Kaprabonan adalah Peguron (tempat pembelajaran) yang didirikan oleh putera mahkota kesultanan Kanoman yaitu Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon pada tahun 1699
Pada tahun 1681, Belanda menawarkan perjanjian persahabatan kepada kesultanan Cirebon yang pada waktu itu telah dipecah menjadi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman yang kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Januari 1681, perjanjian persahabatan yang dimaksud adalah untuk memonopoli perdagangan di wilayah Cirebon.
Sultan Kanoman I Muhammad Badrudin Kartawijaya memiliki dua orang putera dari permaisuri yang berbeda, yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama dari permaisuri kedua yaitu Ratu Sultan Panengah dan Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin, putera keduanya yang berasal dari permaisuri ketiga yang bernama Nyimas Ibu. Setelah ayahandanya wafat, kedua puteranya ini sepakat untuk melakukan lijdelijk verzet (perlawanan diam-diam) melawan Belanda.
Kemudian Pangeran Raja Muhammad Qadirudin diresmikan sebagai Sultan Anom II keraton Kanoman dikarenakan saudaranya yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama Sultan Anom I dari permaisuri keduanya yaitu Ratu Sultan Panengah memutuskan untuk memperdalam ajaran agama Islam dan menyerahkan kepemimpinan keraton Kanoman kepada adiknya Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin. Setelah menyerahkan kepemimpinan Keraton Kanoman kepada adiknya, Pangeran Adipati Kaprabon mendirikan
Kaprabonan pada tahun 1696 sebagai tempat pendidikan agama Islam. Pada saat itu gejolak politik pemerintahan Belanda semakin memanas, dan perlawanan-perlawanan terhadap kolonial Belanda pun masih terus berjalan, sehingga Pangeran Raja Adipati Kaprabon ingin menjauhkan diri dari situasi tersebut dan selalu mengkhususkan diri (Mandita) dalam mengembangkan agama Islam kepada para murid-muridnya
Pangeran Raja Adipati
Kaprabonan diberi gelar Sultan Prabu. Setelah ibunya wafat, Pangeran Raja Adipati Kaprabon diangkat sebagai putera mahkota Kesultanan Kanoman pada 1690. Setelah menjadi putra mahkota, ia bergelar Sultan Pandita Agama Islam yang diserahi Busana Pakaian Perang Kerajaan Wali yang dinamakan busana Kaprabon. Berdasarkan bedah sejarah yang dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. H. Pangeran Hempi Raja Kaprabon, Drs., M.Pd. bersama Raden Hamzaiya disaksikan oleh seluruh wargi keturunan mengatakan jika nama
Kaprabonan diambil dari kata "Prabu" yang memiliki arti sebagai putera Mahkota. (sumber : catatan Redaktur 2020).
Pada waktu Sultan Anom Badrudin wafat, Pangeran Raja Adipati Kaprabon masih berada diluar Keraton Kanoman selama 6 tahun. Pada masa itu, terjadi kekosongan kekuasaan karena gejolak politik semakin memanas. Di tengah gejolak politik itu, pengaruh dan campur tangan VOC semakin menguat setelah Nyi Mas Ibu (permaisuri ketiga) melakukan pendekatan kepada VOC untuk mengangkat anaknya, Pangeran Manduraredja sebagai Sultan Kanoman II. Keinginan Nyi Mas Ibu itu disetujui oleh VOC seiring dengan pengangkatan Pangeran Manduraredja sebagai Sultan Kanoman II dengan gelar Sultan Carbon Qodirudin yang bertahta di Keraton Kanoman. Sementara itu, hak Pangeran Raja Adipati Kaprabon sebagai putra mahkota Kanoman untuk menerima tahta Kanoman dicabut oleh VOC.
Kondisi tersebut yang mendorong Pangeran Raja Adipati Kaprabon meninggalkan Keraton Kanoman untuk menghindari dari gejolak politik yang bertentangan dengan jati dirinya. Setelah meninggalkan Keraton Kanoman dan mendirikan
Kaprabonan tegas Prof. Dr. Ir. H. Pangeran Hempi Raja Kaprabon, Drs., M.Pd. (dalam hal ini Pangeran Hempi berpendapat jika
Kaprabonan merupakan sebuah keraton).
Perjuangan melawan penjajah Belanda dengan strategi lijdelijk verzet (perlawanan diam-diam) menemukan tantangan setelah Belanda pada tahun 1699 mengangkat Letnan Jacob Palm sebagai seorang pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan Cirebon, dalam bukunya sejarah cirebon, Pangeran Sulaeman Sulendraningrat bahkan mengatakan jika kekuasaan kesultanan-kesultanan di Cirebon pada tahun 1700 telah habis sama sekali (secara politik) dengan adanya pengangkatan Letnan Jacob Palm. Pada tahun 1701, Belanda kemudian menunjuk seorang pedagang bernama Jacob Heijrmanns sebagai pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan-kesultanan Cirebon
= Penegasan status Kaprabonan sebagai Peguron
=
Pada tahun 2011 Pangeran Hempi membuat sebuah pernyataan bahwa
Kaprabonan bukanlah sekadar sebuah peguron saja namun juga bersifat sebagai kerajaan, terlebih adanya pengakuan dari pejabat penguasa cirebon (zaman penjajahan Jepang) pada sekitar tahun 1946 pada masa kepemimpinan Pangeran Aruman bahwa Kaprabon adalah sebuah kerajaan.
Pertemuan pelurusan sejarah
Kaprabonan pun digelar pada tahun yang sama oleh keluarga besar
Kaprabonan dan kemudian sesepuh keluarga besar
Kaprabonan yaitu Pangeran Moh. Nurbuat Purbaningrat menyatakan bahwa tidak ada satupun catatan sejarah yang menyebutkan
Kaprabonan berdiri sebagai kesultanan atau keraton, pernyataan Pangeran Moh. Nurbuat juga diperkuat oleh sesepuh
Kaprabonan lainnya yaitu Pangeran Maulana Cakraningrat :
Dia (red: Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon) dulunya menolak berkuasa di Keraton Kanoman dan memilih mendirikan perguruan karena lebih tertarik memperdalam Tarekat Islam
kerabat
Kaprabonan lainnya menjelaskan jika pada masa kepemimpinan Jepang di Indonesia telah terjadi kekeliruan pengakuan, surat dari penguasa Jepang pada saat itu yang mengakui
Kaprabonan sebagai sebuah kesultanan atau kerajaan dikarenakan adanya kesalahan dari pihak
Kaprabonan ketika mengirimkan surat kepada pemerintah penguasaan Jepang, dikarenakan pada surat yang dikirim oleh pihak
Kaprabonan bertuliskan
Kaprabonan sebagai keraton maka pihak penguasa Jepang pada saat itu dikarenakan ketidaktahuan sejarah Cirebon membalas surat dari
Kaprabonan dengan kata-kata Keraton
Kaprabonan, surat balasan inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh pihak
Kaprabonan untuk menyatakan dirinya sebagai keraton.
Kaprabonan sebagai Pandita Guru Ilmu Kebatinan dalam agama Islam yang dalam dan tertinggi kehormatannya yang disukai dan diikuti oleh banyak murid-muridnya dan didatangi oleh orang-orang dari segala suku bangsa dan negeri (daerah) lain di luar Wilayah Cirebon sampai pada saat sekarang tidak putus diteruskan oleh turunannya secara turun-temurun. Batas tanah peguron
Kaprabonan menurut petunjuk catatan orang tua zaman dulu, yaitu dari sebelah Selatan sampai di Jalan Lemahwungkuk ke Timur jalan ke Pengampon. Dari sebelah Timur sampai di Jalan Sasaiki (dulu bernama Kalibacin). Dari sebelah Utara sampai Pasuketan belok ke Jalan Pecinan Lemahwungkuk. Dari sebelah Barat sampai ke Jalan Lemahwungkuk sampai di desa dekat alun-alun Kanoman. Tegas Pangeran Hempi Raja Kaprabon dalam Disertasi nya.玛咖时候
Pada tahun. 1696 bangunan yang pertama didirikan adalah bangsal utama, lalu kaputran (tempat tinggal anak laki-laki) dan kaputren (tempat tinggal anak perempuan). Pada tahun 1700 dibangunlah tajug (mushola)
= Pembagian waris komplek Kaprabonan
=
Pada masa Pangeran Aruman menjabat sebagai penguasa di
Kaprabonan sekitar tahun 1946 - 1974 telah membagi waris komplek
Kaprabonan kepada dua orang puteranya yakni Pangeran Herman dan Pangeran Hernu.
Pangeran Hernu menguasai sebagian komplek
Kaprabonan seperti Pendopo dan Gedong kesenian.
= Kiprah keluarga Kaprabon
=
Pangeran Aroeman Raja Kaprabon terpilih sebagai anggota konstituante pada era Soekarno dan menyumbangkan harta kekayaan
Kaprabonan guna pembangunan tugu monumen Nasional (MONAS).
= Sikap Pangeran Hempi dalam kisruh tahta Kasepuhan
=
Pada tanggal 30 Juli 2020, Pangeran Hempi selaku pimpinan di
Kaprabonan Cirebon menuliskan surat yang ditujukan kepada para wargi dan pini sepuh keraton Kasepuhan serta sentana kesultanan Cirebon yang menyatakan bahwa penerus di Kasepuhan tidak dapat diteruskan oleh puteranya,
assalammu'alaikum wr wb
Bersama ini kami prihatin dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya di Keraton Kasepuhan sejak dahulu setelah meninggalnya Sultan Sepuh V Pangeran Mochammad Syafiudin Matangaji pada 1786 Masehi, zaman pemerintahan Belanda,” tulis Hempi dalam keterangannya.
Karena situasi saat itu dipengaruhi penguasa pemerintahan kolonial Belanda, sebut Hempi, Sultan Sepuh VI yang dilantik bukan trah Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah). Sultan Sepuh VI yang dilantik pemerintah kolonial Belanda adalah Sultan Hasanudin (Ki Muda), dan berlanjut sampai keturunannya sekarang almarhum Sultan Sepuh XIV.
Dengan dasar sejarah terdahulu, dan sekarang telah menjadi Negara Republik, maka keutuhan keturunan Kesultanan Kasepuhan harus dikembalikan kepada trah/nasab yang sebenarnya. Agar kedudukan Sultan Kasepuhan benar-benar turunan asli Sunan Gunung Jati. Sehingga doa dan marwah Sultan Kasepuhan nyambung dengan leluhurnya.
Jadi penerus Sultan Sepuh XIV tidak dapat diteruskan oleh putranya. Karena akan menjadi masalah yang berkepanjangan dari keturunan punggel yang bukan keturunan Sunan Gunung Jati,” demikian pernyataan sejarah dan penertiban Kesultanan Kasepuhan Cirebon yang ditulis Hempi dalam suratnya.
1699-1734: Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon
1734-1766: Pangeran Kusumawaningyun Kaprabon
1766-1798: Pangeran Brataningrat Kaprabon
1798-1838: Pangeran Raja Sulaiman Sulendraningrat Kaprabon
1838-1878: Pangeran Arifudin Kusumabratawirdja Kaprabon
1878-1918: Pangeran Adikusuma Adiningrat Kaprabon
1918-1946: Pangeran Angkawijaya Kaprabon
1946-1974: Pangeran Aruman Raja Kaprabon
1974-2001: Pangeran Herman Raja Kaprabon
2001-2021: Prof. Dr. Ir. H. Pangeran Hempi Raja Kaprabon, Drs., M.Pd.
2021-Sekarang: Pangeran Handi Raja Kaprabon
Galeri
Referensi