Sejarah
Cupang adalah salah satu desa di Kecamatan Gempol, Kabupaten
Cirebon, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Setiap Desa atau daerah pasti memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri yang merupakan pencerminan dari karakter dan pencirian khas tertentu dari suatu daerah. Sejarah desa atau daerah sering kali tertuang dalam dongeng- dongeng yang diwariskan secara turun temurun dari mulut ke mulutt sehingga sulit untuk dibuktikan secara fakta. Tidak jarang dongeng tersebut dihubungkan dengan mitos tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat. Dalam hal ini di Desa Cupang juga memiliki hal tersebut yang merupakan identitas dari Desa ini yang akan kami tuangkan dalam kisah-kisah dibawah ini. Desa Cupang terletak paling ujung selatan dari wilayah Kecamatan Gempol Kabupaten
Cirebon. Luasnya 192,346 ha., terdiri dari tanah pegunungan dan tanah datar sekitar kaki Gunung Ciremai. Asal mula nama CUPANG (Desa Cupang) sebagian orang mengatakan berasal dari suku kata CU dan PANG, dimana CU berasal dari kata CUKUP dan PANG berasal dari kata PANGAN. Jadi Cupang berasal dari kata CU-kup PANG-an, tetapi sebagian lagi mengatakan bahwa nama Cupang berasal/diambil dari nama ikan yaitu IKAN CUPANG (Ikan Tempele). Pada zaman dahulu di tempat yang sekarang disebut Cantilan Desa Cupang, hidup sepasang suami-istri bernama kakek dan nenek Dawud yang lebih dikenal dengan sebutan Buyut Dawud. Buyut Dawud konon berasal dari Mesir. Buyut Dawud hidup sehari-hari dari menangkap ikan dengan cara nyeser atau memasang bubu di sungai. Dari hasil tangkapan itu, Buyut Dawud hidup berkecukupan. Pada suatu hari kakek Dawud pergi ke sungai untuk mengangkat bubu (alat menangkap ikan). Bukan main tercengangnya karena tidak seperti biasanya ketika bubunya diangkat ternyata didalamnya hanya terdapat seekor ikan kecil berwarna merah, yaitu Ikan Tempele atau disebut juga Ikan Cupang. Kakek Dawud pulang, kemudian ikan kecil itu diserahkan kepada nenek Dawud. Oleh nenek Dawud ikan itu dimasukkan ke dalam kuali. Anehnya, dalam kuali itu ikan membesar sehingga memenuhi kuali, dan dalam keadaan sudah mati. Melihat kejadian itu kakek Dawud melarang ikan itu dimasak. Oleh Buyut Dawud, ikan itu selanjutnya dibungkus kain putih, dan dikubur di dekat pohon asam sebelah barat Balai Desa Cupang yang lama. Kuburan itu sekarang dikenal dengan sebutan Ki Buyut Cupang. Setelah kakek dan nenek Dawud meninggal, mereka dikubur di dekat kuburan ikan itu. Mulai saat itu, kampung tersebut dinamai Kampung CUPANG.
Asal muasal desa cupang
Berawal dari ketika
Cirebon ingin melaklukan ratu rawa lakbok. Pada saat itu ratu rawa lakbok (bangsa jin) selalu menggoda/menggagalkan syiar islam para wali. Ketika
Cirebon berurusan dengan galuh karena simpati rasa sukanya ratu rawa lakbok kepada raja galuh yakni prabu cakra ningrat akhirnya dia ikut berjuang atas tindakan para wali yang seolah-olah dianggap memaksa kehendaknya. Akhirnya berurusan antara ratu rawa lakbok dengan
Cirebon. Jadi ketika itu perang
Cirebon dengan kerajaan galuh pada awalnya perang dengan manusia karena mendapat bantuan dari ciamis yakni ratu rawa lakbok merasa tidak terima karena kekasih yang menjadi pacarnya merasa teraniaya hidupnya oleh orang
Cirebon. Akhirnya lewat dunia hitam atau alam kegelapan. Sehingga orang
Cirebon itu kesusahan akhirnya santri melapor kepada sunan gunung jati bahwa disana musuhnya bukan manusia biasa melainkan dangan bangsa siluman. Kebetulan dirumahnya sunan gunung jati ada sunan bonang. Ketika, ada laporan seperti itu bonang ikut berbicara dan memutuskan untuk ikut membantu. Setelah sunan bonang dan sunan gunung jati menggunakan kuda, sesampainya disana langsung bertemu ratu rawa lakbok. Terjadilah perang antara ratu rawa lakbok yang notabene siluman melawan sunan bonang, pada saat itu ratu rawa lakbok merasa kesusahan, akhirnya ratu rawa lakbok mengeluarkan ajian yakni ajian welang (ular) keluar dari tubuh. Ular itu menyerang sunan bonang, sedangkan, tongkat sunan bonang di lemparkan kelangit jadilah macan, Sehingga terjadinya pertarungan antara macan dan ular
Singkat cerita ular tadi kalah sehingga kembali lagi ular jadi kain dan macan jadi tongkat. Ratu rawa lakbok melarikan diri ke puncak gunung, kemudian masuk ke pancuran air sehingga tidak terlihat. Terdapat banyak ikan disana, ternyata setelah di cari disitu muncul ikan yang sangat cantik yang berbeda dengan lainnya setelah ikan itu diambil sunan bonang berkata 'jika ikan itu diambil dan bergelepuk maka itu ikan asli tapi jika tidak menggelepuk maka itu ratu rawa lakbok yang sedang menyamar. Setelah diambil ternyata ikan itu diam saja (tidak menggelepuk), sehingga jelas bahwa. ikan itu hanya ikan samarannya ratu rawa lakbok. Agar lebih jelas maka sunan
Asal muasal nama desa cupang menurut cerita zaman dahulu
Dalam versi dari (Ytb. Abiansyah), pada masa penyebaran islam di
Cirebon. Sunan Gunung Djati menugaskan kepada Ki Ageng Trusmi, Nyimas Gandasari, dan Wirapati (Bupati Indramayu). Tugas yang diberikan oleh sunan Gunung Djati yaitu membuat pondok pesantren di wilayah alas gempol, namun terdapat halangan di wilayah alas gempol, hingga dipindah tugaskan ke alas rawah lakbok
Perjalanan dimulai dan mengemban tugas masing-masing, ditengah perjalanan Nyimas Gandasari dihadang oleh Gurisrawak yang menyukai Nyimas Gandasari, namun Nyimas Gandasari menolak cinta Gurisrawak karena beliau sudah memiliki suami, kemudian mereka bertarung hingga mengakibatkan kebutaan pada Gurisrawak. Karena tidak terima balas dendamlah Gurisrawak melalui kakaknya yaitu Nyimas Roro Cupang. Kemudian Nyimas Gandasari bertemu dengan Ki Ageng Trusmi dan Sunan Bonang, kemudian Nyimas Gandasari beristirahat karena kelelahan setelah bertarung Ki Ageng Trusmi melanjutikan perjalanannya, sementara Sunan Bonang dan Nyimas Gandasari tetap beristirahat. Ditengah perjalanan, Ki Ageng Trusmi mengalami hambatan yaitu dihadang oleh Nyimas Roro Cupang yang ingin menggagalkan tujuan dari ki ageng trusmi tersebut dengan menggunakan ajian pengasihan,ki ageng trusmi terpincut oleh kecantikan nyimas roro cupang sehingga melalaikan tugas nya dan hanya ingin memadu kasih dengan nyimas roro cupang merela hampir bersenggama karena buaian cinta mereka untungnya di gagalkan oleh sunan bonang kemudian bertarunglah mereka yang pastinya di menangkan oleh sunan bonang setelah kalah dari sunan bonang nyimas roro cupang berubah wujud menjadi ikan yang cantik dan indah karena patuh kepada sunan bonang, untuk menghormati jasa dari nyimas roro cupang wilayah tersebut sunan bonang menamakan yaitu daerah cupang
·Asal muasal Batu lawang di temukan
Pembalasan dendam Kala Jonggrang dimulai, diwaktu yang bersamaan Wirapati (Bupati Indramayu) bertemu sosok yang mirip dengan Nyimas Gandasari (perwujudan dari Kala Jonggarng) yang ingin menggoda dan menggagalkan tujuan dari Bupati tersebut. Tergodalah Wirapati, sampai dia ingin melakukan perbuatan keji, kemudian digagalkan oleh Sunan Bonang, kala jonggrang mengularkan kelabang kures dari vagina nyimas gandasari yang ingin memakan wirapati akhirnya di pukulah kelabang tadi menggunakan sorban sunan bonang yang menjadi macan tutul dan kelabang tadi berubah menjadi ular welang. Setelah itu kala jonggrang berubah
Wujud aslinya. Setelah itu sunan bonang menyuruhnya untuk pergi namun karena terima akhirnya kala jonggarng bersumpah jika ada keturunan sunan bonang yang ketanah sini maka dia akan mengganggunya terus dan jika anak keturunannya perempuan dan suaminya mati terus maka berarti perempuan itu mengeluarkan kelabang disebut dengan tobrama. Karena tidak terima akhirnya sunan bonang menghajar kelabang kures yang kemudian menjadi pusaka berupa keris dan sorban sunan bonang berubah menjadi tongkat. Sunan bonang berkata kepada para santri "sebagai bentuk sejarah dan kenangan ini sudah dinamakan gunung cupang dan gunung ini akan dijadikan patilasan saya, tolong kuburkan keris ini yang kemudian diberi nama keris pangeran welang dan tongkat ini diberi nama tongkat kemulyaan." Akhimya gunung itu dibelah menjadi 2 dan dinamakan lebah lawang untuk memisahkan antara bangsa jin dan manusia, yang sekarang menjadi salah satu wisata di desa Cupang dengan nama Batu Lawang.
Sejarah wisata penamaan Batu Lawang
Sejarah Wisata Alam Batu Lawang, Batu Lawang berdasarkan tutur tinular para sepuh turun temurun dari generasi ke generasi penerusnya dikisahkan bahwa batu lawang sama dengan batu-batu pintu. Kalau kita perhatikan dan kita percaya pada alam gaib, bahwa tebing Gunung Jaya yang ada di depan itu merupakan pintu atau lawang Akhirnya dari sini pula asal mula penamaan nama Batu Lawang.
Geografi
Desa Cupang adalah salah satu desa yang berada diwilayah kerja Kecamatan Gempol, Kabupaten
Cirebon yang mempunyai luas wilayah 1.003,22 Ha, dengan jumlah penduduk pada tahun 2023 sebanyak 3.828 Jiwa, yang terbagi kedalam 2 gender, yaitu laki-laki sebanyak 1.907 Jiwa dan perempuan sebanyak 1.921 Jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak 1.226 KK, dan Kepadatan penduduk sebanyak 1.993,75 per KM2.
Batas-batas administrative Desa Cupang, Kecamatan Gempol adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Ciwaringin, Kecamatan
Sebelah Timur : Desa Cikeusal, Kecamatan Gempol
Sebelah Selatan : Desa Kedongdong Kidul, Kecamatan Dukupuntang
Sebelah Barat : Desa Walahar, Kecamatan Gempol
Demografi
Jumlah penduduk Desa Cupang adalah 3828 (laki-laki : 1907 orang dan perempuan : 1921 orang) dengan jumlah KK (Kepala Keluarga) sebanyak 1.226 KK, dengan kepadatan penduduk 199 per kilometer. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok adalah: petani sebanyak 190 orang, buruh tani sebanyak 738 orang, PNS sebanyak 11 orang, pengrajin industri rumah tangga sebanyak 5 orang, pedagang keliling sebanyak 7 orang, peternak sebanyak 130 orang, pensiunan PNS sebanyak 5 orang, dukun kampung terlatih sebanyak 2 orang, karyawan perusahaan swasta 129 orang, dan karyawan perusahaan pemerintah sebanyak 1 orang. Jumlah kelahiran dan kematian di Desa Cupang setiap tahunnya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan tingkat mobilitas penduduk ke luar desa yang cukup tinggi. Jumlah kepadatan penduduk di desa ini adalah 199/km2 .
Iklim
Curah hujan di Desa Cupang 85 Mm dengan suhu rata-rata hariannya adalah 30 °C. Desa ini berada di ketinggian 185 mdl dari permukaan laut dan wilayahnya merupakan dataran tinggi. Jarak dari Kecamatan Gempol ke Desa Cupang sekitar 10 Km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor memerlukan waktu 30 menit. Sedangkan jarak ke Ibu Kota Propinsi Jawa Barat yaitu Bandung sekitar 130 kilometer dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor kira-kira memerlukan waktu 5 jam. Desa ini memiliki tingkat kemiringan tanah 45º, tingkat erosi tanah ringan sebesar 250 ha, tingkat erosi sedang sebesar 100 ha/ m2 , luas tanah erosi berat 50 ha/m2 , dan luas tanah yang tidak ada erosi 152 ha.
Pendidikan
Data sarana dan prasarana Pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5, sebagai berikut:
Potensi Sumber Daya Alam
Pertanian Jumlah keluarga yang memiliki lahan pertanian sebanyak 245 keluarga, dan yang tidak memiliki lahan pertanian sebanyak 670 keluarga. Berikut rincian keluarga yang memiliki lahan pertanian: 1) Memiliki kurang dari 10 ha : 32 keluarga 2) Memiliki 10-50 ha : 0 keluarga 3) Memiliki lebih dari 50 -100ha : 0 keluarga Komoditas tanaman pangan yang ditanam di desa ini, diantara adalah padi sawah, padi ladang, ubi kayu, kacang-kacangan dll sedangkan jenis komoditas buah-buahan didominasi oleh pisang, rambutan, durian. Pemasaran hasil perkebunan dijual melalui tengkulak
Kehutanan Luas lahan menurut pemilikan Perhutani atau instansi sektoral sebanyak 749,250 ha. Dampak yang timbul dari pengolahan hutan diantaranya adalah longsor atau erosi, kerusakan biota atau plasma nufta hutan, kemusnahan flora, fauna dan satwa langka, hilangnya sumber mata air, kebakaran hutan, terjadinya kekeringan, berubahnya fungsi hutan, terjadinya lahan kritis, hilangnya daerah tangkapan air, dan musnahnya habitat binatang hutan.
Peternakan Jenis populasi ternak di Desa Cupang diantaranya sapi dengan jumlah pemilik 4 orang dan perkiraan jumlah populasi 15 ekor. Kerbau dengan jumlah pemilik 15 orang dan perkiraan jumlah populasi 160 ekor. Ayam kampung dengan jumlah pemilik 500 orang dan perkiraan jumlah populasi sebanyak 6000 ekor. Terakhir domba dengan jumlah pemilik 10 orang dan perkiraan jumlah populasi 100 ekor. Kambing dengan jumlah pemilik 150 orang dan perkiraan jumlah populasi 1500 ekor.
. Sumber Daya Air Sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh penduduk Desa Cupang adalah 5 unit mata air yang dimanfaatkan oleh 1228 KK, dan1 unit depot isi ulang yang dimanfaatkan oleh 500 KK. Sedangkan jumlah sungai yang terdapat di Desa Cupang berjumlah 211 buah dengan kondisi sebagai berikut: 1) Pendangkalan/ pengendapan lumpur tinggi, 2) Keruh, 3) Jernih dan tidak tercemar, dan 4) Berkurangnya biota sungai, 5) Kering
Kehidupan Beragama
Penduduk Desa Cupang yang menganut agama Islam sebanyak 3828 orang dengan etnis Sunda sebanyak 3828. Di desa ini terdapat 1 masjid jami dan 10 mushala/langgar/surau yang digunakan untuk beribadah dan mengadakan kegiatan keagamaan. Kehidupan beragama desa ini juga tercermin dalam kegiatan keagamaan lain berupa peringatan maulid/ kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. yang biasa disebut dengan muludan, acara tersebut biasa dilakukan di masjid atau mushala dan diisi dengan pembacaan ayat-ayat Al�Qur‟an, ceramah, serta bazanjian (pembacaan kitab barzanji) yang berisi bacaan shalawat. Selain itu tradisi mingonan masih dilakukan di desa ini, tradisi ini berupa pengajian yang biasa dilakukan setiap seminggu sekali di masjid atau mushala yang terdapat di tiap blok
Kehidupan Sosial
Masyarakat Desa Cupang kebanyakan memeluk agama Islam, namun dalam hal tersebut ada sebagian masyarakat yang menjalankan sistem kepercayaan lain misalnya: menyediakan sesajen (ngukus) ketika hendak panen padi, tujuannya adalah agar hasil panen mereka melimpah dan tidak gagal. Dalam kehidupan lainnya masyarakat Desa Cupang masih melaksanakan upacara yang menyangkut daur hidup manusia, seperti upacara perkawinan, upacara kehamilan, upacara kelahiran, dan upacara kematian
Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana di desa ini meliputi berbagai aspek, yaitu aspek pemerintahan, pendidikan, dan kesehatan. Untuk aspek pemerintahan desa ini memiliki balai desa yang terletak di Desa Cupang, di daerah ini juga terdapat gedung serbaguna yang biasa dimanfaatkan warga untuk melakukan kegiatan olahraga dan pertemuan penting antar aparat desa dengan seluruh masyarakat dalam kegiatan penyuluhan dan hal penting lainnya
Dalam bidang pendidikan, desa ini hanya memiliki 1 unit sekolah dasar dan 1 unit MI (Madrasah Ibtidaiyah), di desa ini sudah didirikan gedung PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang sudah berjalan selama satu tahun. Dalam bidang kesehatan, desa ini hanya memiliki 1 unit POLINDES yang terletak di Desa Cupang, 2 unit dokter praktek dan 1 unit bidan praktek.
Pariwisata
Batu Lawang
Sejarah Wisata Alam Batu Lawang, Batu Lawang berdasarkan tutur tinular para sepuh turun temurun dari generasi ke generasi penerusnya dikisahkan bahwa batu lawang sama dengan batu-batu pintu. Kalau kita perhatikan dan kita percaya pada alam gaib, bahwa tebing Gunung Jaya yang ada di depan itu merupakan pintu atau lawang Akhirnya dari sini pula asal mula penamaan nama Batu Lawang
Batu lawang merupakan salah satu destinasi wisata kebanggaan masyarakat
Cirebon Wisata Batu Lawang ini mampu menyajikan hamparan ke indahan dibalik ketinggiannya yang mempesona. Batu lawang memiliki arti "Batu Pintu" namun bukan dalam arti berbentuk pintu. melainkan gunung batu yang terbelah secara alami dan dapat dilewati oleh kita atau lawang
Kritik Dan Saran
Buat kritik dan saran bisa di isi lewat barcode di bawah ini
Pranala luar
(Indonesia) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau tahun 2021
(Indonesia) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
(Indonesia) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan