- Source: Invasi Tulagi
Invasi Tulagi 3 Mei dan 4 Mei 1942 adalah bagian dari Operasi Mo yang merupakan strategi Kekaisaran Jepang dalam Perang Pasifik di kawasan Pasifik Selatan dan Pasifik Barat Daya. Menurut rencana invasi, prajurit Angkatan Laut Kekaisaran Jepang didaratkan untuk merebut Tulagi dan pulau-pulau sekitarnya di Protektorat Kepulauan Solomon. Pendudukan Tulagi oleh Jepang dimaksudkan untuk menutupi serangan mengapit dan memberikan dukungan bagi pasukan Jepang yang maju ke Port Moresby di Guinea Baru, serta menyediakan pangkalan bagi pasukan Jepang untuk mengancam dan menghancurkan rute logistik dan komunikasi antara Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru.
Tanpa kekuatan yang berarti untuk dapat menahan ofensif Jepang di Solomon, Residen Komisaris Inggris untuk Protektorat Kepulauan Solomon beserta sejumlah tentara Australia yang ditugaskan untuk mempertahankan Tulagi dievakuasi dari Tulagi sebelum kedatangan tentara Jepang pada 3 Mei. Meskipun demikian, keesokan harinya, sebuah gugus tugas kapal induk Amerika Serikat menyerang pasukan pendarat Jepang di Tulagi dengan serangan udara yang menghancurkan atau merusak beberapa kapal-kapal dan pesawat terbang Jepang yang membantu pendaratan. Gugus tugas kapal induk Amerika Serikat tersebut sebenarnya sedang dalam perjalanan untuk mengatasi Jepang yang sedang maju menuju Port Moresby, dan berakhir dengan Pertempuran Laut Karang. Pada akhirnya, tentara Jepang berhasil menduduki Tulagi, dan mulai membangun sebuah pangkalan angkatan laut berukuran kecil.
Selama beberapa bulan berikutnya, Jepang mendirikan stasiun pengisian bahan bakar angkatan laut, pusat komunikasi, dan pangkalan pesawat pengintai amfibi di Tulagi, dan pulau-pulau kecil Gavutu dan Tanambogo yang berdekatan. Pada Juli 1942, Jepang mulai membangun lapangan terbang besar di Pulau Guadalkanal yang berdekatan. Kegiatan Jepang di Tulagi dan Guadalkanal diamati oleh pesawat pengintai Sekutu, serta personel penjaga pantai Coastwatchers Australia yang ditempatkan di daerah tersebut. Dengan alasan kegiatan Jepang mengancam jalur komunikasi dan logistik Sekutu di Pasifik Selatan, pasukan Sekutu melakukan serangan balasan dengan melakukan pendaratan di Guadalkanal dan Tulagi pada 7 Agustus 1942, dan memulai Kampanye Guadalkanal yang menentukan, dan serangkaian pertempuran antara Jepang dan Sekutu yang bersama-sama dengan kampanye Guinea Baru akhirnya menentukan hasil akhir perang di Pasifik Selatan.
Latar belakang
Pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii. Serangan Pearl Harbor melumpuhkan sebagian besar kapal-kapal perang Armada Pasifik Amerika Serikat, dan menandai dimulainya secara resmi keadaan perang antara kedua negara. Dalam Perang Pasifik, pemimpin perang Jepang berusaha menetralisasi armada Amerika, merebut wilayah jajahan negara Barat yang kaya sumber daya alam, dan memperoleh pangkalan militer strategis untuk mempertahankan Kekaisaran Jepang Raya. Segera setelah Pengeboman Pearl Harbor, negara-negara lain, termasuk Britania Raya, Australia, dan Selandia Baru bergabung bersama Amerika Serikat sebagai Blok Sekutu dalam perang melawan Jepang. Dalam dokumen Armada Gabungan Angkatan Laut Jepang "Perintah Rahasia Nomor Satu" tertanggal 1 November 1941, tujuan awal kampanye Jepang dalam perang adalah untuk "(mengeluarkan) kekuatan militer Inggris dan Amerika dari Hindia Belanda dan Filipina, (dan) untuk membentuk kebijakan swasembada otonom dan kemandirian ekonomi." Untuk mendukung tujuan-tujuan tersebut, selama beberapa bulan pertama tahun 1942, pasukan Jepang juga menyerang dan mengambil alih Filipina, Thailand, Malaya, Singapura, Hindia Belanda, Pulau Wake, Britania Baru, Kepulauan Gilbert, dan Guam.
Komandan Armada IV Jepang Laksamana Madya Shigeyoshi Inoue (juga disebut Angkatan Laut Selatan) yang membawahi sebagian besar unit angkatan laut di wilayah Pasifik Selatan, menyarankan agar direbutnya Lae, Salamaua, dan Port Moresby di Guinea Baru, serta Tulagi di Kepulauan Solomon. Inoue percaya bahwa pendudukan dan penguasaan atas tempat-tempat tersebut akan lebih menjamin keamanan bagi pangkalan utama Jepang di Rabaul, Britania Raya. Staf Umum Angkatan Laut Kekaisaran Jepang mendukung pendapat Inoue, dan rencana operasi lebih lanjut mulai disusun. Lokasi-lokasi yang sudah direbut akan digunakan sebagai pangkalan pendukung untuk merebut Nauru, Pulau Banaba, Kaledonia Baru, Fiji, dan Samoa, serta dengan demikian memotong jalur pasokan antara Australia dan Amerika Serikat. Tujuan akhir Jepang adalah mengurangi atau menghancurkan kekuatan Australia yang mengancam posisi Jepang di Pasifik Selatan.
Angkatan Darat Kekaisaran Jepang mendukung gagasan mengambil alih Port Moresby, dan pada bulan April 1942, bersama Angkatan Laut Jepang, mengembangkan rencana serangan yang diberi nama "Operasi Mo". Rencana ini juga termasuk usaha perebutan Tulagi, sebuah pulau kecil di selatan Kepulauan Solomon yang dapat dijadikan pangkalan pesawat amfibi untuk operasi-operasi udara akan dilancarkan ke wilayah dan kedudukan militer Sekutu di Pasifik Selatan. Meskipun pada saat yang bersamaan, sebuah operasi sedang dirancang untuk memancing armada Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat ke pertempuran laut yang menentukan di Pasifik Tengah, Komandan Armada Gabungan Jepang Laksamana Isoroku Yamamoto mengutus beberapa dari kapal-kapal perang besarnya untuk mendukung Operasi Mo, dan menunjuk Inoue sebagai pimpinan operasi angkatan laut.
Kekuatan militer besar yang terdiri dari dua kapal induk berat, satu kapal induk ringan, kapal induk pesawat amfibi, 9 kapal penjelajah, dan 13 kapal perusak dibagi menjadi beberapa unit untuk melindungi konvoi invasi Jepang ke Port Moresby, serta menghadapi setiap kapal perang angkatan laut Sekutu yang berani mendekat untuk menghalang invasi Jepang. Kekuatan invasi Jepang ke Tulagi terdiri dari kapal perusak Kikuzuki dan Yūzuki, kapal angkut/penyebar ranjau Okinoshima, dan Kōei Maru, serta kapal penyapu ranjau Wa #1, Wa #2, Hagoromo Maru, Noshiro Maru #2, dan Tama Maru, kapal buru selam Toshi Maru #3 dan Tama Maru #8, ditambah kapal angkut Azumasan Maru. Armada invasi Jepang berada di bawah komando Laksamana Muda Kiyohide Shima (Okinoshima sebagai kapal bendera) diberangkatkan dari Rabaul pada 30 April menuju Kepulauan Solomon. Perlindungan invasi Tulagi dari udara diberikan oleh Laksamana Muda Aritomo Goto dengan mengerahkan Satuan Perlindungan yang terdiri dari kapal induk Shōhō, empat kapal penjelajah, dan satu kapal perusak yang berada tepat di barat Solomon tengah. Armada Perlindungan lain yang terpisah (kadang-kadang disebut Satuan Pendukung) berada di bawah komando Laksamana Muda Kuninori Marumo, terdiri dari dua kapal penjelajah ringan, kapal induk pesawat amfibi Kamikawa Maru, dan tiga kapal meriam bergabung dengan Satuan Pelindung untuk membantu invasi Tulagi. Setelah Tulagi berhasil diamankan pada tanggal 3 Mei atau 4 Mei, Satuan Pelindung dan Satuan Pendukung direposisi untuk melindungi invasi ke Port Moresby.
Pada saat itu, Tulagi adalah ibu kota Kepulauan Solomon Protektorat Inggris yang meliputi seluruh Kepulauan Solomon kecuali Pulau Bougainville dan Pulau Buka. Resident Komisaris Inggris untuk Kepulauan Solomon, William Sydney Marchant dan komandan pasukan-pasukan pertahanan lokal—digambarkan oleh sejarawan Walter Lord sebagai "orang Inggris tua yang bingung"—memerintahkan evakuasi sebagian besar penduduk sipil berkulit putih ke Australia pada Februari 1942. Marchant sendiri dievakuasi ke Pulau Malaita pada bulan berikutnya.
Satu-satunya kekuatan militer Sekutu di Tulagi hanyalah 24 pasukan komando dari 2/1st Independent Company Australian commandos di bawah pimpinan Kapten AL Goode, dan sekitar 25 personel dari Skuadron 11 Angkatan Udara Diraja Australia di bawah komando F/O R. B. Peagam yang mengoperasikan pangkalan pesawat amfibi dan dan empat pesawat pengintai PBY Catalina di Pulau Gavutu-Tanambogo yang berdekatan. Tiga orang penjaga pantai Sekutu juga diposkan di Pulau Guadalkanal yang berdekatan. Tugas mereka melaporkan setiap gerakan musuh, atau aktivitas mencurigakan yang teramati di sekitar pos mereka. Semua personel intelijen penjaga pantai Australia ditempatkan di bawah komando perwira Cadangan Sukarelawan Angkatan Laut Diraja Australia dengan maksud untuk mencegah mereka dieksekusi dengan tuduhan espionase kalau tertangkap. Intelijen penjaga pantai Australia berada di bawah komando Mayor Udara Eric Feldt yang bermarkas di Townsville, Australia.
Hampir sepanjang bulan April 1942, Jepang melakukan serangan pengeboman "asal-asalan" atas Tulagi yang menyebabkan sedikit, itu pun bila ada, kerusakan. Intelijen penjaga pantai di Guadalkanal biasanya dapat mengirimkan pesan radio peringatan dini kepada pasukan Australia Tulagi ketika ada pesawat Jepang yang mendekat, tetapi pasukan Australia di Tulagi tidak memiliki persenjataan yang cukup (tiga senapan mesin Vickers dan satu senapan mesin ringan Bren) untuk menghadapi tantangan serius dari pesawat pengebom Jepang. Pada tanggal 25 April, Tulagi dibom oleh delapan pesawat Jepang. Serangan serupa terjadi setiap hari pada minggu berikutnya. Satu kali serangan pada tanggal 1 Mei berhasil membuat satu dari pesawat-pesawat Catalina di Gavutu rusak berat. Pesawat-pesawat Catalina sisanya berhasil dievakuasi pada hari yang sama.
Personel intelijen militer Sekutu telah memecahkan banyak sandi Jepang tentang rencana Operasi Mo melalui penyadapan radio oleh Unit Radio Armada Sekutu (pusat radio intelijen) di Melbourne, Australia, dan Pearl Harbor, Hawaii. Berdasarkan laporan intelijen ini, Laksamana Amerika Serikat Chester Nimitz yang berkedudukan di Pearl Harbor pada tanggal 22 April memerintahkan kekuatan Sekutu untuk menuju Laut Karang dengan tujuan menghancurkan Operasi Mo yang dilakukan Jepang. Pada 27 April, Gugus Tugas 17 (TF17) dari kapal induk Amerika Serikat USS Yorktown di bawah komando Laksamana Madya Frank Jack Fletcher berlayar dari Tonga, dan di tengah perjalanan di 300 mil barat laut Kaledonia Baru, pada tanggal 1 Mei, bertemu dengan Gugus Tugas 11 (TF11) dari kapal induk Amerika Serikat USS Lexington. Pada hari yang sama, Fletcher membebastugaskan TF11 untuk pengisian bahan bakar, dan mengharapkannya untuk bergabung kembali dengan Lexington dan kapal-kapal pengawalnya pada tanggal 4 Mei di lokasi yang telah ditentukan sebelumnya di Laut Karang.
Pendaratan dan serangan udara
Pada tanggal 2 Mei, penjaga pantai Jack Read di Bougainville melapor bahwa kekuatan besar kapal-kapal Jepang yang diyakini sebagai bagian dari kekuatan invasi Jepang ke Tulagi telah meninggalkan kawasan Pulau Buka. Selanjutnya pada hari yang sama, penjaga pantai D. G. Kennedy di pulau Georgia Baru melihat dan melaporkan armada besar kapal-kapal Jepang sedang menuju selatan Solomon. Tak lama kemudian, Goode dan Peagam yang memperkirakan Jepang akan menyerang dengan kekuatan besar, memerintahkan pelaksanaan operasi evakuasi yang telah direncanakan sebelumnya, dan memulai perusakan serta penghancuran peralatan dan fasilitas di Tulagi dan Gavutu-Tanambogo. Personel dan pasukan komando RAAF menaiki dua kapal kecil pada pagi hari 3 Mei untuk memulai perjalanan ke Vila, Hebrida Baru, sementara kapal-kapal Shima memasuki Selat Savo untuk memulai pendaratan di Tulagi. Kapal berisi personel RAAF menghabiskan hari itu bersama intelijen penjaga pantai dan perwira distrik protektorat Martin Clemens di Aola, Guadalkanal sebelum berangkat pada malam itu.
Pendaratan Jepang didukung pesawat amfibi dari Kamikawa Maru yang diposkan sementara di Teluk Thousand Ships, di Santa Isabel. Sekitar 400 tentara angkatan laut Jepang, terutama dari Korps Khusus Pendarat Angkatan Laut 3 dari Kure didaratkan dari kapal angkut dengan menaiki kapal-kapal
tongkang, dan segera memulai pembangunan fasilitas di Tulagi dan Gavutu-Tanambogo. Pendaratan pasukan Jepang dilindungi oleh pesawat-pesawat dari kapal induk Shōhō hingga awal siang hari, hingga tiba waktunya bagi kapal-kapal Gotō berbalik ke arah ke Bougainville untuk mengisi bahan bakar dalam rangka persiapan mendukung pendaratan di Port Moresby. Setelah pasukan Jepang mendarat, enam pesawat amfibi mendarat di pelabuhan Tulagi sebagai awal dari pendirian pangkalan pesawat amfibi di Tulagi.
Pada 3 Mei pukul 17.00, Fletcher mendapat kabar bahwa kekuatan invasi Jepang ke Tulagi telah terlihat sehari sebelum mereka mendekati bagian selatan Kepulauan Solomon. Gugus tugas Yorktown tidak dapat berhubungan radio dengan gugus tugas Lexington karena ada perintah untuk hening radio, namun terus melaju menuju Guadalkanal agar bisa berada di posisi yang memungkinkannya melakukan serangan udara terhadap tentara Jepang di Tulagi pada pagi berikutnya.
Pada tanggal 4 Mei pukul 07.01, Yorktown melancarkan serangan udara yang pertama. Pesawat-pesawat Yorktown yang terdiri dari 12 pesawat pengebom torpedo TBD Devastator dan 28 pengebom tukik SBD Dauntless menyerang dari posisi mereka sekitar 160 kilometer (100 mil) selatan Guadalkanal. Serangan dimulai terhadap kapal-kapal Shima yang sedang membuang jangkar dekat Tulagi pada pukul 08.50, dan mengejutkan kapal-kapal Jepang. Okinoshima dan dua kapal perusak diposisikan sebagai alangan perlindungan bagi Azumasan Maru dan Kōei Maru yang sedang sibuk membongkar muatan dan pasukan. Tiga kapal penyapu ranjau telah diberangkatkan untuk mendukung invasi Port Moresby, dan masih berada dekat Tulagi. Meskipun pilot-pilot Amerika Serikat dari serangan gelombang pertama mengklaim banyak bom-bom dan torpedo mereka mengenai kapal-kapal Jepang yang sedang melepas jangkar, kapal Jepang yang terkena adalah Okinoshima, dan hanya mengakibatkan kerusakan kecil, sementara Kikuzuki menderita kerusakan besar. Kikuzuki dengan bantuan salah satu kapal buru selamnya dikandaskan di pantai Gavutu untuk mencegahnya dari tenggelam. Pada waktu itu, semua kapal-kapal lainnya yang sedang membuang sauh berusaha melarikan diri dari pelabuhan. Satu pesawat pengebom tukik Amerika Serikat menghancurkan pesawat amfibi Jepang F1M2 "Pete" yang sedang berusaha lepas landas ketika terjadi serangan.
Serangan kedua Yorktown dilakukan memakai pesawat-pesawat yang sama, kembali ke Tulagi, dan mulai serangan ke kapal-kapal Jepang pada pukul 12.10. Namun kapal-kapal Jepang sebagian di antaranya sudah bergerak dengan kecepatan penuh untuk mengambil jarak antara kapal-kapal dan menjauhi pelabuhan Tulagi. Serangan kedua menghantam dan menenggelamkan kapal penyapu ranjau #1 dan #2, serta membuat kerusakan parah pada Tama Maru di timur laut Pulau Savo. Dalam serangan tersebut, sebuah pesawat amfibi Jepang juga ditembak jatuh oleh pesawat pengebom tukik Amerika Serikat. Setelah empat pesawat tempur F4F Wildcat dari Yorktown ikut dalam penyerangan, pesawat tempur Amerika Serikat menembak jatuh dua lagi pesawat amfibi Jepang di atas Pulau Florida. Keempat pesawat F4F Wildcat kemudian menghujani Yūzuki dengan peluru, menewaskan nakhoda dan sembilan awak kapal, serta menyebabkan kerusakan sedang pada. Dua atau tiga pesawat amfibi Jepang lainnya dirusak di pelabuhan Tulagi dan awaknya tewas.
Serangan ketiga kali yang lebih kecil, diberangkatkan dari Yorktown, dan tiba di Tulagi pada pukul 15.30. Serangan tersebut mengakibatkan kerusakan sedang pada Azumasan Maru dan Okinoshima. Salah satu pesawat TBD yang ikut dalam serangan ketiga hilang, kehabisan bahan bakar, dan mendarat di laut sekitar 60 kilometer (40 mil) selatan Guadalkanal. Dua pesawat tempur Wildcat yang ikut serta dalam serangan kedua juga kehabisan bahan bakar dan mendarat darurat di pantai selatan Guadalkanal. Fletcher mengirimkan kapal perusak Hammann dan Perkins untuk menyelamatkan awak pesawat dari tiga pesawat tersebut. Hammann berhasil menemukan kedua pilot pesawat tempur, tetapi Perkins gagal menemukan awal pesawat TBD. Hari sudah larut malam ketika kedua kapal, Hammann dan Perkins kembali bergabung dengan gugus tugas Yorktown yang sudah meninggalkan Guadalkanal. Yorktown mengubah arah ke tenggara untuk mengisi bahan bahan bakar dan bertemu dengan Lexington pada hari berikutnya.
Pascapertempuran
Pada 5 Mei, Kikuzuki dalam keadaan rusak parah di lepas pantai Gavutu, dan karam di pelabuhan Tulagi (09°07′S 160°12′E). Tama Maru dipenuhi air dan tenggelam dua hari kemudian. Kapal-kapal Jepang lain yang selamat namun dalam keadaan rusak, tiba di Rabaul dan Kavieng untuk diperbaiki. Hagoromo Maru dan Noshiro Maru # 2 bergabung dengan Satuan Invasi Port Moresby . Ketika ikut serta dalam usaha pertama Jepang merebut Pulau Banaba dan Kepulauan Nauru (Operasi RY), Okinoshima ditenggelamkan oleh kapal selam Amerika Serikat USS S-42 pada 10 Mei 1942 di lepas pantai Irlandia Baru (05°06′S 153°48′E).. Total 87 personel angkatan laut Jepang tewas dalam serangan-serangan udara Sekutu tanggal 4 Mei di Tulagi, dan sejumlah 36 tentara yang didaratkan luka parah. Awak pesawat TBD Yorktown yang hilang akhirnya berhasil sampai di Guadalkanal setelah hanyut di laut selama tiga hari. Seorang misionaris Katolik mengantarkan mereka ke Martin Clemens yang kemudian menyiapkan sebuah perahu untuk membawa mereka ke San Cristobal. Dari San Cristobal, mereka diangkut naik perahu lain ke Hebrida Baru, dan dari sana akhirnya bergabung kembali dengan pasukan Amerika Serikat.
Setelah menyerang Tulagi, Yorktown kembali bergabung dengan Lexington. Kedua kapal induk ini berhadapan dengan Jepang yang sedang melakukan Operasi Mo 6 (Mei-8 Mei) dalam Pertempuran Laut Karang. Kapal induk Lexington tenggelam dalam pertempuran sementara Yorktown rusak. Jepang menderita kerugian besar: kapal induk Shōhō tenggelam, sebuah kapal induk rusak berat, hancurnya pesawat-pesawat di kapal induk, dan korban tewas dalam jumlah besar di kalangan awak pesawat. Jepang akhirnya membatalkan rencana penyerangan ke Port Moresby—dengan catatan akan dijalankan kembali di kemudian hari—karena cemas akan datangnya lagi serangan-serangan udara dari pesawat Sekutu yang berpangkalan di darat atau kapal-kapal perang. Pesawat-pesawat mereka juga banyak yang telah ditembak jatuh atau hancur sehingga tidak lagi dapat memberikan perlindungan udara bagi kapal-kapal perang Jepang. Namun invasi laut ke Port Moresby tidak pernah terlaksana akibat kekalahan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dalam Pertempuran Midway. Usaha tentara Jepang merebut Port Moresby lewat jalan darat melalui Jalur Setapak Kokoda pada bulan Mei 1942 menemui kegagalan total. Kegagalan merebut Port Moresby akhirnya memiliki dampak strategis jauh ke depan, termasuk membahayakan pangkalan kecil Angkatan Laut Jepang di Tulagi.
Meskipun kerusakan berat akibat serangan udara diderita kapal-kapal perang dan pasukan darat mereka, Jepang segera melakukan pembangunan pangkalan angkatan laut untuk pesawat amfibi di Tulagi dan Gavutu, serta menerima pengiriman lebih banyak tentara dan pekerja konstruksi selama beberapa bulan berikutnya. Pangkalan segera operasional dengan pesawat-pesawat dari Satuan Udara Yokohama yang melakukan patroli pengintaian udara mengelilingi wilayah sekitarnya mulai tanggal 6 Mei. Pada 27 Mei, Jepang memeriksa kawasan Tanjung Lunga di Guadalkanal, dan mengincarnya sebagai lokasi pembangunan sebuah lapangan terbang besar. Pada 13 Juni, Staf Umum Angkatan Laut menyetujui pembangunan sebuah lapangan terbang di Tanjung Lunga. Laksamana Inoue melakukan tur inspeksi pada 19 Juni sebelum dimulainya konstruksi lapangan terbang. Pada hari berikutnya, tentara Jepang mulai membersihkan lokasi dari semak-semak. Pada 6 Juli tiba konvoi 12 kapal yang mengantarkan 2.000 pekerja konstruksi Jepang dan Korea ditambah 500 pasukan tempur angkatan laut Jepang yang dikirim untuk segera memulai pembangunan lapangan terbang Tanjung Lunga. Pembangunan lapangan terbang Jepang diamat-amati oleh intelijen penjaga pantai di Guadalkanal dan pesawat pengintai Sekutu. Pesawat-pesawat Catalina Sekutu dan B-17 yang berpangkalan di Port Moresby, Efate, Noumea, dan Espiritu Santo secara teratur mengebom pangkalan-pangkalan Jepang di Guadalkanal, Tulagi, dan Gavutu selama beberapa bulan berikutnya, tetapi tanpa menimbulkan kerusakan berarti. Beberapa pesawat tempur amfibi Jepang dan satu pesawat pengebom Sekutu dihancurkan dalam pertempuran udara dalam misi-misi tempur mereka.
Sekutu itu sangat khawatir dengan adanya upaya pembangunan lapangan terbang Jepang di Guadalkanal. Bila selesai, pesawat-pesawat yang berpangkalan di lapangan terbang ini akan menjadi ancaman serius bagi operasional Sekutu antara Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Dua kemenangan strategis bagi Sekutu dalam Pertempuran Laut Karang dan Pertempuran Midway memberikan kesempatan untuk mengambil inisiatif, dan melancarkan ofensif terhadap Jepang di suatu tempat di Pasifik. Rencana Sekutu untuk menyerang bagian selatan Kepulauan Solomon dikemukakan oleh Panglima Tertinggi Armada Amerika Serikat Laksamana Ernest King. Laksamana King mengusulkan serangan yang dapat menyulitkan Jepang menggunakan bagian selatan Kepulauan Solomon sebagai pangkalan untuk mengancam jalur logistik antara Amerika Serikat dan Australia, dan memakainya sebagai tumpuan untuk sebuah kampanye militer. King bertujuan menetralisir atau merebut pangkalan utama Jepang di Rabaul sambil mendukung kampanye Sekutu di Guinea Baru, dengan tujuan akhir membuka jalan bagi Amerika Serikat merebut kembali Filipina. Laksamana Chester Nimitz yang menjabat panglima Sekutu untuk pasukan Pasifik menetapkan wilayah perang yang disebutnya medan perang Pasifik Selatan, dan menunjuk Laksamana Madya Robert L. Ghormley sebagai komandan untuk memimpin ofensif Sekutu di Kepulauan Solomon.
Kegagalan Jepang merebut Port Moresby dan kekalahan di Midway mengakibatkan pangkalan Jepang di Tulagi terbuka tanpa perlindungan yang efektif dari pangkalan Jepang lainnya. Pangkalan militer yang terdekat adalah Rabaul, dan itu pun berjarak empat jam terbang dari Tulagi. Pada 7 Agustus 1942, 11.000 marinir Amerika Serikat didaratkan di Guadalkanal, dan 3.000 marinir AS mendarat di Tulagi dan pulau-pulau sekitarnya. Pasukan Jepang di Tulagi dan pulau-pulau yang bertetangga kalah dalam jumlah, dan hampir semuanya tewas hingga orang yang terakhir dalam Pertempuran Tulagi dan Gavutu-Tanambogo sementara Marinir Amerika Serikat di Guadalkanal merebut lapangan terbang Tanjung Lunga nyaris tanpa perlawanan berarti. Maka dimulailah kampanye Guadalkanal yang berakibat pada serangkaian pertempuran besar yang melibatkan persenjataan terpadu antara pasukan Sekutu dan Jepang selama enam bulan berikutnya. Kampanye Guadalkanal bersama kampanye Guinea Baru nantinya akan menentukan nasib upaya Jepang dalam mengamankan front selatan mereka Kekaisaran Jepang di Samudra Pasifik.
Catatan kaki
Referensi
Brown, David (1990). Warship Losses of World War Two. Naval Institute Press. ISBN 1-55750-914-X.
Bullard, Steven (translator) (2007). Japanese army operations in the South Pacific Area New Britain and Papua campaigns, 1942–43. Senshi Sōshō (rangkuman terjemahan). Canberra: Australian War Memorial. ISBN 9780975190487.
Cressman, Robert (2000 (4th printing)). That Gallant Ship U.S.S. Yorktown (CV-5). Missoula, Montana, U.S.A.: Pictorial Histories Publishing Company. ISBN 0-933126-57-3.
D'Albas, Andrieu (1965). Death of a Navy: Japanese Naval Action in World War II. Devin-Adair Pub. ISBN 0-8159-5302-X.
Dull, Paul S. (1978). A Battle History of the Imperial Japanese Navy, 1941–1945. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-097-1.
Feuer, A. B. (1992). Coastwatching in World War II (Stackpole Military History Series). Westport, Connecticut, U.S.A.: Stackpole Books. ISBN 0-8117-3329-7.
Frank, Richard (1990). Guadalcanal: The Definitive Account of the Landmark Battle. New York: Random House. ISBN 0-394-58875-4.
Gill, G. Hermon (1968). Volume II – Royal Australian Navy, 1942–1945. Australia in the War of 1939–1945. Canberra: Australian War Memorial. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-08-27. Diakses tanggal 2006-11-20.
Jersey, Stanley Coleman (2008). Hell's Islands: The Untold Story of Guadalcanal. College Station, Texas: Texas A&M University Press. ISBN 1-58544-616-5.
Lord, Walter (1977 (Reissue 2006)). Lonely Vigil; Coastwatchers of the Solomons. Naval Institute Press. ISBN 1-59114-466-3.
Lundstrom, John B. (2006). Black Shoe Carrier Admiral: Frank Jack Fletcher at Coral Sea, Midway, and Guadalcanal. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 1-59114-475-2.
McCarthy, Dudley (1959). Volume V – South–West Pacific Area – First Year: Kokoda to Wau. Australia in the War of 1939–1945. Canberra: Australian War Memorial. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-08-27. Diakses tanggal 2006-11-02.
Morison, Samuel Eliot (1949 (reissue 2001)). Coral Sea, Midway and Submarine Actions, May 1942–August 1942, vol. 4 of History of United States Naval Operations in World War II. Champaign, Illinois, USA: University of Illinois Press. ISBN 0-252-06995-1.
Morison, Samuel Eliot (1958). The Struggle for Guadalcanal, August 1942 – February 1943, vol. 5 of History of United States Naval Operations in World War II. Boston: Little, Brown and Company. ISBN 0-316-58305-7.
Murray, Williamson (2001). A War To Be Won : Fighting the Second World War. United States of America: Belknap Press. ISBN 0-674-00680-1.
Willmott, H. P. (1983). The Barrier and the Javelin: Japanese and Allied Pacific Strategies February to June 1942. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 0-87021-535-3.
Pranala luar
Australian War Memorial (AWM). "Battle of the Coral Sea". Encyclopedia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-19. Diakses tanggal November 20, 2006.
Gillison, Douglas (1962). "Chapter 26 – Coral Sea and Midway". Volume I – Royal Australian Air Force, 1939–1942. Australia in the War of 1939–1945, Series 3: Air. Canberra: Australian War Memorial. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-07. Diakses tanggal 2009-04-13.
Hackett, Bob (1998–2005). "IJN Minelayer Okinoshima: Tabular Record of Movement". Combinedfleet.com. Diakses tanggal November 20, 2006.
Hackett, Bob (1998–2006). "IJN Seaplane Tender KAMIKAWA MARU: Tabular Record of Movement". Combinedfleet.com. Diakses tanggal November 20, 2006.
Hackett, Bob (1998–2005). "IJN Seaplane Tender KIYOKAWA MARU: Tabular Record of Movement". Combinedfleet.com. Diakses tanggal November 20, 2006.
Naval Historical Center (2000). "Battle of the Coral Sea, 7–8 May 1942". Online Library of Selected Images: EVENTS -- World War II in the Pacific. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2004-06-26. Diakses tanggal November 20, 2006.
Nevitt, Allyn D. (1998). "IJN Kikuzuki: Tabular Record of Movement". Combinedfleet.com. Diakses tanggal November 20, 2006.
Nevitt, Allyn D. (1998). "IJN Yuzuki: Tabular Record of Movement". Combinedfleet.com. Diakses tanggal November 20, 2006.
Office of Naval Intelligence (1943). "The Battle of the Coral Sea". Combat Narrative. Publications Branch, Office of Naval Intelligence, United States Navy. Diakses tanggal 2006-11-20.
Parker, Frederick D. "Part One: The Battle of the Coral Sea". A Priceless Advantage: U.S. Navy Communications Intelligence and the Battles of Coral Sea, Midway, and the Aleutians. National Security Agency, Central Security Service. Diakses tanggal November 20, 2006.
United States Strategic Bombing Survey (Pacific) - Naval Analysis Division (1946). "Chapter 4: The Battle of the Coral Sea". The Campaigns of the Pacific War. United States Government Printing Office. Diakses tanggal 2006-11-20.
U.S. Army Center of Military History. "Japanese Operations in the Southwest Pacific Area, Volume II - Part I". Reports of General MacArthur. Diakses tanggal 2006-12-08. - Terjemahan dokumen resmi Biro Demobilisasi Jepang mengenai keiikutsertaan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dalam medan perang Pasifik Barat Daya selama Perang Pasifik.
Bacaan selanjutnya
Hoyt, Edwin P. (2003). Blue Skies and Blood: The Battle of the Coral Sea. I Books. ISBN 0-7434-5835-4.
Henry, Chris (2003). The Battle of the Coral Sea. Naval Institute Press. ISBN 1-59114-033-1.
Lundstrom, John B. (2005 (New edition)). The First Team: Pacific Naval Air Combat from Pearl Harbor to Midway. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 1-59114-471-X.
Kata Kunci Pencarian:
- Invasi Tulagi
- Pertempuran Tulagi dan Gavutu-Tanambogo
- Kapal perusak Jepang Kikuzuki (1926)
- Pertempuran Laut Karang
- Kampanye Guadalcanal
- Palagan Pasifik Barat Daya dalam Perang Dunia II
- Kapal penjelajah Jepang Kinugasa
- Kapal penjelajah Jepang Kako
- Kapal penjelajah kelas Katori
- Kapal penjelajah Jepang Kashima