Untuk nama bandara, lihat: Bandar Udara
Depati Amir.
Untuk nama stadion, lihat: Stadion
Depati Amir.
Depati Amir (lahir di Mendara, Bangka, 1805 - meninggal di Air Mata, Kota Lama, Kupang, Nusa Tenggara Timur, 28 September 1869) merupakan salah satu pahlawan nasional dari Bangka. Semangat kepahlawanannya menggema hampir di seluruh Pulau Bangka.
Depati Amir aktif melawan penjajahan Belanda di Bangka yang saat itu memiliki kepentingan terhadap aktivitas tambang timah. Karena perlawanannya dinilai merugikan aktivitas tambang mereka, akhirnya ia diasingkan ke Air Mata, Kota Lama, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Namanya kini diabadikan di Bandar Udara
Depati Amir dan Stadion
Depati Amir, Pangkal Pinang. Pada tahun 2018, bersama lima tokoh lainnya, ia dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Kehidupan
Depati Amir adalah seorang putra dari bangsawan Bangka yang bernama
Depati Bahrin. Sebelum mendapat gelar
Depati,
Amir telah menjadi tokoh berpengaruh di Bangka.
Amir pernah memimpin masyarakat untuk menumpas perompak di sekitar perairan Bangka. Pada tahun 1830,
Amir diangkat menjadi
Depati.
Depati merupakan gelar yang mulanya diberikan oleh Kesultanan Palembang untuk seorang kepala sebuah atau beberapa kampung.
Depati Bahrin sebelumnya memimpin Kampung Mendara dan Mentadai. Namun, gelar ini ditolak
Amir lantaran keinginannya untuk menjadi rakyat biasa. Walau begitu,
Amir tetap mempunyai pengaruh yang besar di Bangka.
Perjuangan
= Bangka
=
Perjuangan
Depati Amir bermula dari urusan keluarganya dengan Belanda. Saat itu, Belanda mulai membuat parit-parit tambang timah di Pulau Bangka dan berkonsi dengan
Depati Bahrin untuk mengeruk timah di tanah miliknya. Namun, Belanda tidak memenuhi kewajibannya untuk membayarkan hasil tambangnya. Hal itu menyulut
Depati Amir mengajukan tuntutan kepada perusahan Belanda tersebut dan mendapat dukungan dari masyarakat Bangka.
Tuntutan
Depati Amir terdengar oleh Residen Belanda untuk Bangka yang bernama F. van Olden. Residen tersebut menilai bahwa tindakan
Depati Amir dapat menyulut pergolakan di Bangka. Lalu, Pemerintah Belanda mengutus pejabat-pejabat penting untuk menangkapnya. Namun, usaha tersesbut gagal.
Depati Amir semakin mendapat dukungan masyarakat yang selama ini telah dipekerjakan oleh Belanda, baik dari kalangan Melayu Bangka maupun Tionghoa Bangka. Dukungan juga datang dari para pemimpin lokal yang juga merasa dirugikan akibat kehadiran Belanda. Akibat dukungan-dukungan ini,
Depati Amir mendapat bantuan senjata baik dari lokal maupun dari Singapura. Perlawanan
Depati Amir meluas di sepanjang pesisir timur Bangka.
= Pengasingan
=
Pada 7 Januari 1851,
Depati Amir berhasil ditangkap oleh Belanda. Penangkapan itu dapat terjadi karena Belanda berhasil menyuap 7 orang panglima dan 36 pasukan
Depati Amir yang sedang kesulitan logistik.
Amir tertangkap dalam kondisi sakit.
Pada 11 Februari 1851,
Depati Amir dikirim ke tempat pengasingan di Kupang, Timor. Walau dalam pengasingan, perjuangan
Depati Amir melawan Belanda tidak juga padam. Bersama adiknya, Hamzah atau dikenal juga sebagai Cing, ia menjadi penasihat bagi raja-raja di Timor dan juga turut aktif menyebarkan agama Islam di Pulau Timor.
Pahlawan Nasional
Pada tanggal 8 November 2018, Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Ir. Joko Widodo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dengan diterbitkannya Keppres No 123/TK/Tahun 2018, tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Referensi