Hasil Pencarian:
- Komik
- Komik Indonesia
- Batman
- One-shot (komik)
- Joker (karakter)
- Gundala (karakter)
- Arif Havas Oegroseno
- Lookism (manhwa)
- Daftar komik di Malaysia
- Venom (karakter Marvel Comics)
- Smurf
- Jaka Sembung
- Valentine (komik)
- Si Juki
- Merpati (pahlawan super)
- Jendi (komik)
- Godam (komik)
- Pembajakan komik Jepang
- Raden Ahmad Kosasih
- Peanuts
Artikel: Komik
Terminologi
Pada tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, di mana ia mendefinisikan Komik sebagai "tatanan gambar dan balon kata yang berurutan, dalam sebuah buku Komik." Sebelumnya, pada tahun 1986, dalam buku Comics and Sequential Art, Eisner mendefinisikan teknis dan struktur Komik sebagai sequential art, "sepakat gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide". Dalam buku Understanding Comics (1993) Scott McCloud mendefinisikan seni sekuensial dan Komik sebagai juxtaposed pictorial and other images in deliberate sequence, intended to convey information and/or to produce an aesthetic response in the viewer. Para ahli masih belum sependapat mengenai definisi Komik. Sebagian diantaranya berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan. Yang lain lebih mementingkan kesinambungan gambar dan teks. Sebagian lain lebih menekankan sifat kesinambungannya (sequential). Definisi Komik sendiri sangat supel karena itu berkembanglah berbagai istilah baru seperti: Picture stories – Rodolphe Topffer (1845) Pictorial narratives – Frans Masereel dan Lynd Ward (1930-an). Picture novella – dengan nama samaran Drake Waller (1950s). Illustories – Charles Biro (1950s) Picto-fiction – Bill Gaine (1950s) Sequential art (graphic novel) – Will Eisner (1978) Nouvelle manga – Frederic Boilet (2001) Untuk lingkup Nusantara, seorang penyair dari semenanjung Melayu (sekarang Malaysia) Harun Amniurashid (1952) pernah menyebut 'cerita bergambar' sebagai Referensi istilah cartoons dalam bahasa Inggris. Di Indonesia terdapat sebutan tersendiri untuk Komik seperti diungkapkan oleh pengamat budaya Arswendo Atmowiloto (1986) yaitu cerita gambar atau disingkat menjadi cergam yang dicetuskan oleh seorang komikus Medan bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. Sementara itu Seno Gumira Ajidarma (2002), jurnalis dan pengamat Komik, mengemukakan bahwa komikus Teguh Santosa dalam Komik Mat Romeo (1971) pernah mengiklankan karya mereka dengan kata-kata "disadjikan setjara filmis dan kolosal" yang sangat relevan dengan novel bergambar.= Istilah cerita bergambar
= Akronim cerita (ber)gambar, menurut Marcell Boneff mengikuti istilah cerpen (cerita pendek) yang sudah terlebih dahulu digunakan, dan konotasinya menjadi lebih bagus, meski terlepas dari masalah tepat tidaknya dari segi kebahasaan atau etimologis katanya. Tetapi menilik kembali pada kelahiran Komik, maka adanya teks dan gambar secara bersamaan dinilai oleh Francis Laccasin (1971) sebagai sarana pengungkapan yang benar-benar orisinal. Kehadiran teks bukan lagi suatu keharusan karena ada unsur motion yang bisa dipertimbangkan sebagai jati diri Komik lainnya. Karena itu di dalam istilah Komik klasik Indonesia, cerita bergambar, tak lagi harus bergantung kepada cerita tertulis. Hal ini disebut Eisner sebagai graphic narration (terutama di dalam film dan Komik).Posisi Komik di dalam seni rupa
Komik menurut Laccasin (1971) dan koleganya dinobatkan sebagai seni ke-sembilan. Walaupun sesungguhnya ini hanya sebuah simbolisasi penerimaan Komik ke dalam ruang wacana senirupa. Bukanlah hal yang dianggap penting siapa atau apa saja seni yang kesatu sampai kedelapan. Menurut sejarahnya sekitar tahun 1920-an, Ricciotto Canudo pendiri Club DES Amis du Septième Art, salah satu klub sinema Paris yang awal, seorang teoritikus film dan penyair dari Italia inilah yang mengutarakan urutan 7 kesenian di salah satu penerbitan klub tersebut tahun 1923-an. Kemudian pada tahun 1964 Claude Beylie menambahkan televisi sebagai yang kedelapan, dan Komik berada tepat dibawahnya, seni kesembilan. Thierry Groensteen, teoritikus dan pengamat Komik Prancis yang menerbitkan buku kajian komiknya pada tahun 1999 berjudul "Système de la bande dessinée (Formes sémiotiques)" yang akan terbit tahun 2007 menjadi "The System of Comics". Ia berbicara definisi seni kesembilan dalam pengantar edisi pertama majalah "9e Art" di Prancis. Menurutnya, yang pertama kali memperkenalkan istilah itu adalah Claude Beylie. Dia menulis judul artikel, "La bande dessinee est-elle un art?", dan seni kesembilan itu disebut pada seri kedua dari lima artikel di majalah "Lettres et Medecins", yang terbit sepanjang Januari sampai September 1964. Baru kemudian pada tahun 1971, F. Laccasin mencantumkan Komik sebagai seni kesembilan di majalah "Pour un neuvieme art", sebagaimana yang dikutip oleh Marcel Boneff pada 1972 di dalam Komik Indonesia .Referensi
Lihat pula
Komik Indonesia Novel grafik Webtoon Komik terbaruBacaan lebih lanjut
Pranala luar
Komik di Curlie (dari DMOZ) Jurnal akademik The Comics Grid: Journal of Comics Scholarship ImageTexT: Interdisciplinary Comics Studies Image [&] Narrative Diarsipkan 2020-11-06 di Wayback Machine. International Journal of Comic Art Diarsipkan 2013-01-14 di Wayback Machine. Journal of Graphic Novels and Comics Arsip Billy Ireland Cartoon Library & Museum Michigan State University Comic Art Collection Comic Art Collection Diarsipkan 2011-07-19 di Wayback Machine. at the University of Missouri Cartoon Art Museum of San Francisco Time Archives' Collection of Comics Diarsipkan 2012-12-16 di Archive.is "Comics in the National Art Library". Prints & Books. Victoria and Albert Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-11-04. Diakses tanggal 2011-03-15. Basis data Comic Book Database Diarsipkan 2019-12-17 di Wayback Machine. Grand Comics Databasekomik
Justice League: Doom (2012)
No More Posts Available.
No more pages to load.