Gua Selarong (bahasa Jawa: ꦒꦸꦮꦱꦼꦭꦫꦺꦴꦁ, translit. Guwa
Selarong) atau bisa disebut
Gua Diponegoro, adalah
Gua bersejarah sekaligus tempat wisata alam dan religi yang terletak di Pajangan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Gua Selarong memiliki panjang 2,9 m, tinggi 1,12 m, serta lebar 92 cm. Terdapat dua
Gua pada
Gua Selarong, yakni
Gua Kakung untuk Pangeran Diponegoro, dan
Gua Putri untuk selirnya Raden Ayu Ratnaningsih.
Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong
Pada tanggal 21 Juli 1825, pasukan Belanda pimpinan asisten Residen Chevallier mengepung rumah Pangeran Diponegoro di Tegalrejo untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Akan tetapi Pangeran Diponegoro berhasil meloloskan diri dan menuju ke
Selarong. Di tempat tersebut secara diam-diam telah dipersiapkan untuk dijadikan markas besar.
Selarong sendiri merupakan desa strategis yang terletak di kaki bukit kapur, berjarak sekitar enam pal (sekitar 9 km) dari Kota Yogyakarta. Setelah Peristiwa di Tegalrejo sampai ke Kraton, banyak kaum bangsawan yang meninggalkan istana dan bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah anak cucu dari Sultan Hamengkubuwono I, Hamengkubuwono II, dan Hamengkubuwono III yang berjumlah tidak kurang dari 77 orang dan ditambah pengikutnya.
Dengan demikian pada akhir Juli 1825 di
Selarong telah berkumpul bangsawan-bangsawan yang nantinya menjadi panglima dalam pasukan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah Pangeran Mangkubumi, Pangeran Adinegoro, Pangeran Panular, Adiwinoto Suryodipuro, Blitar, Kyai Modjo, Pangeran Ronggo, Ngabei Mangunharjo, dan Pangeran Surenglogo.
Pangeran Diponegoro juga memerintahkan Joyomenggolo, Bahuyudo, dan Honggowikromo untuk memobilisasi penduduk desa sekitar
Selarong dan bersiap melakukan perang. Di tempat ini juga disusun strategi dan langkah-langkah untuk memastikan sasaran yang akan diserang. Pada tanggal 31 Juli 1825 Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi menulis surat kepada masyarakat Kedu agar bersiap melakukan perang. Dalam surat itu dia mengatakan bahwa sudah saatnya Kedu kembali ke wilayah Kasultanan Yogyakarta setelah dirampas oleh Belanda.
Di
Selarong dibentuk beberapa batalyon yang dipimpin oleh Ing Ngabei Joyokusumo, Pangeran Prabu Wiromenggolo, dan Sentot Prawirodirjo dengan pakaian dan atribut yang berbeda. Sepanjang bulan Juli 1825 hampir seluruh pinggiran kota diduduki oleh pasukan Diponegoro. Markas besar Pangeran Diponegoro di
Selarong dipimpin oleh lima serangkai yang terdiri dari Pangeran Diponegoro sebagai ketua markas, Pangeran Mangkubumi merupakan anggota tertua sebagai penasihat dan pengurus rumah tangga, Pangeran Angabei Jayakusuma sebagai panglima pengatur siasat dan penasihat di medan perang Alibasah Sentot Prawirodirjo yang sejak kecil dididik di Istana dan setelah perang Diponegoro bergabung dengan Pangeran Diponegoro dan Kyai Modjo sebagai penasihat rohani pasukan Pangeran Diponegoro.
Pada tanggal 7 Agustus 1825 Pasukan Diponegoro dengan kekuatan sekitar 6.000 orang menyerbu Negara Yogyakarta dan berhasil menguasainya. Meski demikian Pangeran Diponegoro tidak menduduki kota Yogyakarta dan Sultan Hamengkubuwono V berhasil diselamatkan dan diamankan di Benteng Vredeburg dengan pengawalan ketat dari Keraton.
Peristiwa 21 Juli 1825 di Yogyakarta sampai kepada Komisaris Jenderal van Der Capellen pada tanggal 24 Juli 1825. Selanjutnya diputuskan untuk mengangkat Letnan Jenderal De Kock sebagai komisaris pemerintah untuk Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang diberikan hak istimewa di bidang militer maupun sipil.
Berbagai upaya dilakukan oleh Jenderal De Kock antara lain menulis surat kepada Pangeran Diponegoro yang isinya mengajak Pangeran Diponegoro untuk berdamai. Tetapi ajakan berunding tersebut ditolak secara tegas oleh Pangeran Diponegoro. Dengan penolakan tersebut maka Jenderal De Kock memerintahkan untuk menyerbu
Selarong. Akan tetapi ketika pasukan Belanda tiba di
Selarong, desa itu sepi karena pasukan Pangeran Diponegoro sudah berpencar di berbagai arah. Menurut babad, selanjutnya Pangeran Diponegoro mendirikan markas di Dekso yang berlangsung kurang lebih 10 bulan dari tanggal 4 November 1825 sampai dengan 4 Agustus 1826.
Selama bermarkas di
Selarong pasukan Belanda telah melakukan penyerangan tiga kali Serangan pertama pada tanggal 25 Juli 1825 yang dipimpin oleh Kapten Bouwes. Serangan ini merupakan aksi perlawanan Pangeran Diponegoro di Logorok dekat Pisangan Yogyakarta, yang mengakibatkan 215 pasukan Belanda menyerah. Serangan kedua pada bulan September 1825 di bawah pimpinan Mayor Sellwinj dan Letnan Kolonel Achenbac dan serangan ketiga tanggal 4 November 1825. Setiap pasukan Belanda menyerang
Selarong maka Pasukan Pangeran Diponegoro menghilang di goa-goa sekitar
Selarong.
Lihat pula
Pangeran Diponegoro
Makam Pangeran Diponegoro
Keraton Yogyakarta
Referensi
Pranala luar
Panduan Pariwisata Yogyakarta dan sekitarnya
Wisata Goa
Selarong Diarsipkan 2023-03-28 di Wayback Machine.