PT
Delta Dunia Makmur Tbk (atau disingkat
Delta Dunia saja) adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: DOID) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di anak usahanya yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan batu bara. Berkantor pusat di Pacific Century Place, Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta, perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya.
Manajemen
Komisaris Utama/Independen: Hamid Awaluddin
Komisaris Independen: Nurdin Zainal
Komisaris Independen: Peter John Chambers
Komisaris: Ashish Gupta
Komisaris: Sunata Tjiterosampurno
Direktur Utama: Ronald Sutardja
Direktur: Una Lindasari
Direktur: Ariani Vidya Sofjan
Kepemilikan
Northstar Tambang Persada Pte. Ltd.: 37,86%
Publik: 62,14%
Anak usaha
PT Bukit
Makmur Mandiri Utama
BUMA Australia Pty. Ltd.
PT Banyubiru Sakti
PT Pulau Mutiara Persada
PT Bukit
Makmur Mandiri Utama (BUMA) merupakan anak usaha utama perusahaan. BUMA menjalankan kegiatan usaha yang terstruktur dan terintegrasi dan
mencakup seluruh spektrum produksi pertambangan, mulai dari survei tambang, perencanaan tambang, pengupasan lapisan tanah, hingga reklamasi dan rehabilitasi lahan. BUMA beroperasi dengan didukung oleh lebih dari 14.000 tenaga kerja dan 2.900 mesin dan alat tambang. Pelanggannya seperti Berau Coal Energy, Adaro Indonesia, Bayan Resources, dan BHP Mitsubishi Alliance yang tersebar di Indonesia dan Australia.
Sejarah
= Perusahaan garmen
=
Perusahaan didirikan dengan nama PT Daeyu Poleko Indonesia pada 26 November 1990 dan mulai beroperasi di tahun 1992. Mulanya, perusahaan ini merupakan produsen garmen yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat, hasil patungan dari Poleko Group (perusahaan milik keluarga Baramuli) dan Daeyu, sebuah perusahaan garmen asal Korea Selatan. Perusahaan yang dibangun dengan investasi US$ 2 miliar ini memiliki status penanaman modal asing dengan produk utamanya adalah garmen seperti sweater yang 90%-nya diekspor. Daeyu pada 1995 memiliki 28,6% saham di Daeyu Poleko, yang kemudian menjadi 36,45% pada 1996. Pada tanggal 14 Mei 1998, status penanaman modal asing diganti menjadi penanaman modal dalam negeri.
Tiga tahun kemudian, di tanggal 15 Juni 2001, perusahaan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dengan melepas 72 juta sahamnya, yang ditawarkan dengan harga Rp 150. Pada tahun tersebut, perusahaan telah berganti nama menjadi PT Daeyu Orchid Indonesia. Daeyu Orchid kemudian memiliki anak usaha bernama PT Orchid Beautiful Garment Indonesia yang sebelumnya juga dimiliki oleh Poleko Group. Anggota keluarga Baramuli juga sempat masih tercatat dalam kepemimpinan perusahaan. Belakangan, di bulan Maret 2003, anak usaha Daeyu Orchid, PT Orchid Beautiful dilepas. Kemudian, pada rights issue pada Juli-Agustus 2004, masuklah pemodal baru, yaitu PT Dipankara Abadi dalam transaksi senilai Rp 56,5 miliar ini. Kemudian, 77,32% dana hasil rights issue digunakan bagi akuisisi PT
Delta Merlin Sandang Tekstil yang berbasis di Jl. Raya Solo-Sragen, Sragen, Jawa Tengah.
Delta Merlin sendiri merupakan perusahaan yang telah beroperasi sejak 2001 dan awalnya dimiliki oleh Sumitro, pendiri Duniatex. Pada saat yang sama, juga dilakukan pemindahan kantor pusat dari Jakarta ke Sragen, sesuai kantor pusat anak usahanya. Inilah proses yang bisa dibilang sebagai backdoor listing pertama yang melibatkan perusahaan ini.
Pada tanggal 12 Oktober 2005, nama perusahaan diganti lagi menjadi PT
Delta Dunia Petroindo Tbk, yang diiringi perluasan usaha ke bidang perindustrian, perdagangan, pertambangan, pengangkutan darat dan jasa dari sebelumnya hanya produksi garmen/tekstil, walaupun usaha utamanya sebenarnya masih pada bidang tersebut. Perusahaan mencatatkan laba bersih Rp 1,7 miliar dan aset Rp 1,2 triliun pada 2005, dan laba bersihnya kemudian naik menjadi Rp 2,23 miliar pada 2006. Kepemilikan saham perusahaan ini pada 2006 dikuasai oleh PT Texta Indonesia (81,94%), sisanya publik. Diperkirakan, masih ada hubungan pengendalian antara Duniatex dan perusahaan ini. Pada tahun 2006, kepemilikan saham
Delta Dunia Petroindo di anak usaha utamanya, PT
Delta Merlin, terdilusi menjadi 76,31%, dan belakangan lenyap pasca dilepas seluruhnya di tanggal 26 Desember 2007 kepada PT
Delta Dunia Textile yang dimiliki Duniatex.
= Perusahaan properti
=
Pada tahun 2008, PT
Delta Dunia Petroindo Tbk memutuskan banting setir ke bisnis properti dengan mengakuisisi PT Margamas Griya Realty, PT Nusamakmur Ciptasarana dan PT Sanurhasta Mitra sebanyak 99%, yang beroperasi di Bali, Surabaya dan Balikpapan. Nama perusahaan kemudian diubah lagi ke PT
Delta Dunia Property Tbk di tanggal 5 Agustus 2008, dengan kantor pusatnya kini kembali ke Jakarta. Namun, kepemilikan perusahaan tetap berada di tangan PT Texta Indonesia pada akhir 2008. Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), kemudian masuklah nama Benny Wirawansa dalam jajaran komisaris. Ia dianggap merupakan tokoh utama dalam perusahaan ini.
Pada tahun 2009, komposisi kepemilikan perusahaan kembali mengalami perubahan, menjadi Benny 26,09%, Edy Suwarno sebanyak 7,52% dan PT Texta Indonesia sebanyak 49,02%, yang kemudian ketiganya mengalihkan kepemilikannya ke Lion Trust, Amicorp Trustees dan Credence Trust di tanggal 10 September 2009. Belakangan, tiga pemegang saham tersebut, dengan kepemilikan 88,36% perusahaan ini kemudian melepas seluruh sahamnya kepada Northstar Tambang Persada Pte. Ltd. dan sisanya ke publik/pembeli lain (di bawah 5%) dalam transaksi senilai Rp 8,264 triliun. Northstar membeli sekitar 40% saham dengan harga US$ 350 juta. Northstar adalah perusahaan yang dikomandoi oleh Patrick Walujo. Sebelum transaksi penjualan ke Northstar dilakukan, manajemen sebenarnya sudah menargetkan akan terjun ke bisnis batu bara lewat rencana akuisisi 3 perusahaan kontraktor batu bara. Namun, akhirnya hanya PT Bukit
Makmur Mandiri Utama yang berniat diakuisisi, dengan total transaksi Rp 5,5 triliun. Rupanya, Bukit
Makmur sejak 2008 sudah dikuasai oleh Patrick Walujo juga setelah diakuisisinya dari Jimmy Budiarto. Maka, kemudian diakuisisilah perusahaan itu, yang berarti menjadikan perusahaan ini dijadikan alat backdoor listing untuk yang ketiga kalinya, yang transaksinya selesai pada 6 November 2009.
= Perusahaan batu bara
=
Bukit
Makmur Mandiri Utama merupakan perusahaan kontraktor tambang terbesar kedua yang melayani sejumlah perusahaan tambang besar sejak didirikan pada 1998. Perusahaan yang kemudian Patrick Walujo juga duduk dalam dewan komisarisnya ini, sebelumnya sejak 16 Oktober 2009 telah mengganti namanya dari PT
Delta Dunia Property Tbk menjadi PT
Delta Dunia Makmur Tbk. Fokus bisnis utama perusahaan kemudian juga menjadi pertambangan, perdagangan dan pembangunan. Kemudian,
Delta Dunia Makmur melakukan divestasi terhadap seluruh anak usahanya yang bergerak di bidang properti pada tahun 2010. Pasca terjun ke bisnis batu bara, tercatat pendapatan perusahaan naik dari Rp 2,7 triliun dari Rp 661 miliar dan untung Rp 206,9 miliar dari merugi Rp 1,8 miliar pada kuartal pertama 2010 dan 2009. Meskipun demikian, akibat tergantung harga komoditas, belanja modal yang besar dan berusaha menyelesaikan pinjaman US$ 825 juta (yang diperoleh anak usahanya PT Bukit
Makmur) yang kemudian berbunga, maka perusahaan ini cenderung kurang bagus kinerjanya dan sering merugi secara tahunan, dari 2009-2011.
Untuk memperluas usahanya, pada tahun 2010,
Delta Dunia Makmur sempat merencanakan akan mengakuisisi PT Berau Coal Energy, dan mengalihkan kepemilikannya ke Recapital Group, namun gagal. Perusahaan yang menambang 13,2 juta ton batu bara hingga Mei 2011 dan 35 juta ton di akhir 2010 ini kemudian melanjutkan akuisisinya pada Oktober 2012 di dua perusahaan tambang batu bara yang belum berproduksi yaitu PT Banyu Biru Sakti dan PT Pulau Mutiara Persada senilai Rp 162 milyar. Kedua perusahaan ini memiliki konsesi 11.000 ha di Kalimantan Timur dan Jambi. Perusahaan sebelumnya juga melakukan rights issue kembali di Juni 2011, sebesar Rp 1,2 triliun (Rp 900/lembar dan 1,36 miliar saham). Namun, rights issue ini tidak mengubah kepemilikan, karena Northstar masih mengeksekusi kepemilikannya dan nantinya tetap memegang sekitar 40%. Dari awalnya dana transaksi tersebut mayoritas untuk belanja modal, manajemen perusahaan memilih menggunakan mayoritasnya untuk membayar utang PT Bukit
Makmur Mandiri Utama. Walaupun masih merugi, di tahun 2014, perusahaan menargetkan kontrak baru dan membeli alat berat pertambangan baru senilai US$ 32,8 juta. Menghadapi penurunan industri batu bara di pertengahan 2015,
Delta Dunia Makmur juga merencanakan terjun ke pertambangan emas. Akhirnya, di tahun 2016, perusahaan yang beraset US$ 882,27 juta ini bisa meraih untung US$ 37,09 juta. Peningkatan harga batu bara mendorong perolehan tersebut. Keadaan tersebut juga sempat menaikkan harga sahamnya di pasar modal.
Perluasan usaha pada tahun 2017 kembali direncanakan, dengan berniat terjun ke energi terbarukan dan menanamkan investasi di sejumlah perusahaan tambang batu bara. Meskipun demikian, usaha selain kontraktor tambang berupa kepemilikan lahan tambang di anak usahanya rupanya tidak dieksplorasi seiring penurunan harga komoditas global, sehingga ketika Izin Usaha Pertambangan-nya berakhir, kemudian dikembalikan ke negara. Laba perusahaan juga pada tahun 2019 mengalami penurunan 72% menjadi US$ 20,48 juta dari setahun sebelumnya US$ 75,64 juta. Sempat ada rumor bahwa perusahaan ini akan dijual Northstar kepada Indika Energy Tbk, Adaro Energy Tbk, PT Tiara Marga Trakindo dan sebuah perusahaan asing (China Investment Corporation) karena lebih banyak merugi, namun hal itu kemudian tidak terbukti. Pada tahun 2019, perusahaan mencatatkan penambangan 50 juta ton batu bara, naik dari 32,8 juta ton pada 2009 dan merupakan yang tertinggi sebelum turun kembali pada 2020.
Pada tahun 2021, anak usaha perusahaan, PT Bukit
Makmur Mandiri Utama, mengakuisisi sebuah kontraktor tambang Australia, Open Cut Mining East (yang memiliki kapasitas produksi 160 juta ton di Queensland dan merupakan divisi dari Downer EDI Ltd.) seharga Rp 1,57 triliun. Pada tahun 2022, tercatat Open Cut berhasil meraih kontrak baru Rp 5,7 triliun. Kemudian, di tahun yang sama (November 2021), akuisisi juga dilakukan pada 51% saham Indokal Limited dari Asiamet Resources Limited senilai US$ 50 juta atau setara Rp 710 miliar yang memiliki kontrak penambangan dan eksplorasi tembaga di Kalimantan Tengah. 15,36% saham Asiamet (yang berbasis di London juga diakuisisi seharga US$ 9,32 juta. Baru-baru ini juga, pada 7 Maret 2022-6 Juni 2022, perusahaan melakukan buyback sahamnya senilai Rp 473,55 miliar. Pada akhir 2021, perusahaan mencatatkan laba US$ 280,54 ribu, pendapatan US$ 910,54 juta dan aset US$ 1,635 miliar. Karyawan perusahaan mencapai 15.555 orang pada 2021, naik dari 10.755 orang pada 2020.
Rujukan
Pranala luar
Situs resmi