Njoo Han Siang (杨汉祥) (31 Agustus 1930 – 30 September 1985) adalah seorang perintis perbankan nasional dan perfilman Indonesia.
Njoo dikenal sebagai sosok yang idealis, unik, dan mempunyai minat yang begitu luas. Ia dikenal sebagai seorang wartawan, pengusaha, pendidik, tokoh pembauran etnis Tionghoa, pecinta seni dan kebudayaan Indonesia serta seseorang yang peduli dengan kehidupan sosial serta politik bangsa.
Ia lahir pada tanggal 31 Agustus tahun 1930 di Yogyakarta ini berasal dari keluarga Tionghoa yang mampu berbicara Bahasa Hokkian dan Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Walaupun
Njoo lahir dari generasi pertama Tionghoa, beliau telah mewarisi nilai-nilai kebudayaan Jawa yang telah mengalir dalam dirinya sejak kecil. Akulturasi ini telah mewarnai perjalanan hidupnya dimana naluri bisnis yang diwarisi dari orang tuanya berpadu dengan kepeduliannya terhadap bangsa Indonesia.
Lingkaran pergaulannya yang begitu luas meliputi beragam etnis dan agama serta berbagai macam profesi seperti pengusaha, militer, budayawan, politikus, intelelektual, pribumi maupun non-pribumi.
Karier
1950 –
Njoo belajar jurnalistik dan mengawali karier sebagai wartawan foto Sunday Courier, ia bersahabat baik dengan B.M. Diah dan Adam Malik.
1958 –
Njoo mendirikan maskapai pelayaran PT. Delta Baru dan sekaligus menjadi pengusaha ekspor-impor bahan pangan (beras dan terigu) dengan nama CV. Krisna.
1966 –
Njoo dengan Suhardiman (pendiri dan ketua SOKSI) dan Thomas Suyatno mendirikan Bank Dharma Ekonomi yang kemudian menjadi Bank Duta dan sekarang lebih dikenal dengan Bank Danamon.
1969 –
Njoo membantu Ali Murtopo menjadi pemasok logistik untuk Pepera di Papua. Dari hasil operasi logistik ini, kelompok Ali Murtopo menyisihkan dana untuk membeli Bank Umum Nasional (BUN). BUN didirikan dan dimiliki oleh tokoh-tokoh PNI,
Njoo menjabat sebagai Presiden Komisaris BUN.
1969 –
Njoo Han Siang juga memprakarsai dan merintis pendirian Akademi Perbankan Nasional yang berkembang menjadi STIE Perbanas dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum Perbanas. Atas jasanya,
Njoo Han Siang diabadikan dalam bentuk monumen yang dibangun di depan kampus STIE Perbanas.
1970 –
Njoo bersama Sri Budoyo memelopori kartu kredit di Indonesia dengan mendirikan Diners Club Indonesia.
1972 –
Njoo bersama dengan Wim Umboh (seorang sutradara senior dari etnis Tionghoa Manado yang fasih berbahasa Mandarin dan menjadi penerjemah film bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia) dan Aloysius Soegianto (mantan kolonel RPKAD yang pernah berperan dalam operasi Seroja dan deklarasi Balibo di Timor timur 1975 dan juga mantan ketua Perkumpulan Kinologi Indonesia) mendirikan PT. Inter Pratama Studio Laboratorium (Inter Studio) di Pasar Minggu dengan tujuan membebaskan industri film Indonesia dari ketergantungan luar negeri.
1973 –
Njoo bersama Lie Siong Thay dan Go Swie Kie mendirikan perusahan agrobisnis PT. Great Giant Pinneaple Company (GGPC) serta PT. Darmo Permai di Surabaya. Pada tahun yang sama,
Njoo juga menyelenggarakan pesta musik Summer 28 (memperingati hari kemerdekaan RI ke 28) yang diikuti oleh 17 grup musik yang tengah populer di masa itu seperti Koes Plus, The Pros, AKA, dan God Bless.
1976 –
Njoo bersama dengan Jusuf Wanandi, Sofjan Wanandi, dan Pang Lay Kim (ayah dari Marie Elka Pangestu), mendirikan perusahan asuransi PT. Maskapai Asuransi Madijo yang berubah nama menjadi PT. Asuransi Wahana Tata. Pada tahun yang sama
Njoo juga mendirikan Bankers Club Indonesia sebagai wadah para bankir Indonesia dan menjabat sebagai ketua umum yang pertama.
1978 –
Njoo mendirikan sebuah restoran, bar dan klab malam yang bernama Golden Gate di Bandar Udara Kemayoran sekaligus mendirikan PT. Wai Halim di Lampung, perusahaan yang bergerak dalam bidang perumahan.
2004 –
Njoo Han Siang dianugerahkan "Satya Lencana Wirakarya" oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri dalam acara peringatan Hari Film Nasional atas jasa-jasanya dibidang sinematografi nasional.
2004 – Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, melalui Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BPPN) selaku penyelenggara Festival Film Indonesia, menganugerahkan penghargaan khusus bernama Piala
Njoo Han Siang kepada produser yang paling banyak memanfaatkan jasa teknik perfilman dalam negeri. Ini dimaksudkan untuk mengenang dan menghargai perjuangan
Njoo serta untuk melanjutkan dan memotivasi semangat kemandirian membebaskan perfilman Indonesia dari ketergantungan luar negeri. Disain piala itu merupakan hasil rancangan Heru Sudjarwo.
Filmografi
Berikut ini adalah beberapa karya film yang diproduksi oleh
Njoo Han Siang:
Chicha (1976). Film anak-anak ini disutradarai oleh Edward Pesta Sirait dan dibintangi oleh Chicha Koeswoyo, Rae Sita, Ade Irawan, dan Ria Irawan serta iringan musik Idris Sardi dan skenario Asrul Sani. Film ini telah memenangkan “Piala Akhnaton" pada Film Festival Cairo II di Mesir.
November 1828 (1978). Film epik perjuangan Pangeran Diponegoro ini disutradarai oleh Teguh Karya dan dibintangi oleh Slamet Raharjo, El Manik, Jenny Rachman, Sardono W. Kusumo, dan Maruli Sitompul. Film ini memperoleh 5 Piala Citra dan merupakan film terbaik FFI 1978 serta mendapat predikat "Most Outstanding Historical Presentation Film" di FFAP, Singapura (1979).
Rembulan dan Matahari (1979). Film yang mengangkat nilai-nilai budaya pedesaan ini disutradarai oleh Slamet Rahardjo.
Dr. Siti Pertiwi Kembali ke Desa (1979). Film ini disutradarai oleh Ami Prijono dan dibintangi oleh Christine Hakim, El Manik, Joice Erna, Maruli Sitompul, dan Ikranegara.
Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1980). Film ini disutradarai oleh Slamet Rahardjo dan dibintangi oleh Christine Hakim, El Manik, dan Frans Tumbuan.
Usia 18 (1980). Film ini disutradarai oleh Teguh Karya dan dibintangi oleh Yessy Gusman dan W.D Mochtar.
Warisan
Tahun 2004, nama
Njoo Han Siang pernah digunakan sebagai nama ajang penghargaan film. Pialanya dirancang oleh Heru Sudjarwo
Referensi