Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah. Gejala-gejala
Disentri antara lain adalah:
Buang air besar dengan tinja berdarah
Diare encer dengan volume sedikit
Buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus)
Nyeri saat buang air besar (tenesmus)
Etiologi
Bakteri (Disentri basiler)
Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (±60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella).
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Salmonella
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun
Patofisiologi
Referensi:
Transmisi: fecal-oral, melalui: makanan / air yang terkontaminasi, kontak dari orang ke orang.
=
Shigella dan EIEC
MO --> kolonisasi di ileum terminalis/kolon, terutama kolon distal --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> multiplikasi --> penyebaran intrasel dan intersel --> produksi enterotoksin --> ↑ cAMP --> hipersekresi usus (diare cair, diare sekresi).--> produksi eksotoksin (Shiga toxin) --> sitotoksik --> infiltrasi sel radang --> nekrosis sel epitel mukosa --> ulkus-ulkus kecil --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus --> tinja bercampur darah.--> invasi ke lamina propia --> bakteremia (terutama pada infeksi S.dysenteriae serotype 1)
Salmonella
MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> sintesis Prostaglandin --> produksi heat-labile cholera-like enterotoksin --> invasi ke Plak Peyeri --> penyebaran ke KGB mesenterium -->hipertrofi --> penurunan aliran darah ke mukosa --> nekrosis mukosa --> ulkus menggaung --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja bercampur darah.
Campylobacter jejuni
MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> Prostaglandin --> produksi heat-stabile cholera-like enterotoksin --> produksi sitotoksin --> nekrosis mukosa --> ulkus --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja bercampur darah.--> masuk ke sirkulasi (bakteremia).
=
Bentuk histolitika (trofozoit) --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> produksi enzim histolisin nekrosis jaringan mukosa usus --> invasi ke jaringan submukosa --> ulkus amoeba --> ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa --> kerusakan permukaan absorpsi malabsorpsi --> ↑ massa intraluminal --> tekanan osmotik intraluminal --> diare osmotik.
= Komplikasi
=
Referensi:
Dehidrasi
Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia
Kejang
Kehilangan protein enteropati
Sepsis dan DIC
Sindroma Hemolitik Uremik
Malnutrisi/malabsorpsi
Hipoglikemia
Prolapsus rektum
Arthritis reaktif
Sindroma Guillain-Barre
Ameboma
Megakolon toksik
Perforasi lokal
Peritonitis
Diagnosis
Referensi:
Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui agen penyebab sering kali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
Pemeriksaan tinja
Makroskopis: suatu
Disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja
Benzidin test
Mikroskopis: leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
Biakan tinja:
Media: agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
Pemeriksaan darah rutin: leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat ditemukan leukopenia.
= Simtoma klinis
=
Disentri basiler
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada
Disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik.
Muntah-muntah.
Anoreksia.
Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Disentri amoeba
Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada
Disentri basiler (≤10x/hari)
Sakit perut hebat (kolik)
Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
Penanganan
Referensi:
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak kelihatan toksik, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi
Disentri:
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit.
b. Diet
c. Antibiotika
d. Sanitasi
Ad. a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan
Disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
Ad. b. Diet
Anak dengan
Disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi.
Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan
Disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi.
Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng oral8,9.
Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit.
Ad. c. Antibiotika
• Anak dengan
Disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO): Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
• Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol dibandingkan plasebo10.
• Alternatif yang dapat diberikan:
o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM
o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll.
Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
• Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi:
o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja.
o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
Disentri basiler.
• Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.
Bila
Disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
Ad. d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
Referensi dan pranala luar
Sigelosis (
Disentri Basiler)