Mazhab Hambali atau Al-Hanabilah (bahasa Arab: الحنابلة, translit. al-ḥanābilah) adalah
Mazhab fikih dalam Islam yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Imam Ahmad bin Hambal atau Imam
Hambali.
Metodologi
Pada dasarnya prinsip-prinsip dasar dalam
Mazhab Hambali hampir sama dengan
Mazhab Syafi'i, hal ini dikarenakan Imam
Hambali berguru pada Imam Syafi'i.
Mazhab Hambali memiliki 5 dasar yang utama, yaitu:
Nas Al-Qur'an dan Hadis marfuk. Bila Imam
Hambali mendapatkan suatu hadis, ia kemudian berfatwa (beriftâ) dengan tidak memperdulikan keterangan-keterangan yang menyalahinya. Hal tersebut dilakukan Imam
Hambali karena ia memilih untuk mengabaikan perbuatan-perbuatan yang menyalahi hadis. Imam
Hambali juga tidak mendahulukan suatu pendapat, baik qiyas ataupun perkataan sahabat diatas kedudukan hadis yang shahih.
Fatwa Sahabat. Bila Imam
Hambali mendapat fatwa atau perkataan dari seorang sahabat Rasul, dan ia tidak mengetahui pendapat sahabat lain yang bertentangan dengannya, maka ia jadikan fatwa sahabat itu sebagai hujah.
Pendapat Sahabat. Bila Imam
Hambali mendapati adanya pendapat dari para sahabat Rasul, maka ia memilahnya dengan mempertimbangkan mana yang lebih dekat dengan Al-Qur'an dan Hadis. Imam
Hambali juga tidak meninggalkan perkataan para Sahabat untuk membuat ijtihad sendiri. Jika ada pendapat para Sahabat yang tidak sesuai atau kurang sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis, maka Imam
Hambali akan menerangkan kekhilafan atau kekeliruan dengan tidak menegaskan pendapat mana yang akan diambil.
Hadis mursal dan hadis daif. Imam
Hambali tetap mempertimbangkan hadis mursal dan hadis daif apabila tidak didapati keterangan-keterangan yang menolak hadis tersebut. Bagi Imam
Hambali berhujah dengan hadis daif tidak masalah, selama hadis daif tersebut tidak bathil, tidak munkar, dan tidak ada perawi-perawinya yang dituduh dusta. Bagi Imam
Hambali melihat dan merujuk pada hadis mursal dan hadis daif lebih utama dari kias.
Kias. Imam
Hambali menggunakan kias bila dalam keadaan mendesak atau darurat saja. Kondisi darurat yang dimaksud adalah ketika ia tidak mendapati hadis (baik hadis sahih, hadis mursal, dan hadis daif) atau perkataan sahabat yang bisa dipakai. Imam
Hambali juga tidak menggunakan kias bila dalil-dalil yang didapatnya saling bertentangan satu sama lain.
Perkembangan
Mazhab Hambali pertama kali berkembang di Bagdad, Irak yang mana di sanalah tempat asal Imam
Hambali. Pada awal abad ke-8 atau ke-9
Mazhab Hambali mulai menyebar ke kawasan Nejd, lalu kemudian ke Mesir. Menurut Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yang mengutip dari para ulama-ulama sejarah Tasjrie',
Mazhab Hambali kurang banyak pengikutnya dan kurang luas persebarannya.
Kurang luasnya penyebaran
Mazhab Hambali dikarenakan Imam
Hambali begitu tegas bepegang teguh pada riwayat, dan tidak mau berfatwa jika tidak berlandaskan pada nash Al-Qur'an dan hadis marfuk. Selain itu, Imam
Hambali juga sangat sedikit melakukan ijtihad, ia juga menggunakan kias hanya ketika terpaksa saja.
Menurut Muhammad Hasbi Ash' Shiddieqy, pendirian Imam
Hambali tegas itulah yang sebenarnya membuat ia berbeda dengan imam-imam
Mazhab yang lain. Walaupun imam-imam yang lain menggunakan kias juga disebabkan karena tidak menemukannya dalam nas Al-Qur'an dan Hadis. Pendirian Imam
Hambali ini pula yang membuat ia menjadi imam
Mazhab yang paling banyak mengumpulkan hadis diantara imam
Mazhab yang lain. Beberapa ulama
Mazhab lain pun, juga terkadang melihat
Mazhab Hambali untuk menemukan beberapa hadis yang sesuai untuk perkara-perkara tertentu.
Mazhab Hambali kemudian menemukan momentumnya untuk tumbuh dan berkembang ketika Arab Saudi berdiri. Kerajaan Arab Saudi yang didirikan oleh Abdul Aziz bin Saud berdiri di kawasan Hijaz dan Nejd bermazhab
Hambali. Karena pengaruh pemerintahan Arab Saudi yang menggunakan
Mazhab Hambali, maka
Mazhab ini kemudian mulai mendapatkan kedudukan yang istimewa di masyarakat, khususnya di Arab Saudi.
Murid-Murid Imam Hambali
Meskipun tidak berkembang di wilayah yang luas, Imam
Hambali tetap memiliki banyak murid. Beberapa murid Imam
Hambali yang termasyhur antara lain:
Ishâq At-Tamimy, yang terkenal dengan nama Abu Ya'kub Al-Kausadj.
Muhammad Ibn 'Abdullah Al-Baghdady, yang terkenal dengan nama Hamdan.
Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hani 'Ath Thâiy, yang terkenal dengan nama Abu Bakar Al-Atsram.
Ahmad Ibn Muhammad Ibn Al-Hadjdjadj Al-Mawarzy.
Ishâq Ibn Ibrahim, yang terkenal dengan nama Ibn Rahawaih Al-Mawarzy.
Para murid Imam
Hambali juga memiliki murid-murid yang tersohor, dua diantaranya adalah; 'Umar Ibn Al-Husain atau yang dikenal dengan nama Abul Qâsim Al-Chiraqy dan Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hârun yang dikenal juga dengan nama Abu Bakr Al-Challâal.
Kitab-Kitab
Sebenarnya Imam
Hambali melarang murid-muridnya untuk mencatat fatwa-fatwa yang ia katakan, hal ini dikarenakan Imam
Hambali khawatir fatwanya akan menjadi panduan fikih yang umum dan tetap untuk segala zaman. Imam
Hambali juga khawatir jika diantara fatwa-fatwanya ada yang keliru dan sudah diubah dengan fatwa-fatwa yang lain.
Meskipun melarang muridnya untuk mencatat perkataannya, Imam
Hambali tetap menulis kitab hadis yang diberinama Al-Musnad atau yang dikenal juga dengan nama Musnad Ahmad. Kitab tersebut berisi 40.000 hadis. Imam
Hambali berkata dalam musnadnya:"Aku telah kumpulkan dalam Musnad ini segala hadis Nabi. Tidak ada di dalam kitabku, hadis yang tidak dapat dijadikan hujah."Al-Musnad ini adalah kitab hadis yang terbesar diantara kitab-kitab fikih
Mazhab lainnya. Selain itu kitab Al-Musnad ini juga adalah kitab hadis terbesar yang masuk dalam percetakan modern.
Pada periode awal
Mazhab hanbali, banyak diantara murid-murid Imam Ahmad yang membukukan pendapat-pendapat ia dalam kitab-kitab masail, diantaranya karya Imamd Abu Dawud. Adapun kitab-kitab
Mazhab hanbali yang populer pada periode ini diantaranya Jami' Ar-Riwayat karya Imam al-Khallal dan al-Mukhtashar al-Khiraqi. Jami' Ar-Riwayat merupakan himpunan pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad, sedangkan Mukhtashar al-Khiraqi berisi hasil ijtihad Imam Al-Khiraqi dalam menguatkan salah satu dari sekian pendapat Imam Ahmad dalam suatu bab.
Pada periode berikutnya (pertengahan), para ulama hanabilah mulai menyusun ushul fikih
Mazhab hanbali, diantaranya Al-Qadi Abu Ya'la. Mukhtashar al-Khiraqi dijabarkan oleh Syaikhul Islam al-Muwaffaq Ibnu Qudamah dalam syarahnya, al-Mughni. Al-Mughni merupakan salah satu karya terbesar di kalangan para ulama Hanabilah yang berisi perbandingan pendapat antar
Mazhab, baik yang empat maupun yang lainnya. al-Muwaffaq juga menulis kitab al-'Umdah, al-Muqni' dan al-Kafi yang merupakan satu rangkaian kurikulum bertingkat. Keluarga Qudamah bin Miqdam juga berandil besar melalui kitan 'Umdah al-Ahkam karya al-Hafizh Abdul Ghani al-Maqdisi yang berisi hadits-hadits hukum.
Referensi
Daftar Pustaka
Ash' Shiddieqy, M. Hasbi. Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Islam. 1962.
Al-Qaththan, Syaikh Manna'. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2013.