Kota Lhokseumawe (bahasa Aceh: Aceh) adalah sebuah
Kota yang berada di provinsi Aceh, Indonesia.
Kota ini berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatra. Berada di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga
Kota ini merupakan jalur vital distribusi dan perdagangan di Aceh. Pada pertengahan tahun 2024, jumlah penduduk
Kota Lhokseumawe sebanyak 197.336 jiwa dengan kepadatan 1.500 jiwa/km².
Sejarah
Secara etimologi
Lhokseumawe berasal dari kata Lhok dan Seumawe. Dalam Bahasa Aceh, Lhok dapat berarti dalam, teluk, palung laut, dan Seumawe bermaksud air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keberadaan kawasan ini tidak lepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13, kemudian kawasan ini menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524.
= Zaman Kolonial
=
Sebagian warga masih menyebut
Lhokseumawe sebagai
Kota Petro Dolar, seiring masa kejayaan Mobil Oil, PT Arun, dan sejumlah proyek vital lainnya di
Lhokseumawe. Kawasan ini sudah memainkan perannya sejak kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13.
Lhokseumawe terus memainkan peran penting saat menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524, masa kolonial dan perang kemerdekaan.
Peran penting
Kota Lhokseumawe dalam sejarah Aceh bisa terlihat dari banyaknya situs bersejarah (dari abad 11 M-20 M) di seantero
Kota yang membawahi lima kecamatan ini. Di antaranya, tiang gantung atau tempat Teuku Chik Di Tunong dieksekusi, Benteng Tentara Jepang, Makam Teungku
Lhokseumawe, Makan Tgk Chik Ditunong.
Meriam Belanda, Tugu Perlawanan Tentara Indonesia melawan Tentara Belanda, Makam Putro Neng, Makam Tgk Syiah Hudam. Gua Ibrahim Tapa, Cot Bukulah, Gua Jepang, Makam Tgk Chik Di Paloh, Makam Tgk Jrat Meuindram, Makam Tgk Chik Buket Bruek Krueng, Rumah Adat Ule Balang, Tugu TKR melawan tentara Jepang, Tugu Syahid Tgk Abdul Jalil Cot Plieng dan makam prajuritnya, Mon Tujoh, Makam Mualim Taufiq Shaleh, Makam Tgk Batee Meutarah, dan kawasan sumur Tgk di Mon Lhok.
Sayangnya, belum banyak upaya untuk melestarikan situs-situs bersejarah ini. Padahal, jika dikelola secara profesional dan dikemas secara menarik, semua situs bersejarah ini dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke
Kota Lhokseumawe. Sejumlah rujukan juga mengarahkan bahwa sektor wisata (sejarah) akan memberikan pendapatan dalam jangka panjang, dibandingkan dengan ekploitasi hasil alam. Hanya perlu kemauan dan inovasi bagi kita untuk mengelola warisan orang terdahulu.
Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903, setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai dan dijajah Belanda.
Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status
Lhokseumawe menjadi Bestuur Van
Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul
Lhokseumawe yang tunduk di bawah Aspiran Controeleur. Di
Lhokseumawe, berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.
Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh,
Kota Lhokseumawe sebagai salah satu pulau kecil dengan luas sekitar 11 km² yang dipisahkan dengan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer, dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa (Gampong) Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak di sebut
Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio
Kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.
= Masa Kemerdekaan
=
Pada tanggal 21 September dan 22 September 1953, Pasukan DI/TII menyerang
Lhokseumawe sebanyak dua kali. Kedua serangan tersebut digagalkan oleh TNI.
Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya
Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, cunda serta Pidie.
Pada tahun 1956, dengan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah Provinsi Sumatera Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh Utara dengan ibu kotanya
Lhokseumawe.
Pada tahun 1964, dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, status
Lhokseumawe berpeluang ditingkatkan menjadi
Kota Administratif. Pada tanggal 14 Agustus 1986, dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan
Kota Administratif
Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara de jure dan de facto
Lhokseumawe telah menjadi
Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87 km² yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, dan Kecamatan Blang Mangat.
Sejak Tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif
Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Blang Mangat.
Pada tahun 2006, kecamatan Mura Dua mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Muara Dua dan Muara Satu sehingga jumlah kecamatan di
Kota Lhokseumawe menjadi empat kecamatan.
Geografi
Penggunaan lahan terbesar di
Kota Lhokseumawe adalah untuk permukiman seluas 10 877 ha atau sekitar 60% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha kebun campuran 4.590 ha atau sekitar 25,35%, di samping untuk kebutuhan persawahan seluas 3 747 ha atau sekitar 21%. Untuk kebutuhan perkebunan rakyat telah dimanfaatkan seluas 749 ha atau sekitar 4% dan untuk lain–lainnya.
= Batas Wilayah
=
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001, tanggal 21 Juni 2001
Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi
Kota dengan batas-batas wilayah:
= Iklim
=
Wilayah
Kota Lhokseumawe memiliki iklim muson tropis (Am) dengan dua musim yang jelas, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Suhu udara di wilayah ini cenderung konstan antara 23°–34 °C. Tingkat kelembapan di
Kota ini pun cenderung tinggi antara 60% hingga 90%.
Pemerintahan
= Daftar Wali Kota
=
= Dewan Perwakilan
=
DPRK
Lhokseumawe memiliki 25 orang anggota yang dipilih secara langsung dalam pemilihan umum legislatif lima tahun sekali. Anggota DPRK
Lhokseumawe yang saat ini menjabat adalah hasil Pemilu 2019 yang menjabat untuk periode 2019-2024 sejak 10 September 2019. DPRK
Lhokseumawe dipimpin oleh satu ketua dan dua wakil ketua yang berasal dari partai politik pemilik kursi dan suara terbanyak. Pimpinan DPRK
Lhokseumawe periode 2019-2024 dijabat oleh Ismail A. Manaf dari Partai Aceh sebagai Ketua, Irwan Yusuf dari Partai Gerakan Indonesia Raya sebagai Wakil Ketua I, dan Teuku Sofianus dari Partai Demokrat sebagai Wakil Ketua II.
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD
Kota Lhokseumawe dalam tiga periode terakhir.
= Kecamatan
=
Kota Lhokseumawe memiliki 4 kecamatan dan 68 gampong dengan kode pos 24315-24375 (dari total 243 kecamatan dan 5827 gampong di seluruh Aceh). Per tahun 2010 jumlah penduduk di wilayah ini adalah 171.163 (dari penduduk seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 85.436 pria dan 85.727 wanita (rasio 99,66). Dengan luas daerah 15.344 ha (dibanding luas seluruh provinsi Aceh 5.677.081 ha), tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 668 jiwa/km² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/km²). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya sebesar 190.624 jiwa dengan luas wilayahnya 181,06 km² dan sebaran penduduk 1052 jiwa/km².
Daftar kecamatan dan gampong di
Kota Lhokseumawe, adalah sebagai berikut:
Kesehatan
= Rumah sakit
=
= Fasilitas
=
Sarana kesehatan yang tersedia di
Kota Lhokseumawe terdiri dari:
Catatan: Tidak termasuk Perusahaan Swasta, Hanya Data sarana/prasarana Pemerintah dan pegawai pemerintah
Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia adalah:
Pendidikan
Jumlah sarana pendidikan umum yang ada di
Kota Lhokseumawe sampai dengan tahun 2023, terdiri dari Taman Kanak – kanak 37 unit (swasta 24 unit), Sekolah Dasar sebanyak 72 unit, SLTP 18 unit serta SMU/SMK sebanyak 13 unit, Akademi/Perguruan Tinggi 12 unit.
Sarana pendidikan agama yang ada 8 unit Madrasah Ibtidaiyah (5 negeri dan 3 swasta), 6 unit Madrasah Aliyah (1 negeri dan 5 swasta). Di
Kota Lhokseumawe memiliki 26 unit Pondok Pasantren dan 189 unit Balai Pengajian.
Tempat ibadah
Sedangkan sarana peribadatan yang dimiliki
Kota Lhokseumawe adalah:
Perekonomian
Perekonomian
Kota Lhokseumawe mengarah pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Sektor ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tingkat permintaan penginapan di
Kota Lhokseumawe juga terbilang tinggi, karena
Kota Lhokseumawe merupakan
Kota transit antara Medan dan Banda Aceh. Selain itu, karyawan negeri dan swasta yang bekerja di
Kota Lhokseumawe sering mencari penginapan ketika dalam masa penugasan, mengingat karyawan-karyawan tersebut berasal dari luar
Kota Lhokseumawe.
Berdasarkan hasil penelitian Geologi Departemen Pertambangan dalam wilayah kawasan
Kota Lhokseumawe terdapat bahan galian Golongan C berupa batu kapur, tanah timbun dan pasir/kerikil. Di samping itu terdapat juga sumber daya alam berupa gas alam yang pengolahannya dilakukan oleh PT. Arun NGL Co. Sumber daya alam tersebut sudah dieksplorasi sejak tahun 1975 oleh Mobil Oil Indonesia Inc (sekarang ExxonMobil) di Kabupaten Aceh Utara yang selanjutnya dilakukan pengolahan untuk diekspor ke luar negeri, hasil pengolahan gas berupa condensat juga dimanfaatkan oleh Pabrik Aromatix yang dibangun tahun 1998 dan perusahan–perusahaan besar lainnya seperti pabrik pupuk.
PT. Kertas Kraft Aceh (PT.KKA), PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Asean Aceh Fertilizer dan EXXON Mobil–Arun berada di sekitar
Kota ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dari pabrik-pabrik besar yang dimiliki
Kota Lhokseumawe, namun tak juga mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian besar penduduk asli
Lhokseumawe dari bawah garis kemiskinan.
Pariwisata
Beberapa objek wisata yang dinilai sangat menunjang kemampuan Sektor Pariwisata ke depan antara lain:
Pantai Ujong Blang
Pantai Rancong
Pulau Seumadu
Pantai Meuraksa
Pantai KP3
Sungai Krueng Cunda
Waduk Pusong
Taman Riyadhah
Kampung P. Ramlee (seniman besar Malaysia, asal Aceh).
Taman Ngieng Jioh (Blang Panyang)
Bukit Gua Jepang (Blang Panyang)
Waduk Jeuleukat
Masjid Agung Islamic Center
Kesemua objek ini dapat menjadi aset bagi dunia Pariwisata
Kota Lhokseumawe jika ditata dan dikembangkan dengan lebih menarik.
Media
= Radio
=
Kota Lhokseumawe memiliki beberapa stasiun radio yaitu:
Transportasi
Objek perhubungan yang menunjang sektor perekonomian antara lain:
Darat:
Terminal Mobil Bongkar Muat Kandang
Terminal Mobil Penumpang type C Keude Aceh
Terminal Terpadu type B
Lhokseumawe
Terminal Terpadu type A
Lhokseumawe
Stasiun Kereta Api Paloh
Lhokseumawe (akan beroperasi di bulan januari 2024)
Stasiun Kereta Api
Lhokseumawe (direncanakan 2025)
Stasiun Kereta Api Blang Mangat
Lhokseumawe (direncanakan 2027)
Udara:
Bandar Udara Malikussaleh
Bandar Udara Lhok Sukon
Laut:
Pelabuhan Laut Kruengeukeuh
Referensi
Lihat pula
Pemerintahan Aceh
Lembaga Wali Nanggroe
Kawasan Ekonomi Khusus Arun
Lhokseumawe
Sejarah Aceh
Majelis Permusyawaratan Ulama
Majelis Adat Aceh
Pranala luar
(Indonesia) Website Pemkot
Lhokseumawe
(Indonesia) Bappeda
Kota Lhokseumawe
(Indonesia) Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum
Kota Lhokseumawe Diarsipkan 2017-10-05 di Wayback Machine.
(Indonesia) Layanan Pengadaan Secara Elektronik
Kota Lhokseumawe Diarsipkan 2012-12-31 di Wayback Machine.