Komite Peralihan Aceh atau disingkat dengan KPA adalah salah satu organisasi yang dibentuk setelah dibubarkan salah satu sayap militer GAM, yaitu Tentara Nanggroe
Aceh (TNA) pasca Nota Kesepahaman perjanjian damai antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan
Aceh Merdeka (Free
Aceh Movement) yang dilaksanakan di Helsinki, Finlandia. Yang ditandatangani Pihak Indonesia yang diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Hamid Awaluddin dan Pihak Gerakan
Aceh Merdeka diwakili oleh Perdana Menteri GAM, Malik Mahmud dan dimediasi oleh CMI dan juga mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari.
Latar Sejarah
Sebagai konsekwensi dari kesepakatan MoU Helsinki, GAM di haruskan membubarkan sayap militernya, Tentara Nanggroe
Aceh (TNA). GAM selanjutnya mendirikan sebuah organisasi baru yang di beri nama
Komite Peralihan Aceh (KPA).
Komite Peralihan Aceh (KPA) dibentuk untuk menjaga kendali dan sumber data atau informasi mengenai mantan GAM. Pengurusnya terdiri dari panglima-panglima GAM dari tingkat wilayah sampai kecamatan. Melalui wadah organisasi ini di maksudkan agar mantan GAM tetap terkendali. Butir-butir MoU memberi peluang kepada mantan gerilyawan Gerakan
Aceh Merdeka (GAM) untuk berpartisipasi dalam proses politik di
Aceh. Proses ini akan menjadi babak baru bagi GAM untuk melakukan transformasi dari gerakan bersenjata ke gerakan politik. Pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung yang dilakukan serentak untuk 23 Kabupaten/Kota termasuk pemilihan Gubernur di
Aceh pasca perjanjian damai Helsinki merupakan ujian pertama
Komite Peralihan Aceh (KPA) dalam transformasi politik.
Struktur Organisasi
= Pengurus Pusat
=
Ketua KPA Pusat: Muzakir Manaf
Wakil Ketua: Kamaruddin Abubakar
Ketua KPA Luar negeri : Teuku Emi Syamsyumi
Juru Bicara : Azhari Cage, S.I.P.
= Pengurus Wilayah
=
Berikut ini adalah daftar nama-nama Panglima KPA di seluruh wilayah:
Lihat pula
Gerakan
Aceh Merdeka
Kesepakatan Helsinki
Jaringan Aneuk Syuhada
Aceh
Referensi