Hubungan Indonesia–
Rusia (bahasa
Rusia: Российско-индонезийские отношения) mengacu kepada
Hubungan luar negeri bilateral antara
Indonesia dan
Rusia.
Rusia memiliki kedutaan besar di Jakarta, dan
Indonesia memiliki kedutaan besar di Moskow serta konsulat jenderal di Saint Petersburg. Kedua negara adalah anggota APEC dan G-20.
Menurut jajak pendapat Pew Research Center 2018, 46% orang
Indonesia memiliki pandangan yang baik tentang
Rusia,
dengan 31% menyatakan pandangan negatif.
Latar belakang
= Era Kolonial
=
Indonesia dan bahkan Jakarta yang masih bernama Batavia waktu itu lebih dikenal lagi di kalangan
Rusia pada paruh keempat abad XVII ketika terjadi
Hubungan ekonomi dan perdagangan antara
Rusia dengan Belanda, dimana Belanda telah menjadikan
Indonesia sebagai wilayah kolonialnya sejak masuk ke
Indonesia pada tahun 1602.
Hubungan laut membantu mengembangkan kerja sama
Indonesia-
Rusia, termasuk bidang perdagangan. Kapal-kapal perang
Rusia dalam perjalanan ke Vladivostok sering singgah di Jawa dan Sumatra. Untuk meningkatkan
Hubungan kedua pihak, pada tahun 1885 di Batavia didirikan Konsulat tidak tetap
Rusia dan pada tahun 1894 atas usulan Kementerian Kelautan
Rusia, Konsulat tersebut diubah menjadi konsulat tetap
dengan Konsulnya bernama M. Bakunin yang merupakan Konsul pertama dan terakhir pada waktu itu.
Melalui jalur laut
Rusia mengekspor minyak tanah dan peralatan-peralatan pabrik ke
Indonesia, sementara dari
Indonesia mengimpor kopi, teh, tembakau, kopra, rempah-rempah dan timah. Pada tahun 1899 Konsulat
Rusia di Batavia tersebut diubah statusnya kembali menjadi Konsulat tidak tetap dan pada tahun 1913 ditutup.
= Era Uni Soviet
=
Pada tanggal 25 Januari 1950, Menteri Luar Negeri Uni Soviet, A. Vyshinsky menyampaikan secara tertulis kepada Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Moch. Hatta bahwa Uni Soviet mengakui kemerdekaan dan kedaulatan
Indonesia, dan keinginan menjalin
Hubungan diplomatik
dengan Indonesia. Pemerintah
Indonesia menyambut baik hal tesebut. Pada bulan Mei 1950 Delegasi
Indonesia yang dipimpin oleh N. Palar
dengan anggotanya terdiri dari Yusuf Wibisono, Yamin dan Hadinoto berkunjung ke Moskow untuk melakukan perundingan dan hasil dari perundingan tersebut disampaikan pada Sidang Kabinet yang dihadiri Presiden Soekarno, 16 Mei 1950, yaitu kesepakatan untuk saling membuka Kedutaan Besar dan tanggapan positif Uni Soviet mengenai masuknya
Indonesia menjadi anggota PBB.
Pada tanggal 28 Agustus-12 September 1956 Presiden Soekarno berkunjung ke Moskow. Dalam kunjungan tersebut, pada tanggal 11 September 1956 dihadapan Presiden Soekarno dan petinggi-petinggi Uni Soviet seperti Mikoyan, Voroshilov, Kaganovich dan Malenkov, Menteri Luar Negeri
Indonesia Ruslan Abdulgani dan Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet Gromyko menandatangani Kesepakatan Bersama (Joint Statement). Pada bulan Juni 1961 Presiden Soekarno melakukan kunjungan ke Uni Soviet dan pada tahun 1957 Ketua Presidium Uni Soviet Tertinggi K.Y. Voroshilov serta pada Februari 1960 Perdana Menteri Nikita Khuschev berkunjung ke
Indonesia. Hasil dari saling kunjung tersebut dicapai kesepakatan-kesepakatan peningkatan
Hubungan dan kerjasama di berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan, maupun militer, seperti pengucuran bantuan dana, pembangunan berbagai proyek dan pemasokan peralatan militer dari Uni Soviet untuk
Indonesia. Proyek-proyek pembangunan bantuan Uni Soviet untuk
Indonesia seperti pembangunan Rumah Sakit “Persahabatan”, stadion “Gelora Bung Karno”, Hotel
Indonesia, pembangunan jalan, jembatan dan lapangan terbang di sejumlah daerah di
Indonesia, pembangunan pabrik baja dan fasilitas-fasiltas lainnya.
Dalam pertemuan
dengan Jenderal TNI A.H. Nasution di Moskow, Perdana Menteri Nikita Khruschev menyampaikan bahwa
Indonesia dapat memperoleh semua peralatan militer di Uni Soviet. Pada tanggal 28 Desember 1960,
Indonesia menandatangani kontrak pengadaan peralatan militer dan pada awal tahun 1962 peralatan militer mulai dikirim secara berkesinambungan ke
Indonesia. Dalam kurun waktu yang singkat Angkatan Bersenjata
Indonesia menjadi kuat yang dilengkapi
dengan sejumlah kapal selam, pesawat tempur dan perlatan militer lainnya.
dengan melihat keadaan demikian, masalah Irian Barat dapat diselesaikan melalui jalan damai dan Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Pada tahun 1965
Indonesia dihadapkan pada gejolak sosial dan politik dalam negeri dan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Setelah berhasil mengatasi hal tersebut, secara nasional ditandai
dengan komitmen pembangunan ekonomi yang sangat membutuhkan investasi, perdagangan luar negeri dan bantuan negara industri maju, khususnya dari Barat yang mendorong berdirinya era Orde Baru.
Pada awal Orde Baru
Hubungan dan kerjasama antara
Indonesia dengan Uni Soviet tidak begitu dekat seperti terjadi pada awal tahun 1960-an, sangat mungkin disebabkan oleh kebijakan anti-komunisme oleh Suharto, setelah Gerakan 30 September 1965. Meskipun demikian, tidak seperti
Hubungan dengan Tiongkok ketika Suharto berkuasa,
Hubungan diplomatik
dengan Uni Soviet tidak diputuskan dan tetap berlangsung. Pada bulan Juli 1986, ketika berpidato di Vladivostok, pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev menyebut
Indonesia salah satu di antara negara-negara dimana Uni Soviet siap memperluas
Hubungan.
Terobosan untuk mendekatkan kembali
Hubungan kedua negara ditandai
dengan kunjungan Presiden Soeharto ke Moskow pada 7-12 September 1989. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani Pernyataan mengenai Dasar-Dasar
Hubungan Persahabatan dan Kerja Sama antara
Indonesia dengan Uni Soviet.
= Era Rusia Modern
=
Uni Soviet dinyatakan bubar pada tanggal 25 Desember 1991. Pada tanggal 28 Desember 1991 melalui surat Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia Ali Alatas yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Andrei Vladimirovich Kozyrev, Pemerintah
Indonesia mengakui secara resmi Federasi
Rusia sebagai “pengganti sah” (legal successor) Uni Soviet.
Memasuki tahun 1990-an
Hubungan kedua negara mulai menunjukan peningkatan baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan perdagangan.
Pada awal abad ke-21
Hubungan dan kerja sama
Indonesia dengan Rusia memasuki babak baru. Hal ini ditandai
dengan saling kunjung atau pertemuan pemimpin kedua negara dan para pejabat tinggi pemerintahan, serta saling dukung di forum internasional.
Hubungan dan kerja sama tidak hanya terjalin pada tingkat pemerintah atau eksekutif, tetapi juga tingkat lainnya, seperti legislatif dan yudikatif, pelaku usaha, media, dan masyarakat.
Sejak tahun 2000 terjadi pertemuan yang sangat intensif antara Presiden
Indonesia dan Presiden
Rusia. Selama tahun 2000-2020 tercatat 13 kali pertemuan bilateral antara presiden kedua negara, 4 kali di antaranya dilakukan saat kunjungan dan 9 kali lainnya di sela-sela konferensi internasional. Presiden Vladimir Putin telah bertemu
dengan empat presiden
Indonesia dari Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo.
= Kerja sama ekonomi
=
Pada akhir 2007,
Indonesia membeli persenjataan militer dari
Rusia dengan pembayaran jangka panjang. Maskapai penerbangan
Indonesia juga mempertimbangkan untuk membeli Sukhoi Superjet 100 dari
Rusia tetapi kecelakaan ujicoba pada 2012 telah menyebabkan penangguhan pembelian. Pihak
Indonesia menyatakan analisis perekaman data penerbangan yang diselamatkan dari lokasi kecelakaan dapat memakan waktu sampai setahun lamanya. Sekarang ini, kedua negara adalah anggota G-20 dan APEC.
Rusia sebagai pasar potensial bagi produk
Indonesia, seperti minyak sawit, produk ikan, kopi, garmen, sedangkan
Rusia menawarkan gandum dan produk-produk berteknologi tinggi kepada
Indonesia. Kerja sama ini dapat saling melengkapi satu sama lainnya. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan RI, nilai perdagangan
Indonesia dengan Rusia tahun 2018 sebesar USD 2,55 milyar, dan pada periode Januari-November 2019 mencapai USD 1,92 miliar. Nilai ini sebenarnya sangat kecil dibanding potensi yang ada.
Rusia adalah kekuatan ekonomi nomor 12 dunia sementara
Indonesia nomor 16.
Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi
Rusia, seperti investasi pembangunan kilang minyak senilai USD 16 miliar di Tuban. Berdasarkan data BKPM RI, nilai investasi
Rusia ke
Indonesia pada periode Januari-September 2019 naik 10 kali lipat sebesar USD 17,29 juta dari USD 1,7 juta pada periode yang sama tahun 2018. Angka ini sebenarnya jauh dari nilai yang sebenarnya mengingat sebagian besar investasi
Rusia ke
Indonesia melalui negara ketiga.
Indonesia juga telah menjadi salah satu tujuan utama wisatawan
Rusia. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, wisatawan
Rusia ke
Indonesia tahun 2018 sebanyak 125.728, naik 6,51% dari tahun 2017. Sementara itu, pada periode Januari-November 2019 wisatawan
Rusia ke
Indonesia sebanyak 170.370 orang, naik 13,49% dari periode yang sama tahun 2018. Sebaliknya, tidak sedikit juga warga
Indonesia yang berkunjung ke
Rusia dan jumlahnya terus meningkat. Selain itu, banyak pula mahasiswa
Indonesia yang belajar di
Rusia dari hanya 2 orang tahun 1996 menjadi 644 orang saat ini.
= Kerja sama militer
=
Rusia termasuk pemasok utama persenjataan untuk
Indonesia. Ekspor persenjataan
Rusia ke
Indonesia di antaranya adalah Sukhoi Su-30, Sukhoi Su-27, Mil Mi-35, BMP-3, Mil Mi-17, dan BTR-80.
Saat ini, Korps Marinir
Indonesia mengoperasikan 54 BMP-3F dan 1 BREM-L. 22 BMP-3F lainnya dipesan pada 2019 bersama
dengan 21 BT-3F.
Kementerian Pertahanan telah memutuskan akan mengganti satu skuadron atau 16 unit pesawat F-5 Tiger milik TNI Angkatan Udara yang akan memasuki masa pensiunnya
dengan pesawat tempur Sukhoi SU-35 dari
Rusia. Di tempat yang sama, Dirjen Perencanaan Pertahanan Kemhan Marsekal Muda TNI M. Syaugi mengatakan bahwa pembelian pesawat Sukhoi 35 yang baru melalui alih teknologi atau transfer of technology (ToT)
dengan pihak
Rusia. Duta Besar
Rusia untuk
Indonesia, Lyudmila Vorobieva menyatakan, bahwa rencana
Indonesia untuk membeli 11 jet tempur Sukhoi Su-35 dari
Rusia masih berlanjut.
Pada Desember 2020, TNI Angkatan Laut dan Angkatan Laut
Rusia mengadakan latihan militer bersama dalam Passex (Passing Exercise) Rusindo-20. Latihan tersebut berlangsung di perairan Laut Jawa pada Kamis, 17 Desember 2020. TNI Angkatan Laut mengerahkan 3 kapal perang KRI Karel Satsuitubun-356 yang di komandani Letkol laut (P) Rafael Dwinatu A. P, KRI Diponegoro-365
dengan komandan Letkol laut (P) Lewis N. Nainggolan, dan KRI Tombak-629
dengan komandan Letkol laut (P) Nurulloh Zemy Prasetyo. Sementara itu tiga Kapal Perang
Rusia yang mengikuti latihan tersebut antara lain RFS Varyag-011, RFS Adm. Panteleyev-548 dan Pechenga. Latihan yang berjalan hanya satu hari ini berjalan
dengan aman dan lancar. Adapun serial latihan yang dilakukan adalah Maneuver Exercise, RAS Approach, Flaghoist, Flashex dan Passing exercise.
Lihat juga
Daftar Duta Besar
Indonesia untuk
Rusia
Daftar duta besar
Rusia untuk
Indonesia
Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Moskwa
Hubungan luar negeri
Indonesia
Hubungan luar negeri
Rusia
Referensi
Pranala luar
Kedutaan Besar
Indonesia di Moskow Diarsipkan 2007-11-20 di Archive.is
Kedutaan Besar
Rusia di Jakarta Diarsipkan 2009-07-14 di Wayback Machine.
Templat:Foreign relations of Russia