Pedamaran adalah sebuah kecamatan di Kabupaten
Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Indonesia. Penduduknya merupakan suku Penesak dan Bermarga Danau. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Penesak
Etiologi
Berdasarkan sumber yang didapat, Pedamaran merupakan perkampungan tua yang telah ada bahkan sebelum masehi, penduduknya memiliki kepercayaan, adat dan budaya yang sangat kuat dan khas sebelum Islam tersebar diperkampungan ini. Berikut merupakan lilatur mengenai Pedamaran dari masa ke masa.
Menurut sumber-sumber yang dapat diperoleh mengenai sejarah Sumatera bagian Selatan sebelum abad Masehi, dinyatakan bahwa sejak masa sekitar 300 tahun sebelum Masehi, terdapat tiga buah kerajaan yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda.
Pertama, Kerajaan Dempo dengan rajanya yang bergelar Raja Dempu Awang, terletak di daerah Pagaralam sekarang ini (di daerah Gunung Dempo). Kerajaan ini menguasai wilayah Sumatera Selatan bagian Barat.
Kedua, Kerajaan Ipuh dengan rajanya yang bergelar Ranggo Laut (Penjaga Laut), terletak di Bukit Batu Tulung Selapan sekarang ini, yang kini termasuk dalam Kabupaten
Ogan Komering Ilir dan Gunung Manumbing di Pulau Bangka. Melihat letak daerah itu, tampak bahwa kerajaan ini menguasai bagian Timur Sumatera bagian Selatan, termasuk Pulau Bangka.
Ketiga, Kerajaan Danau dengan rajanya yang bergelar Tuan Tigo Tanah Danau. Kerajaan ini terletak di sebelah Selatan Sumatera bagian Selatan, yang kini merupakan daerah Lebak atau danau yang bernama Pedamaran. Tempat ini pada masa lalu disebut pula sebagai Pedamaran. Marga Danau. mereka mempunyai tiga orang putri yang sangat cantik dan terkenal dengan nama Putri Danau atau Putri Air.
Pada abad ke-6 M, ketiga wilayah ini dikatakan tergabung menjadi satu wilayah karena adanya perkawinan antara raja Dempo, yaitu bergelar Rana Dempu atau Dempu Awang dan raja Ipuh, yaitu bergelar Ronggo Laut, dengan putri-putri kerajaan Danau tersebut di atas. Dengan bersatunya ketiga kerajaan itu, menurut cerita, terbentuklah sebuah kerajaan baru yang disebut kerajaan Danau dan raja yang dipilih untuk memimpinnya adalah Ranggo Laut, yang bergelar Syailendra. Istilah ini berasal dari kata ‘’Sailandarah”, yang pada masa Pedamaran dijelaskan sebagai “ganti tunggu rumah, jalan diam”. Keluarga Syailendra inilah disebut oleh sumber-sumber kerajaan Sriwijaya sebagai keluarga yang juga menguasai Pulau Jawa dan mendirikan Candi Borobudur dan candi-andi lainnya di Jawa.
Raja-raja dari keluarga Syailendra, yang dikenal sebagai para penguasa kerajaan Sriwijaya pada abad ke-6 sampai ke-9 M, menurut sumber-sumber tertentu bukanlah dari kerajaan Sriwijaya melainkan dari kerajaan Seribu Daya, yang penduduknya maenganut agama Budha.
Sumber-sumber menyatakan bahwa pada abad ke-12 M, yaitu pada tahun 1180 M, suatu kesatuan armada yang terdiri dari empat buah kapal bertolak dari pulau Jawa atas perintah Wali Songo (Wali Sembilan)..
Keempat armada tersebut bertolak ke Sumatera Selatan untuk menyiarkan agama Islam di tiga Kerajaan, yaitu kerajaan Dempo, Ipuh dan Danau. Mereka berangkat melalui jalur ke Kuala Lumpur, tidak melalui Selat Malaka.
Armada yang berasal dari Banten, dengan nakhoda Empu Ing Sakti Barokatan, berlayar ke arah Timur menuju Ipuh; yang lokasinya adalah Bukit Batu Tulung Selapan sekarang. Mereka juga mengalami hambatan dilanda angin kencang sehingga kapal kehilangan arah. Sebagai akibatnya, mereka tidak menuju ke Timur seperti yang direncanakan semula, melainkan ke Selatan. Disana mereka terdampar di suatu tempat yang dahulu bernama Pedamaran dansekarang dikenal sebagai Sekampung atau Pulau Sekampung. Nama ini juga menyatakan bahwa di tempat itulah dahulu para awak dan penumpang kapal mendirikan perkampungan. Di tempat ini terdapat makam yang dikeramatkan, yang disebut Pedamaran Usang atau Puyang Sekampung. Makam tersebut merupakan makam salah seorang tokoh yang turut dalam kapal. Bernama Syarif Husin Hidayatullah, yang kemudian diangkat menjadi kepala pemerintahan setempat di Pulau Sekampung dan disebut Rio, dengan gelar Rio Minak. Di kampung ini ia mengajarkan agama Islam kepada masyarakat di sekitar danau atau lebak, yang sebelum dan pada masa pemerintahan keluarga Syailendra atau kerajaan Seribu Daya menganut agama Budha dan disebut juga sebagai Pedamaran Budi Kerti.
Setelah perkampungan mereka mantap, Syarif Husin Hidayatullah memerintahkan Empu Ing Sakti Barokatan untuk bertolak menuju Jawa melalui daerah yang kini merupakan Lampung. Tujuannya adalah memberitahukan para Wlai Sembilan di Jawa bahwa tiga dari keempat armada mereka tidak sampai di sasaran semula, melainkan ke tempat lain akibat musibah yang dialami.
Dari uraian di atas tampak bahwa semula agama Islam disiarkan oleh orang-orang Jawa atas perintah Wali Sembilan pada abad ke-12 M, yaitu pada tahun 1180 M. Karena selama bertahun-tahun para Wali Sembilan tak mendengar kabar tentang misi keempat armada tersebut, maka Syarif Hidayatullah yang terkenal sebagai Sunan Gunung Jati di Cirebon memberangkatkan suatu armada lain dikepalai oleh Kholik Hamirullah. Tugasnya adalah mencari keterangan tentang keempat armada terdahulu.
Penamaan Pedamaran Versi Kholik Hamirullah
Kedatangan Armada Kholik Hamirullah ke Sumatera Bagian Selatan
Pada tahun 1221 M, armada Kholik Hamirullah bertolak ke Siguntang, Meranjat dan Prabumulih, dan akhirnya ke Sekampung Danau Pedamaran. Di Sekampung dia dinikahkan dengan anak Rio Minak Usang Sekampung, dan diangkat sebagai Rio dengan gelar Ario Damar, berkedudukan di tempat yang bernama Sesa Baru. Nama Rio Damar inilah yang sesungguhnya menyebabkan terjadinya nama Pedamaran, yang berasal dari kata “Damar” atau pelita, karena ia menyebarkan dan menyiarkan agama Islam kepada para penduduk yang semula menyingkir dari Danau karena tidak bersedia masuk Islam yang diajarkan oleh Syarif Husin Hidayatullah Usang Sekampung. Dalam penyingkiran itu, mereka mendiami daerah di sekitar lebak-lebak dan talang-talang di daerah Pedamaran sekarang, seperti Lebak Teluk Rasau, Lebak Air Hitam dan Lebak Segalauh, juga Tanah Talang yang kini menjadi Pedamaran. Semula tempat itu bernama Talang Lindung Bunyian. Ketika itu, penduduk yang bersangkutan menganut kepercayaan animisme dan sebagian lainnya beragama Budha.
Dalam waktu beberapa tahun ketika Kholik Hamirullah atau Rio Damar berada di daerah yang kini bernama Pedamaran, berhubungan antara para wali di Jawa dengan orang Palembang menjadi lebih lancar. Sekitar 5 tahun sesudahnya, datanglah seorang tokoh yang bernama Maulana Hasanudin, penyiar agam Islam dari Banten ke Sumatera bagian Selatan tersebut. Ia mengunjungi para pengikut keempat nakhoda yang berada di Siguntang, Meranjat, Prabumulih dan Danau Pedamaran, dan akhirnya menikah dengan Putri Patih yang berada di Meranjat, yaitu saudara nakhoda Suroh Pati.
Menurut sumber-sumber yang diperoleh, dalam pemerintahan Ratu Sinuhun Ning Sakti ini, agama Islam berkembang dengan pesatnya, penyebarannya dari Palembang sampai ke Jambi, Bengkulu, Riau daratan hingga Semenanjung Tanah Melayu. (Sumber: Enan Matalin dalam ‘’ Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan’’, Pada Tanggal 27 November 1984 di Palembang. Editor: K.H.O. Gadjahnata & Sri-Edi Swasono)
Penamaan Pedamaran Versi Ario Abdillah
Ario Damar adalah ksatria tangguh yang telah teruji kecerdasan dan kesaktiannya dalam menumpas pemberontakan maupun memperbaiki, menata, dan membangun kembali negeri-negeri yang rusak akibat peperangan. la dikenal sebagai negarawan ulung.
Ario Damar sejak kecil diasuh oleh uwaknya— kakak kandung ibundanya—seorang pendeta Bhirawatantra
Dengan kemampuannya yang luar biasa itu, Ario Damar berhasil mengembalikan Palembang ke pangkuan Majapahit. la mampu menaptakan suasana aman dan tenteram, juga memakmurkan rakyat Palembang. Palembang yang sudah terpuruk ke jurang kebinasaan itu ternyata bisa bangkit lagi.
Ketika usianya makin merambat senja, Ario Abdillah (Ario Damar setelah masuk Islam) kemudian memilih tinggal di rumah sederhana di kampung yang dinamakan Pedamaran (artinya kediaman Ario Damar). Dari Pedamaran itulah ia memberitakan kebenaran ajaran Islam. Mula-mula ia menyiarkan ke¬pada penduduk di sekitar Pedamaran. Dulu penduduk di sana terkenal sangat menentang ajaran Islam yang disebarkan oleh Syarif Husin Hidayatullah, bangsawan Arab yang menjadi pemimpin di daerah Usang Sekampung. Namun, di bawah bimbingan Ario Abdillah, penduduk dengan sukarela berkenan memeluk Islam. Begitulah, daerah-daerah kafir seperti Talang Lindung Bunyian, Lebak Teluk Rasau, Lebak Air Hitam, dan Lebak Segalauh telah menjadi perkampungan Muslim. (Sumber: Suluk Abdul Jalil)
Sebetulnya banyak versi mengenai Pedamaran
1. Pedamaran berasal dari orang Meranjat yang mencari getah damar yang patut dipertimbangkan ialah karena tak adanya Pohon damar disekitar Pedamaran sekarang. Berdasaran sumber tadi bahkan dinyatakan bahwa Pedamaran sudah ada bahkan sebelum Masehi. Kesamaan bahasa dengan Meranjat dan beberapa daerah lainnya, dimungkinkan karena memiliki Puyang yang sama dan memang berasal dari suku yan sama. Oleh karena itu perlu diteliti dan dikaji lagi, Puyang yang menghubungkan Meranjat, Tanjung Batu dan Pedamaran, khususnya pada era era sebelum penyebaran Islam terjadi.
2. Pedamaran berasal dari Jawa yang perlu dipertimbangkan ialah oleh Kerajaan Danau/ Wilayah danau yang sudah ada sebelum penyebaran Islam. Adapun peran Jawa ialah sama dengan beberapa tempat lainnya seperti disumatera, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, bahwa Penyebar Islam yang berasal dari Timur, yang berpergian menyebarkan islam antara Timur Tengah - Champa - Semenanjung Malaya - Sumatera - dan sebaginya, dan Pulau Jawa merupakan tempat menetap dan meninggalnya para pembesar penyebar agama Islam di Nusantara tersebut.
Demografi
Jumlah penduduknya 45.448 Jiwa dengan Agama Islam 99,9 Persen. Pedamaran yang
berasal dari suku Pendesak yaitu suku asli masyarakat sumsel, namun
sampai saat ini belum diketahui pasti kapan hari jadi Pedamaran dan oleh siapa Pedamaran mulai dirintis. untuk itu diperlukan usaha yang serius
lagi intens untuk memulai melacak secara ilmiah tentang hari jadi Pedamaran serta perintisnya.
Adat dan Budaya
Penamaan orang orang di Pedamaran yang secara umum dinamai sesuai dengan urutan kelahiran dalam keluarga dan diakhiri dengan nama julukan. Nama berdasarkan urutan kelahiran: Barap, Golok, Cakok, Gebal, Kote, Ketom, Monde, Koneng, Bulat, Buncit, Tamba, Tenga'.
Upacara perkawinan (Betunang, Beterang dan Pernikahan) dilengkapi dengan berarak petang, Nepek, dan Tanjidor.
Kesenian
Incangan yaitu serupa pantun khas, yang dinyanyikan sangat indah.
Nyanyi Panjang yaitu penuturan Kisah Rakyat Pedamaran seperti Bujang Jemaranan, dinyanyikan oleh pria matang sambil memanggku ayakan beras, Nyanyi Panjang ini bisa menghabiskan beberapa jam, sangat lama. Ini merupakan hiburan masyarakat setempat
Jidur yaitu sekelmpok orang yang memaikan alat musik yang lebih dikenal dengan Tanjidur
Rendai
Tradisi tutur lisan yang kadang dianggap memiliki nilai magis seperti MECA-MECI, CAHAYO RAJO CAHAYO KERO, BUJANG KURAP, BUAYO NGESAR dll
Kerajinan Tikar Purun
Kisah Urang Sungai Liut (Manusia Harimau)
Acara
Berarak Petang yaitu tradisi dimana iring iringan pengenatin yang terdiri dari keluarga, sanak, saudara, hingga teman untuk mengelilingi desa
Penceran yaitu tradisi adu kecepatan perahu tradisional yang biasanya diadakan perlombaan ketika 17 Agustusan.
Rompakan yaitu acara muda mudi untuk saling bersilaturahim pasca hari raya
Wisata
Teluk Rasau, danau yang masih asri
Lebak Aek Itam, danau yang masih asri
Sungai Babatan, sungai besar dimana banyak ikan sebagai sumber daya alamnya
Rumah panggung & Rumah rakit, rumah tradisional semacam itu masih menjadi identitas di Pedamaran
= Wisata Rohani
=
Ziarah Puyang Sekampung
Masih adanya sebagian masyarakat yang percaya dengan hal seperti ini.
Referensi
Suluk Abdul Jalil
Enan Matalin dalam ‘’ Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan’’, Pada Tanggal 27 November 1984 di Palembang.
Editor: K.H.O. Gadjahnata & Sri-Edi Swasono