Madah Bakti adalah buku kumpulan doa dan nyanyian yang menunjang umat Katolik Indonesia dalam beribadah.
Madah Bakti memuat banyak nyanyian-nyanyian liturgis yang berasal dari etnik Nusantara (selanjutnya disebut sebagai nyanyian Inkulturasi Katolik Indonesia).
Madah Bakti umum digunakan dalam perayaan Misa selain buku Puji Syukur yang lebih luas digunakan di Indonesia.
Madah Bakti pertama kali diciptakan pada tahun 1980 oleh Pusat Musik Liturgi Yogyakarta, dan mengalami pembaharuan isi doa dan nyanyian pada tahun 2000. Nyanyian yang termuat dalam
Madah Bakti pada umumnya merupakan hasil Lokakarya Komposisi Pusat Musik Liturgi Yogyakarta di beberapa daerah. Beberapa lagu dalam
Madah Bakti juga termuat dalam buku Puji Syukur dengan beberapa perubahan pada isi syair nyanyian (terlebih untuk nyanyian inkulturasi dikarenakan versi
Madah Bakti didasarkan pada versi asli hasil lokakarya PML).
Madah Bakti saat ini tersedia dalam dua versi yakni Versi Nasional (bagian nyanyian tambahan inkulturasi terdiri atas Hasil Lokakarya Komposisi PML di seluruh Indonesia) dan Versi Regio Kalimantan (bagian nyanyian tambahan inkulturasi terdiri atas Hasil Lokakarya Komposisi PML di Regio Kalimantan).
Gagasan semula pengadaan buku
Madah Bakti muncul pada saat Kongres Musik Liturgi Kedua tahun 1975 di Yogyakarta. Dalam Kongres Musik Liturgi tahun 1975, diputuskanlah beberapa hal penting, yakni :
Menerbitkan media sarana komunikasi untuk Musik Liturgi yang kompeten. Media ini berjudul Warta Musik, berformat majalah dan hingga saat ini masih terbit (baik dalam mode digital ataupun cetak).
Menciptakan Buku Doa dan Nyanyian Liturgi Indonesia.
Membina para utusan dari daerah secara perseorangan untuk dijadikan penggerak musik Gereja zaman sekarang. Dalam perjalanannya, format pelatihan menjadi Kursus Periodik yang diadakan setiap tahun yakni Kursus Musik Gereja (Kursus Organ Gereja dan Kursus Organ Gereja Jarak Jauh).
Keputusan kedua merupakan keputusan yang besar untuk PML dan Seksi Musik Komisi Liturgi MAWI. Namun, hal ini juga berdasar pada kredibilitas PML akan kemampuan instansi ini dalam menciptakan nyanyian ibadat baru yang sesuai corak khas Nusantara. Dalam periode 1971 - 1973 misalnya, PML berhasil menciptakan buku nyanyian baru bernama Gema Hidup. Dalam buku ini mulai bermunculan nyanyian ibadat yang lebih khas Nusantara, disamping tetap tersedia pula nyanyian ibadat dengan gaya musik serapan dari Barat (semisal dari buku Umat Allah Bernyanyi, Yubilate, dan Syukur Kepada Bapa) ataupun musik yang memang berasal dari Eropa dengan terjemahan Indonesia.
Selanjutnya, pada persiapan untuk Kongres Kedua Musik Liturgi pula, PML secara aktif telah melakukan komposisi lagu inkulturasi. Terlebih dalam hal ini, Bp. Paul Widyawan dan Rm. Karl-Edmund Prier bersinergi dalam menciptakan berbagai lagu yang hingga sekarang masih dinyanyikan. Beberapa lagu berikut ialah :
Bawalah Persembahan (MB 228 - Gaya Keroncong)
Dayung Di Arus (MB 221 - Gaya Minang / Melayu)
Di Jenjang Maaf (MB 367 - Gaya Betawi), dan masih banyak lain.
Lagu - lagu berikut terkumpul dalam buku nyanyian berjudul Indonesia Tercinta. Tak lupa pula pada tahun 1974, PML berhasil mengumpulkan beberapa lagu inkulturasi dengan bantuan musikus Gereja Katolik lokal (semisal : Misa Manado oleh M. Rarun dengan karakteristik musik khas Kolintang yang terkenal itu). Beberapa hal ini di kemudian hari menjadi tolok ukur Komisi Liturgi MAWI dalam penunjukan PML dalam membuat Buku Doa dan Nyanyian Liturgi Indonesia.
Pembuatan Buku Doa dan Nyanyian Liturgi semula tidaklah mudah. Saat itu masih belum terdapat skema susunan yang tepat untuk pembuatan buku tersebut. Beruntungnya, di Jerman rilis sebuah buku baru bernama "Gotteslob". Acuan dari Gotteslob, kemudian menjadi model utama pembuatan buku ini dengan penyesuaian dengan budaya dan situasi di Indonesia. Adapun hambatan lain ialah sekalipun sudah terkumpul secara masif nyanyian misa, kebanyakan dari nyanyian ialah ordinarium (Misa Kita, Misa Syukur, Misa Harjowardoyo, Misa Manado, dll.). Namun, untuk lagu proprium terlebih untuk nyanyian proprium Tematis masih dirasa kurang.
Perihal ini ternyata bisa diatasi. Dengan bantuan Bp. Liberty Manik (komponis Satu Nusa Satu Bangsa) yang pada waktu itu (tahun 1976), telah pulang studi komposisi di Jerman. Bp. Manik memprakarsai konsep baru yakni Lokakarya Komposisi. Konsep ini bertujuan agar para peserta yang hadir dalam Lokakarya Komposisi di-briefing secukupnya perihal teori musik dan syair. Selanjutnya dengan dibantu narasumber kompeten, para peserta diharapkan mengarang dan mengonsep lagu yang layak diperdengarkan dan dinyanyikan saat liturgi.
PML dengan dibantu oleh Bp. Manik (narasumber bidang komposisi) dan Bp. Simatupang (narasumber bidang syair) akhirnya melaksanakan Loko (Lokakarya Komposisi) di Kaliurang dan Syantikara Yogyakarta pada periode tahun 1977 hingga 1979. Beberapa hasil Lokakarya ini juga dimasukkan ke dalam daftar nyanyian
Madah Bakti di kemudian hari. Juga masih dalam periode yang sama, PML diundang agar melaksanakan Lokakarya Komposisi di Detusoko. Lokakarya ini berhasil membuahkan hasil sebanyak 32 lagu baru, dengan 16 lagu di antaranya masuk dalam
Madah Bakti (misalnya : Trimalah Ya Bapa (MB 233) dan Karya Tritunggal / Hai Umat Pujilah Bapa (MB 484)).
Akhirnya, Kongres Musik Liturgi Ketiga di Jakarta diadakan pada tahun 1980 (tepatnya di Klender). Buku Doa dan Nyanyian Liturgi Indonesia (nama proyek ini) diresmikan oleh MAWI dan diberi nama sebagai
Madah Bakti. Mgr. Anicetus Bongsu Antonius Sinaga, O.F.M.Cap. menawarkan dan memperkenalkan buku ini sebagai "Buku Tawaran Alternatif untuk Gereja Indonesia dan bukan Buku Wajib". Penawaran ini mungkin harap dapat dimaklumi karena citra buku ini awal mulanya dianggap Yogya-sentris, walau pada akhirnya citra ini terbantahkan oleh terdapatnya sejumlah lagu non-Kejawen yakni nyanyian inkulturasi dari suku Flores, Timor, Batak dan dari banyak wilayah lainnya, lagu bernuansa Barat, Gregorian, dll. Hadir pula beberapa komponis lagu Gereja yang turut mendukung buku Gereja yang baru ini. Bahkan menurut Dr. Liberty Manik,
Madah Bakti merupakan suatu tonggak sejarah Musik Gereja Indonesia yang tiada dapat lagi ditiadakan.
Beberapa Nyanyian Populer Madah Bakti
Sepanjang perjalanan
Madah Bakti hingga sekarang, ternyata umat Katolik Indonesia banyak yang masih sering menyanyikan serta hafal akan nyanyian dari
Madah Bakti. Berdasarkan versi
Madah Bakti 2000 TPE 2020, berikut (menurut mayoritas umat Katolik Indonesia) beberapa lagu yang masih sering dinyanyikan :
Bawalah Persembahan (MB no. 228 - Gaya Keroncong, Lagu & Syair : Paul Widyawan)
Kita Menghadap Altar Tuhan / Dengan Gembira (MB no. 601 - Gaya Nias, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Pematang Siantar 1986)
Datanglah, Ya Tuhan (MB no. 611 - Gaya Timor Bunaq, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Atambua 1989)
Ya Namamu Maria (MB no. 547 - Gaya Barat, Lagu & Syair : Syukur Kepada Bapa No. 327)
Di Sanggar Maha Suci (MB no. 164 - Gaya Keroncong, Lagu & Syair : Paul Widyawan)
Kelana (MB no. 160 - Gaya Makassar, Lagu & Syair : Paul Widyawan)
Dayung Di Arus (MB no. 221 - Gaya Melayu / Minang, Lagu & Syair : Paul Widyawan)
Uluran Tangan Kami (MB no. 246 - Gaya Tionghoa, Lagu & Syair : Finna Su Phing)
Aku Mengasihi Tuhan (MB no. 290 - Gaya Jawa, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Kaliurang 1978 (Yoakim Agus Tridiatno))
Alam Raya Karya Bapa (MB no. 352 - Gaya Barat, Lagu : Georg Friedrich Handel, Lowell Mason & Isaac Watts, Syair : B. Suparyanto)
Segenap Jiwaku (MB no. 341 - Gaya Jawa, Lagu & Syair : Catejanus Hardjosoebroto)
Wartakan Dengan Lantang (MB no. 339 - Gaya Spiritual African American, Lagu : Tradisional Afrika Amerika, Syair : B. Suparyanto)
Yerusalem Kota Surgawi (MB no. 834 - Gaya Batak Toba, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Pematang Siantar 1986)
Segarkanlah Kami / Kepada-Mu Tuhanku (MB no. 608 - Gaya Dayak Kenyah, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Tering, Kalimantan Timur 1985)
Hidup Kita Dalam Dunia / Cintailah Sesamamu (MB no. 775 - Gaya Nias, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Sirombu 1987)
Bagai Bumi Tersiram Hujan (MB no. 761 - Gaya Dayak Kanayatn, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Pematang Siantar 1986)
Pujian Kepada-Mu Tuhan / Tinggallah Dalam Hati (MB no. 701 - Gaya Batak Toba, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Pematang Siantar 1986)
Syukur Kepada-Mu Tuhan (MB no. 427 - Gaya Barat (Jerman), Lagu : Christoph Bernhard Verspoell, Friedrich Matthias Berghaus, Syair : A. Budyapranata)
Limpahkan Kasih-Mu (MB no. 478 - Gaya Barat, Lagu & Syair : Hasil Lokakarya PML di Kaliurang 1978 (Sr. Elisa))
Yerusalem Lihatlah Raja-Mu (MB no. 395 - Gaya Barat, Lagu & Syair : Michael Maybrick + Paul Widyawan)
Hai Makhluk Semua (MB no. 435 - Gaya Flores, Lagu & Syair : Martin Runi Marrun)
Hanya Pada-Mu Tuhan (MB no. 317 - Gaya Sunda, Lagu & Syair : A. Sudarsono, dengan izin dari Lembaga Literatur Baptis Bandung), dan masih banyak lainnya.
Juga terdapat banyak sekali lagu - lagu favorit umat dari versi
Madah Bakti yang lain yakni
Madah Bakti tahun 2000 edisi Regio Kalimantan,
Madah Bakti versi 1980 (nyanyian yang sudah dihapus pada pembaharuan versi), dan
Madah Bakti Suplemen tahun 1993 (yang tidak tersedia di versi pembaharuan yakni Edisi 2000).
Lihat juga
Puji Syukur
Gereja Katolik di Indonesia
Rujukan
Tim Liturgi Pusat Musik Liturgi Yogyakarta. 2022.
Madah Bakti Edisi 2000 + TPE 2020. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi Yogyakarta
Prier, Karl-Edmund, S.J. 2023. Hidup Untuk Musik : Sebuah Autobiografi dalam 50 Cerita. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi Yogyakarta
Prier, Karl-Edmund, S.J. & Widyawan, Paul. 2011. Roda Musik Liturgi : Panduan untuk para petugas Musik Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi Yogyakarta
Prier, Karl-Edmund, S.J. 2008. Perjalanan Musik Gereja Katolik Indonesia Tahun 1957 - 2007. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi Yogyakarta
Referensi
Pranala luar
https://pml-yk.org/