Saridjah Niung atau lebih dikenal dengan nama Ibu Soed (26 Maret 1908 – 26 Mei 1993) adalah seorang pemusik, guru musik, pencipta lagu anak-anak, penyiar radio, dramawan, dan seniman batik Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakan Ibu Soed sangat terkenal di kalangan pendidikan Taman Kanak-Kanak Indonesia.
Latar belakang
Kemahiran
Saridjah di bidang musik, terutama bermain biola, sebagian besar dipelajari dari ayah angkatnya, Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer, seorang pensiunan Wakil Ketua Hoogerechtshof (Kejaksaan Tinggi) di Jakarta pada masa itu, yang selanjutnya menetap di Sukabumi dan mengangkatnya sebagai anak. J.F. Kramer adalah seorang indo-Belanda beribukan keturunan Jawa ningrat. Latar belakang inilah yang membuat
Saridjah dididik untuk menjadi patriotis dan mencintai bangsanya.
Saridjah lahir sebagai putri bungsu dari dua belas orang bersaudara. Ayah kandung
Saridjah adalah Mohamad
Niung, seorang pelaut asal Bugis yang menetap lama di Sukabumi kemudian menjadi pengawal J.F. Kramer. Selepas mempelajari seni suara, seni musik, dan belajar menggesek biola hingga mahir dari ayah angkatnya,
Saridjah melanjutkan sekolahnya di Hoogere Kweek School (HKS) Bandung untuk memperdalam ilmunya di bidang seni suara dan musik. Setelah tamat, ia kemudian mengajar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Dari sinilah titik tolak dasar
Saridjah untuk mulai mengarang lagu. Pada tahun 1927, ia menjadi Istri Raden Mas Bintang Soedibjo, dan ia pun kemudian dikenal dengan panggilan Ibu Soed, singkatan dari Soedibjo. Ibu Soed, ketika menciptakan lagu Nenek Moyangku seorang pelaut, terinspirasi dari ayah kandungnya yang berasal dari perantau pelaut dari Bugis.
Karier
Ibu Soed dikenal sebagai tokoh musik tiga zaman (Belanda, Jepang, dan Indonesia). Kariernya di bidang musik bahkan sudah dimulai jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Suaranya pertama kali disiarkan dari radio NIROM Jakarta periode 1927-1928.
Setelah menamatkan pendidikan di Hoogere Kweek School-Bandung, Ibu Soed kemudian menjadi guru musik di HIS Petojo, HIS Jalan Kartini, dan HIS Arjuna yang masih menggunakan Bahasa Belanda (1925-1941). Ia prihatin melihat anak-anak Indonesia yang tampak kurang gembira saat itu. Hal ini membuat Ibu Soed berpikir untuk menyenangkan mereka dengan bernyanyi lagu ceria. Didorong rasa patriotisnya, Ibu Soed ingin mengajar mereka untuk menyanyi dalam bahasa Indonesia. Dari sinilah Ibu Soed mulai menciptakan lagu-lagu yang bersifat ceria dan patriotik untuk anak-anak Indonesia.
Selain mencipta lagu, Ibu Soed juga pernah menulis naskah sandiwara dan mementaskannya. Operet Balet kanak-kanak Sumi di Gedung Kesenian Jakarta pada tahun 1955 bersama Nani Loebis Gondosapoetro sebagai penata tari dan R.A.J. Soedjasmin sebagai penata musiknya.
Saat aktif sebagai anggota organisasi Indonesia Muda tahun 1926, Ibu Soed juga membentuk grup tonil amatir yang dipentaskan untuk menggalang dana acara penginapan mahasiswa Club Indonesia. Aktivitasnya tidak hanya menonjol sebagai guru dan aktivis organisasi pemuda, tetapi juga berperan dalam berbagai siaran radio sebagai pengasuh siaran anak-anak (1927-1962).
Oleh karena reputasinya yang aktif dalam pergerakan nasional saat itu, pada tahun 1945 Ibu Soed pernah menjadi sasaran aksi penggeledahan oleh pasukan Belanda. Rumah Ibu Soed di Jalan Maluku No. 36, Jakarta, saat itu sudah dikepung oleh pasukan Belanda, namun tetangga Ibu Soed yang seorang Belanda meyakinkan mereka bahwa mereka salah sasaran, karena profesi Ibu Soed hanyalah pencipta lagu dan suaminya hanyalah pedagang. Walaupun selamat dari penggeledahan tersebut, Ibu Soed dan seorang pembantu tetap harus bersusah payah membuang pemancar radio gelap ke dalam sumur.
Sebagai pemusik yang mahir memainkan biola, Ibu Soed turut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama W.R. Supratman saat lagu itu pertama kali dikumandangkan dalam acara Sumpah Pemuda di Gedung Sumpah Pemuda, tanggal 28 Oktober 1928. Lagu-lagu patriotik yang diciptakannya diilhami peristiwa yang terjadi dalam acara bersejarah tersebut. Pada tahun-tahun perjuangan, Ibu Soed juga bersahabat dengan Cornel Simanjuntak, Ismail Marzuki, Kusbini, dan tokoh-tokoh nasionalis lain.
Ibu Soed juga dikenal piawai dalam seni batik. Atas karya dan pengabdiannya, ia menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan dari pemerintah Indonesia dan MURI.
Kontribusi pada musik Indonesia
Banyak lagu Ibu Soed yang menjadi lagu populer abadi, beberapa antara lain: Hai Becak, Burung Kutilang, dan Kupu-kupu. Ketika genting rumah sewaannya di Jalan Kramat, Jakarta, bocor, ia membuat lagu Tik Tik Bunyi Hujan. Lagu wajib nasional yang dia ciptakan adalah Berkibarlah Benderaku dan Tanah Airku. Lagu-lagunya yang lain banyak yang juga telah menjadi populer, a.l. Nenek Moyang, Lagu Gembira, Kereta Apiku, Lagu Bermain, Menanam Jagung, Pergi Belajar, Himne Kemerdekaan, dll.
Lagu-lagu Ibu Soed, menurut Pak Kasur, salah seorang rekannya yang juga tokoh pencipta lagu anak-anak, selalu mempunyai semangat patriotisme yang tinggi. Sebagai contoh, patriotisme terdengar sangat kental dalam lagu Berkibarlah Benderaku. Lagu itu diciptakan Ibu Soed setelah melihat kegigihan Jusuf Ronodipuro, seorang pimpinan kantor RRI menjelang Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947, di mana Jusuf menolak untuk menurunkan Bendera Merah Putih yang berkibar di kantor RRI, walaupun dalam ancaman senjata api pasukan Belanda.
Ibu Soed selalu menciptakan lagu khusus untuk anak-anak. Ia memperkirakan telah menciptakan lebih dari 200 lagu, walau hanya separuh yang bisa terselamatkan dan bertahan sampai sekarang. Jauh sebelum meninggal, Ibu Soed sempat mengungkapkan perasaannya yang menyayangkan bahwa lagu anak-anak sekarang telah menjadi serba komersial.
Komponis musik klasik terkemuka Ananda Sukarlan menciptakan berbagai karya virtuosik untuk piano solo berupa fantasies, variations, dan transformasi lainnya seperti toccata dari berbagai lagu Ibu Soed. Karya-karya ini sekarang dimainkan oleh banyak pianis Indonesia dan internasional di konser-konser dalam dan luar negeri, menjadi repertoire kompetisi piano nasional dan internasional, dan bahkan sudah menjadi bahan penelitian, tesis dan disertasi di berbagai universitas.
Daftar lagu ciptaan Ibu Soed
Kehidupan pribadi
Saridjah menikah dengan Raden Mas Bintang Soedibjo di bulan November 1925, dan pernikahan Ini dilangsungkan secara besar-besaran menggunakan adat Jawa di Pendapat Kabupaten Semarang. Raden Mas Bintang Soedibjo merupakan seorang bangsawan asal Semarang. Beliau merupakan putra dari Patih Semarang, Raden Mas Soedibjo, dan Raden Ayu Sapinah Notonegoro. Dari garis ibunya, Raden Mas Bintang Soedibjo juga merupakan cucu dari Bupati Kendal, Raden Mas Adipati Ario Kamal Notonegoro (memerintah 1891-1914), buyut dari Bupati Kendal, Pangeran Ario Notohamiprojo (memerintah 1857-1891), udeg-udeg (keturunan ke-6) dari Sri Susuhunan Pakubuwana III (memerintah 1749-1788), dan gantung siwur (keturunan ke-7) dari Mangkunegara I (memerintah 1757-1795). Raden Mas Bintang Soedibjo juga merupakan seorang pengusaha. Sejak menikah dengan Raden Mas Bintang Soedibjo,
Saridjah lebih dikenal dengan sebutan Ibu Soed. Pada tahun 1954, suami Ibu Soed tertimpa musibah kecelakaan pesawat BOAC di Singapura. Di usia tuanya, Ibu Soed hidup ditemani cucu dan cicitnya. Ia bertekad untuk tetap mencipta lagu dan membatik tanpa mempedulikan usia. Meskipun bukan pengusaha batik, ia ingin tetap menghargai nilai seni di balik budaya nasional tersebut. Di hari tuanya, ia juga masih gemar berolahraga jalan kaki setiap pagi sekitar tiga kilometer. Ibu Soed tutup usia pada tahun 1993, di usia 85 tahun.
Lihat pula
Daftar lagu anak di Indonesia
Daftar lagu nasional Indonesia
Catatan
Referensi