- Source: Nomor identifikasi kapal IMO
Nomor IMO adalah sistem penomoran yang dibuat oleh Organisasi Maritim Internasional (IMO) sebagai pengidentifikasi khusus yang wajib dimiliki kapal baik dalam pelayaran nasional maupun internasional. Penerapan pemakaian nomor IMO ini ditujukan untuk meningkatkan keselamatan maritim dan pencegahan polusi serta memfasilitasi pencegahan kecurangan dalam dunia maritim.
Nomor IMO terdiri atas tiga huruf "IMO" dan tujuh digit nomor khusus. Nomor IMO juga bersifat permanen. Artinya, jika pemilik kapal, negara dan bendera kapal yang terdaftar, dan badan klasifikasi tempat kapal terdaftar, bahkan nama kapal berganti; nomor tersebut tidak dapat diganti.
Berdasarkan peraturan SOLAS, yang dikeluarkan pada tahun 1994, nomor IMO wajib dimiliki kapal sebelum kapal tersebut diperbolehkan berlayar. Dalam peraturan tersebut, nomor identifikasi kapal harus ditandai secara permanen di tempat yang mudah terlihat, baik di lambung kapal maupun di bangunan atas.
Sejarah
Skema Nomor Identifikasi Kapal muncul dalam IMO pada tahun 1987 dengan dikeluarkannya resolusi A.600(15) yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan maritim dan pencegahan polusi, serta memfasilitasi pencegahan kecurangan dalam dunia maritim. Pada 1 Januari 1996, penerapannya mulai diwajibkan bagi seluruh jenis kapal penumpang berkapasitas lebih dari 100 GT dan seluruh jenis kapal kargo berkapasitas lebih dari 300 GT.
Pada Mei 2005, IMO juga mengeluarkan peraturan SOLAS X1-1/3-1 tentang kewajiban perusahaan dan pemilik kapal terdaftar memiliki nomor identifikasi khusus. Selain itu, nomor tersebut juga harus ditambahkan pada sertifikat dan dokumen terkait dalam Kode Manajemen Keselamatan Internasional (ISM) dan Kode Keamanan Fasilitas Pelabuhan dan Kapal Internasional (ISPS). Peraturan tersebut baru resmi diterapkan pada 1 Januari 2009.
Pada tahun 2013, resolusi-baru dikeluarkan untuk penerapan sukarela Skema Nomor Identifikasi Kapal pada kapal penangkap ikan yang berkapasitas lebih dari 100 tonase kotor. Kriteria penerapan nomor tersebut kemudian diperbarui pada tahun 2016 dengan mencakup kapal yang ukurannya lebih kecil dan berlambung non-baja.
Penerapan
Ketika suatu kapal dibuat, nomor IMO kapal tersebut ditetapkan oleh IHS Maritime (sebelumnya dikenal sebagai Lloyd's Register-Fairplay). Penerapan nomor IMO berlaku untuk kapal niaga pelayaran laut berpropeler dan berkapasitas lebih dari 100 GT tetapi tidak berlaku bagi:
kapal tanpa sistem propulsi;
yacht rekreasi;
kapal khusus seperti kapal mercusuar dan kapal untuk SAR;
tongkang tanpa propeler;
hidrofoil;
dok apung dan bangunan lain yang diklasifikasikan serupa;
kapal perang; dan
kapal kayu.
Struktur penomoran
Nomor IMO tersusun atas enam digit khusus berurut dan satu digit periksa. Kepaduan suatu nomor IMO dapat dibuktikan dengan memerhatikan digit periksanya. Pembuktian ini dilakukan dengan mengalikan tiap angka dari keenam digit awal dengan faktor pembobotan 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 mengikuti urutan keenam digit tersebut dari kanan ke kiri, lalu hasil perkalian tersebut dijumlah. Angka terakhir dari hasil penjumlahan tersebut merupakan digit periksa nomor IMO bersangkutan. Sebagai contoh, nomor "IMO 7625811" terdiri dari enam digit berurut yakni 7, 6, 2, 5, 8, dan 1 serta satu digit periksa pada digit terakhir. Kemudian keenam digit berurut ini dikali dengan faktor pembobotan lalu dijumlahkan sebagai berikut: (7×7)+(6×6)+(2×5)+(5×4)+(8×3)+(1×2)=141. Digit terakhir hasil penjumlahan ini sama dengan digit periksanya.
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Nomor identifikasi kapal IMO
- KRI Sultan Hasanuddin (366)
- KRI Raden Eddy Martadinata (331)
- KRI Teluk Palu (523)
- KRI Diponegoro (365)
- KRI I Gusti Ngurah Rai (332)
- RMS Olympic
- KRI Frans Kaisiepo (368)
- Kapal X-Press Pearl
- MV St. Thomas Aquinas