Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) merupakan suatu
Lembaga yang berdiri dengan dasar rasa keprihatinan atas berbagai problem
Sosial, politik, ekonomi, hukum
dan terancamnya sendi-sendi demokrasi di Indonesia.
Lembaga ini bertujuan untuk ikut mengawal proses demokratisasi di Indonesia, yaitu dengan menciptakan suasana pluralisme
dan kebersamaan sebagai satu bangsa Indonesia. Indonesia merupakan suatu bangsa majemuk yang dihuni oleh beragam etnis, suku,
dan Agama sehingga rawan terhadap konflik horisontal yang berbasis rasialisme maupun
Agama. Ruang lingkup kinerja eLSA meliputi pemberdayaan antar umat beragama untuk membangun demokrasi di Indonesia.
Pendirian eLSA adalah untuk menegakkan demokrasi di atas basis pluralitas
Agama, etnis, ras,
dan gender.
Lembaga ini berupaya untuk membangun suatu perdamaian universal yang dilandasi nilai-nilai kemanusiaan tanpa dibatasi oleh sekat-sekat primordial
Agama, etnisitas, ras,
dan gender; menciptakan keadilan
Sosial di masyarakat; menumbuhkan kesadaran berdemokrasi; serta menanamkan pentingnya independensi
dan civil society.
Pendirian
eLSA didirikan oleh komunitas Justisia, yaitu suatu
Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM), Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, yang mulai terbit semenjak tahun 1993. LPM ini memuat berbagai tema, dari isu multikulturalisme hingga Konsep Ketuhanan, sehingga cukup kontroversial
dan pernah menjadi sasaran Pemerintah Orde Baru pada tahun 1996. Selain itu, jurnal ini juga mengangkat tema pembelaan terhadap hak minoritas, yakni kaum homoseksual
dan waria pada Edisi 25,
dan Wahabisme pada Edisi 28.
Komunitas Justisia berkeinginan memiliki ruang untuk bertukar gagasan mengenai pluralisme, demokratisasi,
dan pembelaan hak-hak kelompok minoritas dalam ruang publik yang terbuka, yang hanya bisa didapat melalui satu
Lembaga independen. Selain itu, komunitas ini berkeinginan untuk membangun iklim keilmuan yang kondusif. Akhirnya, eLSA didirikan
dan disahkan oleh akta notaris Pengadilan Negeri Kota Semarang No. 2 tanggal 16 Agustus 2005 dengan Dewan Pendiri yang terdiri atas Dr. Abu Hapsin, M. Arja Imroni, Sumanto Al-Qurtuby,
dan Dr. Imam Yahya.
Pada awalnya, eLSA hanya mengelola ruang diskusi dengan tema kajian-kajian keislaman yang terbuka, kritis,
dan toleran, yang juga disuarakan melalui media cetak, seminar,
dan diskusi terbatas. eLSA juga terus membina hubungan dengan kelompok lintas
Agama. Pada tahun 2009, eLSA melakukan regenerasi
dan berekspansi menjadi
Lembaga penerbitan, serta menjadi bank data untuk kasus-kasus keberagamaan di Jawa Tengah.
Lembaga ini turut berpartisipasi dalam melakukan investigasi
dan pemantauan terhadap kehidupan keberagamaan, khususnya pada kebebasan beragama
dan berkeyakinan (KBB), serta proses advokasi.
Lembaga ini juga memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas
Agama, etnis,
dan gender.
Deklarasi desa inklusif
eLSA bersama pemerintah, tokoh lintas
Agama,
dan masyarakat Desa Karangrowo mendeklarasikan Desa Inklusif (20-8-2016) yang bertujuan untuk mengingatkan pemerintah
dan masyarakat luas untuk bersama-sama menghargai hak penduduk minoritas, khususnya di bidang
Agama dan kepercayaan, yang selama ini terpinggirkan. deklarasi ini memuat lima poin, yakni bahwa masing-masing elemen masyarakat, yakni Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tokoh
Agama, Tokoh Masyarakat, Pemuda,
dan Pemudi:
bersepakat untuk meneguhkan NKRI, mengamalkan nilai-nilai Pancasila
dan UUD 1945;
menjunjung tinggi toleransi beragama
dan kepercayaan tanpa diskriminasi;
mengedepankan nilai-nilai budaya lokal;
saling menghargai dalam perbedaan
dan keragaman
Agama/kepercayaan;
berkomitmen untuk saling membantu dalam penyelesaian persoalan di masyarakat.
Lihat pula
Masyarakat Anti-Kekerasan Yogyakarta
Wahid Institute
Referensi