- Source: Cornel Simanjuntak
Cornel Simanjuntak (lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 1921 - meninggal di Yogyakarta, 15 September 1946 (umur 25) adalah seorang pencipta lagu-lagu heroik dan patriotik Indonesia berdarah Batak. Ia dianggap sebagai tokoh yang membawa bibit unggul perkembangan musik Indonesia.
Riwayat hidup
= Masa Pra-Kemerdekaan
=Cornel Simanjuntak yang beragama Protestan dilahirkan di Pematang Siantar tahun 1921 dari keluarga pensiunan polisi kolonial. Cornel tamatan HIS St. Fransiscus Medan, 1937, HIK Xaverius College Muntilan 1942. Kemudian Ia menjadi guru di Magelang beberapa bulan. Pindah ke Jakarta, Ia menjadi guru SD Van Lith. Tetapi karena bakat seninya lebih garang, ia beralih profesi ke Kantor Kebudayaan Jepang, Keimin Bunka Shidosho. Di sanalah ia menciptakan lagu propaganda Jepang antara lain: Menanam Kapas, Bikin Kapal, Menabung — yang paling populer di antaranya berjudul Hancurkanlah Musuh Kita. Guru musiknya adalah Pater J. Schouten dan Ray serta juga mendiang Sudjasmin.
= Masa Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
=Cornel memiliki sejumlah pengalaman perang. Pada tahun 1945-1946, ia mengarahkan moncong senjatanya kepada tentara Gurkha/Inggris. Malang, dalam sebuah pertempuran di daerah Senen - Tangsi Penggorengan Jakarta, pahanya tertembak. Dirawat di RSUP. Belum sembuh benar, ia diselundupkan ke Karawang karena Gurkha melakukan pembersihan.
Dari Karawang ia dikirim ke Yogyakarta. Di kota inilah kemudian lahir lagu-lagu yang heroik dan patriotik. Antara lain: Tanah Tumpah Darah, Maju Tak Gentar, Pada Pahlawan, Teguh Kukuh Berlapis Baja, Indonesia Tetap Merdeka.
Peluru di paha Cornel konon tetap bersarang ketika penyakit kronis TBC menyerangnya — dan langsung menumbangkannya ke liang lahat. Ia meninggal pada tanggal 15 September 1946 di Sanatorium Pakem, Yogyakarta, dalam status perjaka. Ia dimakamkan di Pemakaman Kerkop Yogyakarta.
Menjelang maut Cornel masih sempat mengangkat telepon untuk menyampaikan pesan-entah kepada siapa, entah pesan apa-tapi ia keburuh jatuh, dan mata serta mulutnya menjadi kaku. Menurut rekannya sesama pejuang, Karkono Kamajaya, menjelang ajal ia masih sempat menulis lagu bernama Bali Putra Indonesia. Lagu yang ditulis dengan gamelan itu belum selesai.
Pemindahan makam
Pemindahan Cornel ke Taman Makam Pahlawan sebenarnya sudah diusulkan sejak September 1978. Hampir saja merepotkan, karena beberapa instansi meminta data-data berupa bintang jasa yang ada.
Ternyata Cornel tidak sebiji pun mengantongi persyaratan itu. Ia hanya mewariskan tanda kehormatan Piagam Satyalancana Kebudayaan yang dianugerahkan tahun 1961 oleh Pemerintah Indonesia. Letkol Suharsono S., Dan Dim 0734 Yogya, menganggap Satyalancana itu setingkat dengan Bintang Gerilya atau bintang-gemintang lainnya. Jadi bisa dipakai sebagai tiket masuk Mahkam Pahlawan, asal ada izin keluarga.
Usul yang didalangi para seniman yang tergabung dalam ‘Sasana Vocalia Yogya’ pimpinan Suyudono Hr tersebut, akhirnya jadi lancar ketika KSAD Jenderal Widodo memberikan persetujuannya.
Dari Kerkop, kerangka sempat diinapkan di Art Gallery Senisono di samping Gedung Agung. Maklumlah gedung mi dlanggap pusat kesenian Yogya. Selama itu lagu-lagu mendiang berkumandang terus-menerus dibawakan oleh sejumlah bocah dari Paduan Suara Bocah Bocah Sasana Vokalia. Serentetan tembakan salvo mendampingi prosesi ketika sisa-sisa tubuh Cornel Simanjuntak dalam liang lahat yang lebih terhormat di Taman Makam Pahlawan Semaki di kota yang sama. Hari itu, 10 Nopember 1978, Yogya mengenang kembali komponis pejuang itu.
“Gugur sebagai seniman dan prajurit tanah air,” demikian kalimat di batu nisan Cornel Simanjuntak.
Karya
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Cornel Simanjuntak
- Simanjuntak
- Alfred Simanjuntak
- Daftar lagu nasional Indonesia
- Saridjah Niung
- Daftar lagu anak di Indonesia
- Tulang Belulang Tulang
- Satyalancana Kebudayaan
- Madah Kelana
- Kweekschool
- List of Indonesian national songs
- Amir Pasaribu
- Kusumanegara Heroes' Cemetery
- List of people from North Sumatra
- 1946 in music
- 2017 in public domain
- Tjitra
- Koesbini