Ketua Umum, biasa disebut juga Sekretaris Jendral
Partai Komunis Indonesia, adalah jabatan tertinggi dalam hierarki kepemimpinan
Partai Komunis Indonesia.
Pada masa kolonial Belanda, jabatan tertinggi dalam struktur kepemimpinan
Partai Komunis Indonesia masih menggunakan bahasa Belanda, yaitu hoofdbestuur. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, jabatan ini berubah menjadi
Ketua Umum/Sekretaris Jendral Komite Sentral
Partai Komunis Indonesia.
Partai Komunis Indonesia yang aktif pada masa kolonial Hindia Belanda awalnya bernama Perserikatan Kommunist Hindia (PKH), yang terbentuk pada tahun 1920. Nama
Partai Komunis Indonesia akhirnya digunakan pada tahun 1924. PKI yang aktif pada masa kolonial Belanda menjadi organisasi ilegal pada awal tahun 1926, dan dilumpuhkan total pada tahun 1927 setelah pemberontakan yang terjadi di Jawa dan Sumatra tahun 1926-1927.
Musso kembali ke
Indonesia secara diam diam pada tahun 1935, tepatnya di Surabaya, dimana ia mendirikan PKI Bawah Tanah dan mencari kembali jaringan-jaringan
Komunis yang masih ada. Namun sayang pergerakan ini diketahui dan tokoh-tokohnya berhasil ditangkap oleh pemerintah, salah satunya adalah Pamudji.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, PKI dihidupkan kembali oleh Moh. Jusuf. Namun, akibat pecahnya Pemberontakan PKI Cirebon 1946, ia dicopot dari jabatan
Ketua Umum dan digantikan oleh Sardjono yang dahulu pernah menjadi
Ketua. PKI pimpinan Sardjono akan bertahan hingga pembersihan elemen kiri di Jawa pasca Pemberontakan PKI 1948. Pada awal Juli 1950, Alimin diangkat menjadi
Ketua Umum setelah dua tahun kekosongan kepemimpinan. PKI yang dipimpin Alimin adalah benih dari PKI yang akan terus aktif hingga dibubarkannya pada tahun 1966 oleh Suharto.
Hubungan PKI legal dan PKI ilegal
Setelah Pamudji dieksekusi pada tahun 1944, tokoh-tokoh PKI memilih untuk kembali bergerak dibawah tanah dan memilih untuk tidak naik ke permukaan dihari hari awal setelah proklamasi. Dimasa ini terdapat pemimpin yang cukup menonjol sebagai representasi dari pimpinan pergerakan PKI, yaitu Widarta dan Wikana. Namun kepemimpinan mereka juga memiliki banyak kendala, mulai dari komunikasi yang susah hingga masih tersebarnya tokoh-tokoh
Komunis di banyak tempat. Kepemimpinan PKI dibawah Widarta akhirnya hancur akibat kegagalan Gabungan Badan Perjuangan Tiga Daerah (GBP3D) di Karesidenan Pekalongan setelah TKR menyerbu dan merebut kembali karesidenan tersebut.
Kepemimpinan diatas tanah baru muncul pada 21 Oktober 1945 di bawah Mr. Mohamad Jusuf. Namun kepemimpinannya dianggap bukan merupakan suksesor yang sah dari PKI ilegal. Maka dari itu Sardjono sebagai tokoh PKI 1926 menyingkirkan Djoesoef setelah pemberontakan di Cirebon. Tokoh PKI Ilegal sebagian bergabung dengan PKI legal pimpinan Sardjono. Namun sebagian dianggap bertentangan dengan haluan
Partai legal, seperti Widarta. Ia "diadili" oleh kelompok PKI legal akibat dianggap memecah belah
Partai dan berkerjasama dengan golongan Murba, lawan politik PKI saat itu. Widarta sebagai sisa pimpinan terakhir PKI ilegal akhirnya ditangkap oleh kelompok PKI legal di Yogyakarta dan dieksekusi pada akhir tahun 1947.
Sudisman memimpin sisa-sisa PKI
Sudisman tidak pernah diangkat sebagai
Ketua Umum/sekretaris Jendral yang sah untuk melanjutkan kepemimpinan
Partai. Berita mengenai eksekusi D.N. Aidit saat itu yang merupakan Sekretaris Jendral yang sah, membuat dirinya memutuskan untuk melanjutkan kepemimpinan
Partai secara sepihak, hingga akhirnya ia ditangkap pada Desember 1966. Penangkapannya menandai berakhirnya kepemimpinan
Partai seluruhnya dan kehancuran total atas PKI.
Referensi