nama
Corinus Krey diabadikan menjadi nama Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, yang sebelumnya bernama Lanud Marthen Indey.
Referensi
Bibliografi
Chauvel, Richard (2005). Constructing Papuan Nationalism : History, Ethnicity, and Adaption (dalam bahasa Inggris). Washington, D.C.: East-West Center. ISBN 1-932728-26-0.
Penders, Christian Lambert Maria (2002). The West New Guinea Debacle: Dutch Decolonisation and Indonesia, 1945-1962 (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-2470-9.