Festival Lagu Populer Indonesia (disebut pula
Festival Lagu Populer Tingkat Nasional atau FLPTN) adalah
Festival musik tahunan
Indonesia yang dimulai pelaksanaannya sejak tahun 1973 hingga 1991. Tujuan diadakannya lomba cipta
Lagu ini adalah untuk mencari
Lagu yang akan mewakili
Indonesia di ajang World Popular Song
Festival,
Festival Lagu bertaraf Internasional yang diadakan di Tokyo, Jepang.
Sejarah
Indonesia sendiri sudah berpartisipasi di ajang internasional World Pop Song
Festival (WPSF) sejak tahun 1971 dengan mengirimkan
Lagu Salam Mesra Dari Djakarta (With The Deepest Love Of Djakarta) ciptaan Mochtar Embut dan dibawakan Elly Sri Kudus, dan kemudian pada tahun 1972 mengirimkan
Lagu Before I Die ciptaan Mus K. Wirya dan dibawakan Tuty Ahem, meskipun tanpa mengadakan seleksi khusus. Barulah pada tahun 1973 diadakan semacam seleksi dalam bentuk
Festival Cipta
Lagu yang kemudian dikenal dengan nama
Festival Lagu Populer Tingkat Nasional dan kemudian menjadi
Festival Lagu Populer Indonesia.
Meskipun maksud awalnya adalah untuk menyeleksi
Lagu terbaik yang akan mewakili
Indonesia di tingkat internasional, pada perkembangannya
Festival ini juga menjadi tolok ukur kepiawaian pencipta sekaligus penyanyi yang berpartisipasi. Bahkan kemudian
Festival ini menjadi salah satu yang ditunggu kehadirannya setiap tahun oleh para penikmat
Lagu pop
Indonesia karena album-album FLPI yang dirilis selalu menghasilkan
Lagu-
Lagu yang keren dan berhasil menjadi hits.
Baru pada tahun 1977, nama
Indonesia bergaung di acara World Pop Song
Festival tersebut. Tahun itu, Adjie Bandy berhasil memperoleh penghargaan dalam kategori Outstanding Song Award lewat
Lagu ciptaannya Damai Tapi Gersang, yang dinyanyikan secara duet dengan Hetty Koes Endang. Kesuksesan tersebut membuat ajang FLPI menjadi ajang yang dinantikan oleh para komposer dan penyanyi
Indonesia untuk bisa meraih sukses yang sama. Maka pada era 1980-an sederet komposer pun berlomba-lomba menampilkan karya terbaiknya di ajang ini seperti Elfa Secioria, Wieke Gur, Titiek Hamzah, Yovie Widianto, Anton Issoedibyo, Guruh Soekarno Putra, Tarida Hutauruk, Minggus Tahitoe dan beberapa nama lain.
Perkembangan
Festival Lagu Populer Indonesia mencapai masa kejayaannya pada pertengahan 80-an, dalam artian
Lagu-
Lagu yang dihasilkan berhasil memenangkan penghargaan Internasional sekaligus laris di pasaran. Tahun 1985 boleh dibilang panitia FLPI berhasil mendapatkan 12
Lagu yang benar-benar 'terbaik'. Hampir semua
Lagu menjadi hits, dan pemenangnya pun bisa berbicara di
Festival Internasional. Adalah
Lagu Burung Camar yang dibawakan Vina Panduwinata yang berhasil mendapatkan Kawakami Awards dalam World Pop Song
Festival di Budokan Hall, Tokyo, Jepang.
Lagu lainnya yang berhasil jadi hits antara lain Satu Dalam Nada Cinta, Jingga, Selamat Datang Cinta dan Merah Hitam Cinta Kita.
Ajang ini juga menjadi semacam ajang pembuktian penyanyi-penyanyi hebat. Maklum, pemenang ajang ini secara rutin dikirimkan ke
Festival Lagu internasional, sehingga tidak heran, menjadi penyanyi yang membawakan
Lagu-
Lagu finalis sudah merupakan prestise tersendiri karena tidak semua penyanyi bisa terlibat di ajang ini. Jadi tidak heran, sederet penyanyi hebat yang terlibat adalah sekelas Vina Panduwinata, Harvey Malaihollo, Hetty Koes Endang, Andi Meriem Matalatta, Elfa's Singers, Geronimo, Bob Tutupoly, Achmad Albar, Euis Darliah, Titiek Puspa, Grace Simon, Ruth Sahanaya, Trie Utami, Utha Likumahuwa dan sederet nama lainnya.
Sayangnya, ketika
Indonesia tengah getol mencetak prestasi di ajang kompetisi tingkat dunia, acara World Popular Song
Festival itu pun ditiadakan pada tahun 1988 oleh pihak Yamaha Music Foundations. Meskipun demikian, penyelenggaraan
Festival Lagu Populer Indonesia masih tetap berlanjut.
Seusai penyelenggaraan kompetisi pada tahun 1991,
Festival Lagu Populer Indonesia resmi ditiadakan.
= Penyelenggaraan
=
Dalam penyelenggaraan setiap tahunnya,
Lagu-
Lagu finalis selalu diperkenalkan di TVRI dalam sebuah acara khusus. Dan tentu saja, penyelenggaraan malam finalnya juga selalu disiarkan oleh TVRI sehingga otomatis dilihat oleh seluruh masyarakat
Indonesia. Hal inilah yang membuat
Lagu-
Lagu hasil FLPI meskipun terdengar lebih berat dibandingkan
Lagu-
Lagu pop komersial saat itu, dapat eksis dan menjadi hits ketika dirilis di pasaran.
= Album kompilasi
=
Belum diketahui (data belum didapat) apakah di awal penyelenggaraannya,
Lagu-
Lagu dibuatkan album khusus, yang baru didapat adalah tahun 1975 sempat dibuat album para finalis, kemudian berlanjut dimulai tahun 1977 album khusus para finalis dirilis secara rutin.
Festival Lagu Populer Indonesia 1975
Festival Lagu Populer Indonesia 1976
Festival Lagu Populer Indonesia 1977
Festival Lagu Populer Indonesia 1978
Festival Lagu Populer Indonesia 1979
Festival Lagu Populer Indonesia 1980
Festival Lagu Populer Indonesia 1981
Festival Lagu Populer Indonesia 1982
Festival Lagu Populer Indonesia 1983
Festival Lagu Populer Indonesia 1984
Festival Lagu Populer Indonesia 1985
Festival Lagu Populer Indonesia 1986
Festival Lagu Populer Indonesia 1987
Festival Lagu Populer Indonesia 1988
Festival Lagu Populer Indonesia 1989
Festival Lagu Populer Indonesia 1990
Festival Lagu Populer Indonesia 1991
Trivia
Penyanyi yang selalu berpartisipasi sepanjang era 80an adalah Harvey Malaiholo. Harvey kemudian absen di FLPI 1990 dan tampil lagi di FLPI 1991.
Sejak tahun 1988
Lagu-
Lagu pemenang pertama FLPI tidak diikutsertakan dalam album finalis FLPI, melainkan dirilis dalam album tersendiri setelah selesai mengikuti
Festival di luar negeri.
Lagu jebolan FLPI yang paling sering dirilis ulang oleh penyanyi lain adalah
Lagu Dirimu Satu (FLPI 1981). Versi
Festival dibawakan oleh Bornok Hutauruk, dan di pasaran kemudian muncul versi lainnya dibawakan oleh antara lain Euis Darliah, Rita Monica, Pretty Sisters, Hutauruk Sisters, De Jollies, dan bahkan dirilis ulang oleh Seurieus Band pada era 2000-an.
Penyanyi ‘pop cengeng’ nyaris tidak pernah dilibatkan di ajang ini. Hanya 3 nama yang pernah dilibatkan yaitu Christine Panjaitan (FLPI 1985), Endang S. Taurina (FLPI 1986) dan Dian Piesesha (FLPI 1987).
Saat bernyanyi di malam final FLPI 1985, Vina Panduwinata salah lirik ketika menyanyikan
Lagu Burung Camar. Beruntung
Lagu tersebut merupakan
Lagu baru dan belum dikenal sehingga tidak begitu diperhatikan.
Kolaborasi pencipta Ibu dan Anak terjadi pada FLPI 1988. Kusdamarsasi Koesnoen memilih ibunya sendiri Nien K. Soerjo sebagai penulis lirik
Lagu Adakah Restumu.
Setelah memenangi FLPI 1984 lewat
Lagu Aku Melangkah Lagi, Santoso Gondowijoyo tidak pernah menghasilkan
Lagu hits lagi, namanya bahkan tidak banyak dikenal sebagai komposer, meskipun
Lagu Aku Melangkah Lagi terhitung sukses.
Referensi
Pranala luar
Festival Lagu Populer Indonesia dari Masa ke Masa - Rumah Musik Denny Sakrie Diarsipkan 2018-06-22 di Wayback Machine.