• Source: Kota 15 menit

Kota 15 menit (bahasa Inggris: 15-minute city, FMC atau 15mC) adalah sebuah konsep perencanaan kota yang mencakup sebagian besar kebutuhan dan layanan sehari-hari seperti pekerjaan, perbelanjaan, pendidikan, kesehatan, dan rekreasi dapat dengan mudah dicapai dengan berjalan kaki atau bersepeda selama 15 menit dari titik mana pun di kota. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada mobil, mendorong kehidupan yang sehat dan berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk perkotaan.
Penerapan konsep kota 15 menit memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan perencanaan transportasi, perancangan perkotaan, dan pembuatan kebijakan untuk menciptakan ruang publik yang terancang dengan baik, jalanan yang ramah pejalan kaki, dan kawasan serbaguna. Perubahan gaya hidup ini mungkin mencakup kerja jarak jauh yang mengurangi perjalanan sehari-hari, dan didukung oleh meluasnya ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Konsep ini digambarkan sebagai "kembali ke cara hidup lokal".
Akar konsep ini dapat ditelusuri ke tradisi perencanaan kota pra-modern di mana kemudahan berjalan kaki dan kehidupan bermasyarakat merupakan fokus utama sebelum munculnya jaringan jalan raya dan mobil. Baru-baru ini, hal ini didasarkan pada prinsip-prinsip serupa yang berpusat pada pejalan kaki yang ditemukan dalam Urbanisme Baru, pembangunan berorientasi transit, dan wacana lain yang mendukung kemudahan berjalan kaki, kawasan serbaguna, dan komunitas yang kompak dan layak huni. Banyak model telah diusulkan tentang bagaimana konsep ini dapat diimplementasikan, seperti kota-kota berdurasi 15 menit yang dibangun dari serangkaian lingkungan yang lebih kecil dalam waktu 5 menit, yang juga dikenal sebagai komunitas lengkap atau lingkungan ramah pejalan kaki.
Konsep ini mendapatkan daya tarik yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir setelah Walikota Paris Anne Hidalgo berencana untuk menerapkan konsep kota 15 menit selama kampanye pemilihannya kembali pada tahun 2020. Sejak itu, sejumlah kota di seluruh dunia telah mengadopsi hal yang sama dan banyak peneliti telah menggunakan model 15 menit sebagai alat analisis spasial untuk mengevaluasi tingkat aksesibilitas dalam tatanan perkotaan.




Dampak sosial



Kota berdurasi 15 menit, dengan penekanan pada walkability kaki dan aksesibilitas telah diajukan sebagai cara untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada kelompok masyarakat yang secara historis tidak dimasukkan dalam perencanaan tata kota, seperti perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, orang-orang dengan riwayat penyakit mental, dan orang tua.
Infrastruktur juga ditekankan untuk memaksimalkan fungsi perkotaan seperti sekolah, taman, dan kegiatan pelengkap bagi warga. Ada juga fokus besar pada akses terhadap ruang terbuka hijau, yang dapat mendorong dampak positif terhadap lingkungan seperti meningkatkan keanekaragaman hayati di perkotaan dan membantu melindungi kota dari spesies invasif. Penelitian menemukan bahwa peningkatan akses terhadap ruang terbuka hijau juga dapat berdampak positif pada kesehatan mental dan fisik penduduk kota, mengurangi stres dan emosi negatif, meningkatkan kebahagiaan, meningkatkan kualitas tidur, dan mendorong interaksi sosial yang positif. Penduduk perkotaan yang tinggal di dekat ruang terbuka hijau juga terbukti lebih banyak berolahraga, sehingga meningkatkan kesehatan fisik dan mental mereka.




Referensi

Kata Kunci Pencarian:

• Kota 15 menit
• Kota Semarang
• Kota Bandung
• Kota Makassar
• Kota Palu
• Kota Jayapura
• Kota Tanjungpinang
• Persib Bandung
• Twisted
• Kota Cilegon
• Transjakarta Corridor 6
• KRL Commuterline
• Transjakarta Corridor 12
• List of Transjakarta corridors
• Soekarno–Hatta Airport Rail Link
• 2024 AFC U-23 Asian Cup
• Kendari
• Argo Bromo Anggrek (train)
• Argo Parahyangan (train)
• Anthony Sinisuka Ginting