Florence Nightingale (12 Mei 1820 – 13 Agustus 1910) adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik. Ia dikenal dengan nama Bidadari Berlampu (bahasa Inggris The Lady With The Lamp) atas jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia.
Florence Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan kebersihan rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat. Ia memberikan penekanan kepada pemerhatian teliti terhadap keperluan pasien dan penyusunan laporan mendetail menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan ke arah yang lebih baik pada bidang keperawatan di hadapan pemerintahan Inggris.
Masa kecil
Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan dibesarkan dalam keluarga yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia dilahirkan. Nama depannya,
Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau
Florence dalam bahasa Inggris.
Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William
Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga
Nightingale adalah keluarga terpandang.
Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope.
Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara
Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.
Perjalanan ke Jerman
Pada tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah sakit modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola oleh biarawati Lutheran (Katolik).
Di sana
Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktikkan oleh para biarawati kepada pasien.
Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan tersebut.
Belajar merawat
Pada usia dewasa
Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena
Florence merasa "terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan.
Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena pada tahun itu ia sudah membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.
= Ditentang oleh keluarga
=
Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok. Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah.
Perawat pada masa itu hina karena:
Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti ke mana tentara pergi.
Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh
Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas.
Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
Argumentasi
Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya.
Walaupun ayahnya setuju bila
Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, tetapi ia tidak setuju bila
Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar
Florence pergi berjalan-jalan keluar negeri untuk menenangkan pikiran.
Tetapi
Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk mendapatkan pelatihan bersama biarawati di sana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga
Florence adalah Kristen Protestan.
Selain di Jerman,
Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang miskin di Prancis.
= Kembali ke Inggris
=
Pada tanggal 12 Agustus 1853,
Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga
Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti kariernya.
Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik.
Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini mengubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa; rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam
Komite Rumah Sakit pun mengubah peraturan tersebut sesuai permintaan
Florence.
Perang Krimea
Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama tentara Prancis berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, tetapi yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka.
Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea. Dalam tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?".
Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut.
Florence merasa masanya telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan.
Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa
Florence adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, tetapi karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia meminta
Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan
Florence menyanggupi.
Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh
Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith, berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.
Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba di sana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.
Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat.
Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut ditumpuk begitu saja di luar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap.
Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu.
Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita di dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.
Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;
Perban diganti secara berkala.
Obat diberikan pada waktunya.
Lantai rumah sakit dipel setiap hari.
Meja kursi dibersihkan.
Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat.
Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.
Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan
Florence Nightingale.
Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari luar pada malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah, bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual.
Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan mereka menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya di mana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada di bawah pengawasan Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri,
Florence menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.
Namun, kerja keras
Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama
Florence berada di sana sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara memburuk.
Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah
Florence Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis.
Namun
Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat
Florence kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of the Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal ini berpengaruh pada kariernya di kemudian hari di mana ia gigih mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah rumah sakit.
= Bidadari berlampu
=
Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan melapor pada
Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.
Florence menanti rombongan pertama, tetapi ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.
Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok hari korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah.
Saat bintara tersebut terlihat enggan,
Florence mengancam akan melaporkannya kepada Mayor Prince.
Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya
Florence satu-satunya wanita.
Florence dengan berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.
Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya
Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya sudah meninggal.
Selama perang Krimea,
Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari Berlampu". Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang
Florence Nightingale berjudul "Santa Filomena", yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam hari, sendirian, dengan membawa lampu. Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku.
Pulang ke Inggris
Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua orang tahu siapa
Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal setelah Ratu Victoria sendiri.
Nightingale pindah dari rumah keluarganya di Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di Piccadilly. Namun, ia terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam Krimea") yang menyerangnya selama perang Krimea. Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari kamarnya dan jarang meninggalkannya.
Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan meskipun terdapat keterbatasan kurungan pada ruangannya -
Nightingale memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua. Sebagai wanita,
Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan, tetapi ia menulis laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan statistik mendetail, dan ia merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah Medis Angkatan Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata.
Karier selanjutnya
Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk memberikan pengakuan pada
Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang yang membuat didirikannya Dana
Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya
Florence ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama "Dana
Nightingale", di mana Sidney Herbert menjadi Sekretaris Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa terima kasih orang-orang Inggris karena
Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.
Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita yang pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan.
Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengizinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah di sana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadapi seseorang yang terdidik.
Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia kesehatan pun menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.
Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik mendaftarkan diri, perjuangan
Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat dan Kebidanan
Florence Nightingale (
Florence Nightingale School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College London.
Sebagai pimpinan sekolah
Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di sekolah tersebut.
Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama
Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.
Perawat lulusan sekolah
Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya.
Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-tempat tersebut.
Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-masing.
Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah
Florence telah tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney Hospital, di New South Wales, Australia.
Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan perawatan yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran
Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.
Pada tahun 1860
Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah
Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia.
Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan bayi.
Pada tahun 1869,
Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas Medis Wanita.
Pada tahun 1870-an, Linda Richards, "perawat terlatih pertama Amerika", berkonsultasi dengan
Florence Nightingale di Inggris, dan membuat Linda kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda Richards menjadi pelopor perawat di Amerika Serikat dan Jepang.
Pada tahun 1883
Florence dianugerahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.
Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan
Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan
Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.
Pada tahun 1908 ia dianugerahkan Honorary Freedom of the City dari kota London.
Nightingale adalah seorang anggota Gereja Anglikan Inggris. Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya."
Meninggal dunia
Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus 1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.
Catatan kaki
Referensi
(Inggris) Baly, Monica E. and H. C. G. Matthew, "
Nightingale,
Florence (1820–1910)"; Oxford Dictionary of National Biography, Oxford University Press (2004); online edn, May 2005 accessed 28 Oct 2006 Diarsipkan 2021-03-15 di Wayback Machine.
(Inggris) Pugh, Martin; The march of the women: A revisionist analysis of the campaign for women's suffrage 1866-1914, Oxford (2000), at 55.
(Indonesia) Soeroto, A.
Florence Nightingale, Bidadari Berlampu. Penerbit Djambatan. Seri "Kisah orang-orang yang telah berjasa". Cetakan pertama 1974. ISBN 979-428-073-9.
(Inggris) Sokoloff, Nancy Boyd.; Three Victorian women who changed their world, Macmillan, London (1982)
(Inggris) Webb, Val; The Making of a Radical Theologician, Chalice Press (2002)
(Inggris) Woodham Smith, Cecil;
Florence Nightingale, Penguin (1951), rev. 1955
Pranala luar
(Inggris) Pertanyaan yang sering diajukan tentang
Florence Nightingale Diarsipkan 2022-03-28 di Wayback Machine..
(Inggris)
Florence Nightingale
(Inggris) Situs yang didedikasikan untuk
Florence Nightingale Diarsipkan 2023-05-13 di Wayback Machine. oleh Country Joe McDonald.
(Inggris)
Florence Nightingale Declaration Campaign for Global Health Diarsipkan 2010-03-10 di Wayback Machine. established by the
Nightingale Initiative for Global Health (NIGH)
Karya
Florence Nightingale di Project Gutenberg
(Inggris) John J. O'Connor and Edmund F. Robertson.
Florence Nightingale di MacTutor archive.
Animated Hero Classics:
Florence Nightingale (1993) di IMDb (dalam bahasa Inggris)
(Inggris) A rare 1890 recording of
Nightingale's voice Diarsipkan 2007-07-11 di Wayback Machine.
(Inggris) 1911 Encyclopedia Britannica article Diarsipkan 2006-08-18 di Wayback Machine.
(Inggris)
Florence Nightingale Diarsipkan 2007-09-02 di Wayback Machine. at American Statistical Association: Statisticians in History
(Inggris)
Florence Nightingale Museum Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine.
(Inggris) BBC news item: New photo of 'Lady of the Lamp' Diarsipkan 2023-01-23 di Wayback Machine.
(Inggris) Correspondence between
Nightingale and Benjamin Jowett
(Inggris) Gay Great -
Florence Nightingale Diarsipkan 2011-10-12 di Wayback Machine.
(Inggris) Biography resources dedicated to
Florence Nightingale Diarsipkan 2007-07-11 di Wayback Machine.