Penyakit refluks larangofaring (RLF; bahasa Inggris: Laryngpharinx reflux, LPR) adalah
Penyakit yang disebabkan aliran balik dari cairan lambung menuju laring, faring, dan saluran pernapasan lainnya. Cairan lambung yang masuk merupakan dampak dari kerusakan membran mukosa esofagus dan tampilan klinisnya sering didefinisikan sebagai kelanjutan dari
refluks gastroesofagus, walau ada perbedaan patofisiologi.
Pada penderita RLF biasanya menunjukan gejala-gejala seperti batuk, suara serak, disfagia, sensasi globus, dan sakit tenggorok. Pada kondisi lanjut dapat muncul tanda-tanda infeksi hidung, sinus, telinga, dan paru.
Diagnosis RLF ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan penunjang seperti laringoskopi fleksibel atau pH. Sementara pengobatan RLF meliputi kombinasi diet, modifikasi perilaku, antagonis reseptor H2, penghambat pompa proton (PPI), dan tindakan bedah.
Tanda dan gejala
Penderita RLF biasanya akan mengeluhkan rasa tersangkut di tenggorok (sensasi globus), mendehem (throat clearing), batuk, dan suara serak. Dapat diikuti keluhan lain seperti nyeri tenggorok, dahak tertumpuk di tenggorok, sesak napas, mulut berbau (halitosis), hingga sulit menelan (disfagia). Pada sekitar 25% kasus, gejala esofagus seperti rasa seperti terbakar di dada juga dapat ditemui. Keluhan lebih lanjut dapat menyebabkan keluhan pada hidung, sinus, dan paru.
Keluhan rasa tersangkut di tenggorok serta mendehem kemungkinan disebabkan oleh dua teori. Teori pertama karena paparan langsung asam pepsin dari lambung hingga menimbulkan kerusakan jaringan laring dan sekitarnya. Kerusakan jaringan menyebabkan silia pada mukosa laring rusak, sehingga menyebabkan lendir menumpuk. Teori kedua karena paparan isi lambung pada bagian bawah esofagus sehingga menimbulkan refleks vagal. Refleks tersebut menyebabkan penyempitan bronkus dan menimbulkan efek mendehem dan batuk.
Diagnosis
Diagnosis RLF ditegakkan dengan anamnesis gejala klinis dan riwayat
Penyakit, pemeriksaan laringoskopi, serta menentukan adanya aliran balik cairan lambung ke
laringofaring. Penentuan adanya aliran balik merupakan baku emas dalam penegakan diagnosis RLF, baik dengan menggunakan ambulatory 24 hours double probe pH monitoring ataupun metode ELISA. Namun, pemeriksaan baku emas tersebut mahal dan tidak nyaman digunakan pada penderita.
Pada anamnesis, dapat dibantu dengan penilaian indeks gejala
refluks (Reflux Symptoms Index, RSI). Indeks tersebut dapat digunakan untuk menilai gejala RLF sebelum dan sesudah mulai pengobatan. Setiap gejala ditanyakan derajat keparahannya dari 0 hingga 5. Apabila didapatkan hasil lebih dari 13, maka dicurigai RLF. Gejala-gejala
refluks pada RSI antara lain:
Suara serak
Mendehem
Penumpukan dahak di tenggorok (post nasal drip)
Sulit menelan
Batuk setelah makan atau berbaring
Tersedak
Batuk yang sangat mengganggu
Rasa mengganjal, lengket, dan panas di tenggorok
Nyeri ulu hati atau panas di dada
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan RLF meliputi kombinasi diet, modifikasi perilaku, obat, dan tindakan bedah. Penderita RLF dianjutkan untuk mengurangi porsi makan dan membiasakan makan terakhir 2-4 jam sebelum berbaring. Penderita juga diminta untuk menghindari makanan-makanan yang dapat menurunkan tonus otos sfingter esofagus, seperti makanan bersoda, mengantung kafein, soda, alkohol, mint, coklat, buah-buahan asam, cuka, dan rokok. Penderita juga diminta meninggikan bantal saat berbaring dan mengurangi stres.
Penatalaksanaan RLF dengan obat paling utama dengan menggunakan penghambat pompa proton (PPI), sama seperti terapi obat pada
refluks gastroesofagus (GERD). Hal membedakan adalah dosis dan durasi terapi. Pada RLF, dosisnya dua kali lipat dari dosis GERD dengan durasi terapi tiga hingga enam bulan. Derivat PPI yang dipergunakan antara lain omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol. PPI dapat dikombinasikan dengan zat proteksi mukosa seperti sukralfat.
Terapi pembedahan dilakukan untuk memperbaiki penahan pada daerah pertemuan esofagus dan lambung untuk mencegah
refluks isi lambung. Terapi ini dianjurkan pada penderita yang telah lama menggunakan terapi obat dan dosis yang telah dinaikan. Walau begitu, terapi ini dapat menimbulkan komplkasi lain.
Referensi