PT
Merpati Nusantara Airlines (Persero) adalah bekas badan usaha milik negara Indonesia yang berbisnis di bidang penerbangan regional. Perusahaan ini dinyatakan pailit pada tahun 2022 dan akhirnya dibubarkan pada tahun 2023.
Sejarah
= 1962 - 1966
=
Perusahaan ini didirikan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 6 September 1962 dengan nama "PN
Merpati Nusantara" untuk menyediakan layanan penerbangan regional. Awalnya,
Merpati hanya memiliki empat unit De Havilland Canada DHC-3 Otter dan dua unit Douglas DC-3 yang dihibahkan oleh TNI AU, serta modal uang sebesar Rp 10 juta. Pada tahun 1963,
Merpati meluncurkan penerbangan dari Jakarta ke Semarang, Tanjung Karang, dan Balikpapan. Pada tahun 1964,
Merpati mendapat hibah dari Garuda Indonesia berupa sejumlah pesawat terbang yang sebelumnya digunakan oleh maskapai de Kroonduif asal Belanda, antara lain tiga unit Douglas DC-3, dua unit DHC-3 "Otter", dan satu unit DHC-2 "Beaver".
Merpati lalu membuka penerbangan ke Irian Barat, Sumatera, dan Nusa Tenggara.
Merpati kemudian juga mulai mengoperasikan tiga unit Dornier Do-28 dan enam unit Pilatus Porter PC-6. Pada tahun 1966,
Merpati mulai mengoperasikan tiga unit Pilatus Porter, terutama untuk dioperasikan di Irian Barat. Bertepatan dengan penyerahan Irian Barat, PBB juga memberi tiga unit DHC-3 Otter kepada
Merpati.
= 1967 - 1978
=
Pada tahun 1967,
Merpati dirasa dapat melayani rute perintis secara mandiri, sehingga pemerintah daerah mengurangi subsidi yang diberikan. Pengurangan subsidi tersebut kemudian menimbulkan masalah keuangan, karena penerbangan komersial
Merpati belum dapat menutup biaya operasional dari penerbangan perintis. Pemerintah lalu mengizinkan
Merpati untuk membuka penerbangan jarak jauh, jarak menengah, dan jarak dekat, sehingga
Merpati kemudian mulai mengoperasikan tujuh unit Douglas DC-3 untuk melayani bandara di Nusa Tenggara Timur yang ditinggalkan oleh Garuda. Pada tahun 1970,
Merpati mulai melayani penerbangan jarak jauh dan menengah. Pada tahun 1971, pemerintah Indonesia mengubah status perusahaan ini menjadi persero.
Merpati lalu mulai mengoperasikan empat unit Vickers Viscount 828, tiga unit YS-11, dan dua unit HS-748, yang sebagian digunakan untuk melayani rute internasional, seperti Pontianak-Kuching dan Palembang-Singapura.
Merpati juga menjalin kerja sama dengan PT Suryadirgantara untuk bersama-sama mengoperasikan pesawat terbang Dakota milik
Merpati. Selain itu,
Merpati juga menjalin perjanjian codeshare dengan sejumlah maskapai asing, seperti Japan Air Lines, Qantas, Thai Airways International, Lufthansa, Olympic Airways, Trans Australia
Airlines, dan China
Airlines. Pada tahun 1972,
Merpati mulai mengoperasikan dua unit Vickers Vanguard.
Merpati lalu mulai terbang ke Kuala Lumpur dan Darwin.
Merpati kemudian juga mendapat dua unit Twin Otter dari Pemerintah Kanada.
Merpati kemudian mulai mengoperasikan pesawat terbang BAC-111 dan Boeing 707 untuk melayani penerbangan sewa internasional, antara lain dengan rute Denpasar-Manila dan Los Angeles-Denpasar hingga dihentikan pada tahun 1979.
= 1978 - 1991
=
Pada tahun 1978, pemerintah Indonesia menyerahkan semua saham perusahaan ini ke Garuda Indonesia, dan nama perusahaan ini kemudian diubah menjadi "PT
Merpati Nusantara Airlines".
Merpati lalu bekerja sama dengan sejumlah maskapai penerbangan swasta untuk menyediakan layanan penerbangan perintis, seperti dengan PT SMAC untuk melayani Sumatera Utara dan Tengah mulai tahun 1978, dengan PT DAS untuk melayani Kalimantan mulai tahun 1979, dengan PT Deraya untuk melayani Kalimantan mulai tahun 1988, dengan PT Indoavia untuk melayani Maluku mulai tahun 1988, dan dengan PT Asahi Mantrust untuk melayani Kalimantan Timur. Pada tahun 1980,
Merpati mendapat tambahan 14 unit NC-212 dari pemerintah.
Merpati juga mulai mengoperasikan empat unit NC-212 bekas dan enam unit NC-212 baru. Selain itu,
Merpati juga membangun hanggar pemeliharaan pesawat terbang di Makassar dan Manado. Pada tahun 1986,
Merpati mendapat hibah dari Pelita Air Service berupa dua unit pesawat terbang Hercules L-100 (versi sipil dari C-130).
Merpati lalu juga membuka rute Kupang-Darwin dengan menggunakan HS-748, yang kemudian diganti dengan F-28. Pada tanggal 25 Juni 1986, pada Indonesia Air Show (IAS) pertama yang digelar di bekas Bandara Kemayoran,
Merpati meneken kontrak pembelian 15 unit CN-235 dari IPTN. Penyerahan CN-235 pertama lalu dilakukan pada tahun 1986 juga.
Merpati kemudian mendapat sejumlah pesawat terbang yang sebelumnya dioperasikan oleh Garuda Indonesia, antara lain enam unit F-28 Mk.3000, 22 unit F-28 Mk. 4000, dan sembilan unit DC-9.
= 1992 - 2006
=
Pada awal dekade 1990-an,
Merpati mulai mengoperasikan sejumlah Fokker-100 dan B737-200, sehingga pada saat itu,
Merpati mengoperasikan delapan tipe pesawat berbeda, yakni Fokker-100, B737-200, Fokker-28, BAe ATP, Fokker-27, CN-235, NC- 212, dan Twin Otter.
Merpati lalu mulai mengalami kesulitan keuangan, karena banyaknya tipe pesawat yang dioperasikan.
Merpati akhirnya menutup 34 rute perintis di Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi, yang biasanya diterbangi dengan NC-212, serta enam rute perintis lain di Papua, sehingga
Merpati hanya melayani 28 rute perintis.
Merpati kemudian mulai mengoperasikan A310 dan A300-600 untuk digunakan pada rute ke Australia. Pesawat terbang BAe ATP milik
Merpati lalu dinyatakan tidak laik terbang, sehingga tidak boleh diterbangkan, padahal tetap harus membayar sewa, sehingga kondisi keuangan
Merpati makin buruk saat krisis finansial 1997 mulai terjadi. Pada tahun 1997, semua saham perusahaan ini akhirnya diambil kembali oleh pemerintah Indonesia, sehingga perusahaan ini kembali menyandang status persero. Setelah melakukan sejumlah pembenahan, pada tahun 1999, diumumkan bahwa
Merpati berhasil kembali mencatatkan laba operasi.
= 2007 - 2013
=
Pada tahun 2007,
Merpati memesan 14 unit pesawat terbang Xian MA60 untuk melayani penerbangan perintis.
Merpati lalu juga mengumumkan bahwa mereka akan mulai mengoperasikan 11 unit pesawat terbang berkapasitas 30 kursi untuk melayani rute domestik, serta kemungkinan akan memesan pesawat terbang N-219 buatan PTDI sekitar tahun 2011. Pada tanggal 2 Agustus 2009, sebuah Twin Otter milik
Merpati jatuh di pegunungan di Papua, sehinggga menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 13 orang dan 3 orang kru. Pada tanggal 7 Mei 2011, satu unit pesawat Xian MA60 milik
Merpati dengan kode registrasi PK-MZK juga jatuh di perairan Kaimana, sehingga menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 21 orang dan 6 orang kru. Kecelakaan tersebut pun membuat sejumlah pihak mempertanyakan keputusan
Merpati untuk memesan Xian MA60, serta menduga adanya penggelembungan harga dan kolusi pada proses pemesanannya. Pada bulan Oktober 2011, Pertamina menghentikan pasokan avtur ke
Merpati di Surabaya dan Makassar, karena adanya utang pembelian avtur senilai Rp 270 miliar, sehingga operasi
Merpati di kedua bandara tersebut terhenti. Total utang
Merpati ke Pertamina adalah sebesar Rp 550 miliar, yang terdiri dari utang pokok sebesar 270 miliar, dan sisanya berupa bunga dan denda. Namun, beberapa waktu kemudian, operasi
Merpati di kedua bandara tersebut dapat berjalan normal kembali. Pada tahun 2012,
Merpati menutup 20 rute yang merugi, meluncurkan situs web dan pusat panggilan baru, serta menjalin kerja sama pengangkutan kargo dengan Pos Indonesia. Pada bulan Agustus 2013, Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menunjuk Perusahaan Pengelola Aset untuk memperbaiki kondisi keuangan
Merpati. Pertamina lalu menghentikan pasokan avtur ke pesawat terbang milik
Merpati di beberapa kota, seperti Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta, sehingga
Merpati hanya dapat beroperasi di kota di mana
Merpati masih dapat memperoleh avtur, yakni di Surabaya, Makassar, dan Denpasar. Pada akhir tahun 2013, satu unit Boeing 737-300 dan satu unit Boeing 737-400 yang dioperasikan oleh
Merpati sejak tahun 2012, ditarik oleh penyewanya, karena
Merpati menunggak biaya sewa.
= 2014 - 2023
=
Pada tanggal 1 Februari 2014,
Merpati resmi menangguhkan seluruh penerbangannya, karena adanya masalah keuangan yang bersumber dari berbagai utang.
Merpati pun diperkirakan membutuhkan Rp 7,2 triliun untuk dapat beroperasi kembali. Menteri BUMN, Dahlan Iskan, juga menyatakan bahwa operasi
Merpati harus dihentikan, agar kondisinya tidak makin buruk Walaupun terlilit utang, "On Time Performance" dari
Merpati berhasil mengungguli Air Asia.
Pada tanggal 18 September 2014, Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menyatakan bahwa pemulihan
Merpati akan membutuhkan Rp 15 triliun, yakni untuk menutup pembayaran gaji, serta berbagai kerugian yang dan utang pada sekitar 2.000 pihak. Dahlan Iskan menyatakan bahwa rencana untuk menghidupkan kembali maskapai ini menemui jalan buntu, karena restrukturisasi aset dan rencana penjualan tidak lagi menguntungkan. Rencana penjualan fasilitas pemeliharaan milik
Merpati dinilai berkisar pada harga Rp. 300 juta rupiah (USD 25.000). Namun, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Nawir Messi menilai bahwa penutupan
Merpati lebih kepada masalah politik, bukan karena harga. Pada tanggal 2 Juni 2022, perusahaan ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya. Dengan demikian, kewajiban
Merpati kepada pihak ketiga, seperti pesangon kepada eks karyawan, akan diselesaikan dengan penjualan seluruh aset melalui mekanisme lelang. Pada 20 Februari 2023, perusahaan ini resmi dibubarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2023 Tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero)
PT
Merpati Nusantara Airline.
Tujuan
Armada
Mantan Armada
Insiden
7 Januari 2012, pukul 15.45 WIB,
Merpati Nusantara Airlines jenis MA-60 dengan nomor penerbangan MZ 536 terperosok di Bandar Udara Haji Asan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Pesawat rute Surabaya-Sampit ini dipiloti oleh Kapten Saptono dan kopilot Fauldort. Pesawat ini membawa 46 penumpang dewasa, 10 anak-anak, enam bayi dan enam awak pesawat. Dalam insiden tersebut tidak ada korban jiwa dan seluruh penumpang selamat.
10 Juni 2013, Pesawat
Merpati Airlines MA-60 tujuan Bajawa-Kupang mengalami kecelakaan di Bandara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Pada 7 Mei 2011, Xian MA60X milik
Merpati Nusantara Airlines jatuh ke laut saat akan mendarat di Bandar Udara Utarom, Kaimana, Papua Barat. Seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 27 orang tewas.
Galeri
Slogan
Jembatan Udara
Nusantara
Get The Feeling
The Air Bridge of Indonesia
Referensi
Pranala luar
(Indonesia) Situs web resmi