Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan, atau persatuan serta menyebabkan perpecahan. Kebalikan dari
Disintegrasi, Integrasi berarti penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh.
Disintegrasi berbentuk aksi demonstrasi, pergolakan daerah bagi mereka yang merasakan adanya diskriminasi, aksi kriminalitas yang tak terkendali, perilaku remaja yang menyimpang, serta konflik yang melibatkan isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Permasalahan tersebut dapat menimbulkan
Disintegrasi bangsa yang ditandai dengan hilangnya nasionalisme pada jiwa masyarakat sehingga menyebabkan kerusuhan dan disharmonisasi.
Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang antara lain:
Tidak adanya persamaan pandangan (persepsi) antara anggota masyarakat mengenai tujuan yang semula dijadikan patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.
Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.
Kerap kali terjadi pertentangan antara norma-norma yang ada di dalam masyarakat.
Nilai-nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan baik dan maksimal sebagaimana mestinya.
Tidak adanya konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang ada di masyarakat.
Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun kelompok, perang urat saraf, dan seterusnya.
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut:
Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.
Contoh Disintegrasi bangsa di Indonesia
Contoh kasus
Disintegrasi pasca kemerdekaan Republik Indonesia adalah lepasnya Timor Timur, hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari negara kesatuan Republik Indonesia serta pergolakan daerah seperti yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam, Irian Jaya, Maluku dan Riau. Pergolakan daerah yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan ancaman bagi NKRI yaitu kemungkinan lepasnya wilayah-wilayah tersebut dari Bumi Pertiwi.
Permasalahan
Disintegrasi disebabkan oleh banyak aspek seperti ekonomi, pendidikan, agama, hukum, pembangunan, dan politik. Disntegrasi terjadi di berbagai lapisan kehidupan masyarakat di Indonesia baik yang melibatkan kelompok ataupun organisasi kemasyarakatan dari lingkup yang kecil hingga besar. Contoh
Disintegrasi yang paling umum adalah terjadinya tawuran antar pelajar, tawuran antar anggota masyarakat, perselisihan yang terjadi antar wilayah desa, serta perselisihan akibat perbedaan pendapat.
Salah satu contoh
Disintegrasi bangsa yang diakibatkan oleh kecemburuan sosial Indonesia yaitu masyarakat papua yang merasa pemerintah pusat hanya mengeksploitasi lingkungan mereka tanpa berusaha meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Ketidakpuasan terhadap pemerintah itulah yang memicu gerakan separatis Papua Merdeka. Peristiwa di Papua terjadi di juga di Maluku yang muncul gerakan-gerakan separatis sebagai akibat kecemburuan sosial masyarakat Papua dan Maluku ketika melihat kondisi sosial ekonomi di pulau Jawa terutama di pusat pemerintahan.
Peristiwa pemberontakan PKI di Madiun merupakan gambar
Disintegrasi sosial yang disebabkan oleh masalah politik di Indonesia. Pemberontakan ini berawal dari adanya penandatanganan Perjanjian Renville oleh Amir Syarifuddin yang waktu itu menjabat sebagai pimpinan kabinet. Namun karena perjanjian itu dirasa merugikan bangsa Indonesia, Presiden Soekarno mencabut mandatnya dari Amir Syarifuddin pada 28 Juni 1948. Setelah itu, presiden membentuk kabinet baru yang diketuai oleh Muhammad Hatta. Rasa tidak puas inilah yang membuat Amir Syarifuddin bekerjasama dengan Muso membentuk PDR (Partai Demokrasi Rakyat) dengan tujuan menentang kabinet Hatta.
Lihat pula
Integrasi
Reintegrasi
Unifikasi, keadaan di mana sebuah daerah yang tidak pernah bergabung melebur menjadi satu negara.
Disunifikasi
Reunifikasi
Referensi