Hubungan Okinawa dan Indonesia mencakup
Hubungan secara historis antara Kerajaan Ryukyu dengan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, terutama di Nusantara.
Hubungan antar kedua kawasan yang tercatat pertama telah dimulai kira-kira sejak abad ke-15 Masehi melalui bidang perdagangan.
Hubungan ini berkembang selama beberapa abad berikutnya tidak hanya dalam
Hubungan dagang namun juga dalam bidang kebudayaan.
Prefektur
Okinawa sebelum digabungkan dalam negara Jepang, merupakan negara independen yang bernama Kerajaan Ryukyu. Kerajaan Ryuykyu menempati Kepulauan Ryukyu, sebuah kawasan yang menjadi persimpangan bahari antara Asia Timur
dan Asia Tenggara.
Pada abad ke-15 M, Kesultanan Malaka muncul sebagai negara dagang penting di Asia Tenggara dengan posisi geografis berada di Selat Malaka, jalur kapal paling ramai di dunia. Catatan sejarah menunjukkan bahwa Kerajaan Ryukyu secara aktif menjalin perdagangan dengan Malaka
dan berbagai kerajaan di Asia Tenggara, disamping berhubungan baik dengan Tiongkok
dan Jepang. Kerajaan Ryukyu yang terdiri atas rangkaian Kepulauan Sakishima
dan Amami disatukan oleh Dinasti Sho.
Pada masa keemasan Ryukyu, para pedagang dari negara itu aktif menghubungkan Asia Timur
dan Asia Tenggara lewat perdagangan, antara lain dengan membawa komoditas dagang dari
dan menuju kedua kawasan antara tahun 1373 hingga 1570 M, selama hampir dua ratus tahun.
Bangsa Ryukyu menyebut bangsa mereka sendiri dengan nama Ruuchuu. Dalam catatan berbahasa Portugis
dan Tionghoa, Ryukyu dikenal dengan beberapa nama, antara lain Leechew, Luchu, Loochoo, Liuchiu atau Gores. Pedagang Arab menyebut Ryukyu dengan al-Ghur.
Para pedagang Ryuyku berdagang barang-barang berupa besi
dan kerajinan tangan dari Jepang, herba, keramik
dan tekstil dari Tiongkok dengan bangsa Asia Tenggara. Sementara itu barang asal Asia Tenggara yang mereka dapatkan antara lain berupa gading, kayu manis, gula, rempah-rempah, kulit serta produk-produk dari hewan.
Rekidai Hoan dan peran orang Tionghoa asal Fujian
Terdapat sedikit bukti tertulis tentang
Hubungan Ryukyu
dan Asia Tenggara. Catatan terpenting terekam dalam Rekidai Hōan, dokumen berbahasa Tionghoa Klasik yang kini disimpan di Universitas Nasional Taiwan.
Hubungan diplomatik Ryukyu dengan Kerajaan Siam, Malaka, Jawa, Sumatra, Annam, Patani
dan Palembang dari tahun 1425 hingga 1563 Masehi tercatat dalam 108 dokumen pada bab 39 hingga 43. Surat-surat yang dikirimkan oleh Kerajaan Ryukyu kepada kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara ditulis dalam bahasa Tionghoa Klasik oleh orang Tionghoa asal Kumemura, Naha yang bekerja untuk Raja Ryukyu. Orang Tionghoa bekerja di Ryukyu sebagai jurumudi kapal, pembuat kapal, sarjana kesusasteraan
dan kesenian.
Hubungan dagang dengan Asia Tenggara ini perlahan berkurang dengan diserbunya Ryukyu oleh Domain Satsuma dari Jepang.
Masa moderen
Komunitas orang
Okinawa pada masa sebelum Perang Dunia II di
Indonesia berada di Sulawesi Utara, tak diketahui sejak kapan. Di Sulawesi Utara, mereka bekerja sebagai nelayan atau pengusaha. Di Manado, terdapat asosiasi "Perkumpulan Orang-Orang
Okinawa" yang didirikan pada tahun Showa ke-12 atau tahun 1937. Jumlah anggotanya pada tahun 1939 adalah 85 orang. Salah satu kegiatannya adalah membuka sekolah dasar untuk anak-anak orang
Okinawa yang tinggal di Bitung. Pemakaman warga
Okinawa terdapat di Kecamatan Aertembaga, Bitung.
Contoh-contoh dugaan pertukaran kebudayaan
Kebudayaan
Okinawa dikatakan merupakan sebuah campuran yang unik yang tercipta dari budaya asli mereka
dan budaya bangsa lain di Asia. Mereka menyebut kebudayaan mereka champuru bunka. Kata champuru identik dengan kata campur dari bahasa
Indonesia.
Kebudayaan
Okinawa sebagian besar terlihat amat kental dengan pengaruh Tionghoa. Meskipun hanya sedikit catatan resmi tentang pertukaran budaya pada masa lampau, bangsa-bangsa Asia Tenggara diduga ikut memperkaya kebudayaan
Okinawa, antara lain:
awamori, minuman beralkohol yang diadaptasi dari minuman Thailand.
bingata, teknik mewarnai pakaian dengan motif, diduga mendapat pengaruh batik Jawa.
Asadoya Yunta, lagu rakyat asal Pulau Yaeyama, memiliki lirik berbunyi "Matahari nu Chindara Kanushama yo", yang tak diketahui artinya, memunculkan dugaan kalimat ini berasal dari bahasa
Indonesia.
tari klasik
Okinawa dipengaruhi tari bangsa-bangsa Asia Tenggara.
kata chanpurū, masakan tradisional
Okinawa yang berupa sayur tumis, diduga berasal dari bahasa
Indonesia, campur.
Pranala luar
Menepis Kepenatan di Pantai
Okinawa, Halo Jepang Vol 03, 2013
Tari Tradisional
Okinawa di Begin Japanology
Napak Tilas Perjalanan Kapal Majapahit ke Jepang
Takajo;
Hubungan Dagang Majapahit
dan Jepang Sangat Baik Pada Abad ke-15
Pemerintah: Keris Majapahit Abad 13 Ditemukan di Jepang
Referensi