Sejumlah besar warga telah meninggalkan
Korea Utara setelah berakhirnya Divisi
Korea dan Perang Dunia II serta pasca Perang
Korea (1950-1953) dikarenakan alasan politis, ideologi dan ekonomi. Sampai sekarang banyak yang tertangkap dalam usaha mereka untuk lari dari negara itu. Para pengungsi ini umumnya menyeberang perbatasan ke Jilin dan Liaoning di Cina Timur Laut sebelum mendarat di negara ketiga, hal itu dikarenakan Republik Rakyat Tiongkok merupakan sekutu dekat Pyongyang yang menolak memberikan status kewarganegaraan kepada mereka dan menganggap mereka sebagai pendatang gelap. Para pengungsi yang tertangkap di Cina akan dikembalikan ke
Korea Utara dan menerima hukuman penjara bahkan hukuman mati dari otoritas
Korea Utara.
Istilah
Ada banyak istilah resmi maupun tidak resmi untuk menyebut kelompok orang ini. Pada tanggal 9 Januari 2005, Menteri Unifikasi
Korea Selatan mengeluarkan istilah saeteomin (새터민; "rakyat negara baru") sebagai pengganti istilah talbukja (탈북자; "orang yang lari dari
Utara"), sebuah istilah yang tidak disukai para petinggi
Korea Utara. Istilah yang paling baru adalah bukhanitaljumin (北韓離脫住民), yang bermakna lebih halus, yakni "penduduk yang meninggalkan
Korea Utara".
Di Tiongkok
Republik Rakyat Tiongkok diperkirakan menampung antara 20.000-30.000 para pengungsi dari
Korea Utara. Jumlah pengungsi semakin menurun dengan sekitar 11.000 jiwa pada akhir tahun 2008, yang terkonsentrasi di timur laut Cina. Jumlah ini merupakan yang terbesar di luar populasi
Korea Utara dan tidak dianggap sebagai bagian dari komunitas keturunan
Korea karena tidak dihitung dalam sensus pemerintah Cina. Banyak dari mereka yang tidak berhasil mendarat ke
Korea Selatan menikahi orang
Korea setempat dan menetap dalam komunitas keturunan
Korea. Namun mereka akan tetap dideportasi jika diketahui oleh pemerintah Cina.
Sebagian besar dari pengungsi ini ingin menuju ke
Korea Selatan dengan melewati rute-rute yang jauh, seperti ke Mongolia dan lewat negara-negara Asia tenggara seperti Thailand. Cara ini memungkinkan karena negara-negara ini menerima pengungsi
Korea Utara.
Berdasarkan sumber dari tahun 2005, "60 sampai 70% pengungsi
Korea Utara di Cina adalah wanita, 70 % sampai 80 % dari mereka menjadi korban perdagangan manusia." Sebagian besar wanita ini dijadikan wanita tunasusila oleh pria
Korea setempat. Saat diketahui oleh pemerintah Cina, mereka langsung dipulangkan ke
Korea Utara dan menerima hukuman berat.
Di Rusia
Sebuah studi yang dilakukan Universitas Kyung Hee di
Korea Selatan pada tahun 2006 memperkirakan hampir 10.000 orang
Korea Utara tinggal di Rusia Timur Jauh, sebagian besar dari mereka melarikan diri dari kamp kerja
Korea Utara.
Di Korea Selatan
= Penghargaan
=
Pada tahun 1962, Pemerintahan
Korea Selatan mengeluarkan undang-undang khusus untuk perlindungan terhadap pengungsi dari
Korea Utara, yang kemudian direvisi pada tahun 1978 dan masih aktif sampai dengan tahun 1993. Berdasarkan undang-undang tersebut, setiap pengungsi berhak mendapatkan paket bantuan. Setelah kedatangannya di selatan, mereka juga akan diberi bantuan keuangan. Besarnya bantuan tergantung pada kategori si pengungsi termasuk (terdapat 3 kategori). Kategori ini ditentukan oleh taraf kecerdasan dan pandangan politik mereka. Di luar dari bantuan finansial ini, pengungsi yang memberikan informasi-informasi penting atau peralatan tertentu diberikan tambahan hadiah yang cukup besar. Sebelum tahun 1997, hadiah diberikan dalam bentuk emas batangan, bukan dalam bentuk uang – untuk menghindari ketidakpercayaan terhadap uang kertas.
Negara memberikan tempat tinggal secara cuma-cuma berupa apartemen kepada para pengungsi tanpa perlu membayar apapun. Setiap orang yang berniat melanjutkan pendidikan maka akan diberikan hak untuk memilih universitas apa saja yang diinginkan dengan dana pemerintah. Para tentara diizinkan untuk masuk ke dalam militer
Korea Selatan dan diberikan pangkat yang sama dengan yang mereka miliki di militer
Korea Utara. Mereka juga diberikan perlindungan dengan pengawal khusus.
Baru-baru ini
Korea Selatan telah mengesahkan undang-undang baru yang mulai membatasi arus pencari suaka dikarenakan meningkatnya jumlah pengungsi
Korea Utara yang menyeberang ke Tiongkok dan dipastikan mereka akan mencari perlindungan ke
Korea Selatan.
Peraturan mulai diperketat dengan melakukan pemeriksaan dengan deteksi screening dan jumlah uang yang diberikan dipotong dari $28.000 menjadi $10.000. Hal ini untuk mencegah etnis
Korea yang tinggal di Tiongkok memasuki
Korea Selatan, begitu pula dengan orang
Korea Utara yang memiliki catatan kriminal.
= Proses penempatan kembali oleh Hanawon
=
Lembaga Hanawon yang didirikan pada tanggal 8 Juli 1999, merupakan pusat yang membantu penempatan kembali para pengungsi
Korea Utara yang dibangun pemerintah
Korea Selatan. Hanawon berkedudukan di kota Anseong, provinsi Gyeonggi, sekitar satu jam perjalanan ke selatan dari Seoul. Awalnya Hanawon didirikan untuk mengakomodasi sekitar 200 orang untuk program penempatan kembali selama 3 bulan, tetapi pemerintah memperbesarnya pada tahun 2002 dan memotong jangka waktu program menjadi 2 bulan dikarenakan meningkatnya jumlah pengungsi per tahunnya. Pada tahun 2004, Hanawon melewati tahun ke 5-nya dan fasilitas kedua dibuka di ibu kota Seoul. Kini Hanawon menampung dan melatih 400 orang sekaligus.
Di Hanawon, pelatihan difokuskan pada tiga tujuan utama: mempermudah pemahaman sosial ekonomi serta meringankan beban psikologis para pengungsi; mengatasi halangan perbedaan budaya; dan memberikan pelatihan praktik untuk hidup di
Korea Selatan. Para pengungsi ini diberi peringatan khusus untuk tidak berpergian keluar dikarenakan alasan keamanan mereka, terutama akan ancaman dari penculikan oleh agen
Korea Utara. Seusai mengikuti program Hanawon, para pengungsi dapat memulai hidup baru mereka dengan mendirikan rumah lewat bantuan subsidi dari pemerintah. Pada awalnya mereka menerima uang ₩36 juta per individu untuk mencari atau mendirikan tempat tinggal dan bantuan ₩540.000 per bulan, tetapi sekarang telah dipotong menjadi ₩20 juta dan ₩320.000 per bulan.
Statistik
Jumlah pengungsi dari tahun 1953 sampai tahun 2005: 14.000
Sebagian statistik:
Sumber: Menteri Unifikasi
Korea Selatan
Di Vietnam
Sampai tahun 2004, Vietnam adalah negara yang menjadi rute pelarian yang diincar pengungsi
Korea Utara, salah satunya dikarenakan keadaan geografisnya tidak begitu berat untuk dilewati. Walaupun Vietnam masih merupakan negara komunis dan memelihara hubungan diplomatik dengan
Korea Utara, semakin besarnya investasi
Korea Selatan di Vietnam telah memaksa Hanoi secara diam-diam untuk memberikan izin untuk mengirimkan para pengungsi ke
Korea Selatan. Terdapat 4 buah rumah penampungan pengungsi yang terbesar di Vietnam yang didirikan oleh ekspatriat
Korea Selatan, dan banyak pengungsi memilih menuju Vietnam karena mendengar tentang rumah penampungan ini. Pada Juli 2004, 468 orang pengungsi
Korea Utara diterbangkan ke
Korea Selatan sekaligus dalam pesawat. Pada awalnya Vietanam merahasiakan penerbangan ini dan bahkan seorang pejabat pemerintahan
Korea Selatan menyatakan kepada media bahwa para pengungsi ini terbang dari negara Asia yang tak diketahui. Setelah terjadi peristiwa ini, Vietnam memperketat perbatasannya dan mendeportasi para pemilik rumah penampungan.
Di Thailand
Thailand juga biasanya menjadi tujuan akhir pengungsi
Korea Utara dari Cina sebelum terbang ke
Korea Selatan. Pengungsi
Korea Utara tidak diberikan status sebagai pengungsi karena dianggap sebagai imigran gelap oleh pemerintah Thailand, dan mereka langsung dideportasi ke
Korea Selatan setelah menjalani hukuman penjara. Banyak pengungsi yang akan melaporkan diri mereka ke polisi setelah mereka memasuki perbatasan Thailand.
Di Jepang
Terdapat 2 kasus pelarian pengungsi
Korea Utara ke Jepang, sekali pada tahun 1987 dan sekali pada 2 Juni 2007, saat sekeluarga
Korea Utara yang terapung selama 6 hari di laut mendarat di pantai Aomori dan ditemukan oleh polisi dan Pengaman Pantai Jepang. Mereka mengaku ingin pergi ke
Korea Selatan, namun setelah diadakan pembicaraan antara
Korea Selatan dan Jepang, salah seorang pengungsi ditemukan membawa 1 gram amphetamin. Polisi mengatakan tidak akan menghukum lelaki tersebut namun masih dilakukan investigasi.
Jepang telah menempatkan kembali sebanyak 140 orang
Korea Utara yang kembali ke Jepang setelah bermigrasi ke
Korea Utara pada program repatriasi massal pada tahun 1959-1984. Program repatriasi yang diprakarsai oleh badan pro
Korea Utara, Chongryon dan didukung oleh Palang Merah Jepang dan
Korea Utara ini merepatriasi sebanyak 90.000 peserta yang ingin kembali ke
Korea Utara (sebagian besar berasal dari
Korea Selatan).
Di Amerika Serikat
Pada tanggal 5 Mei 2006, seorang pengungsi
Korea Utara yang tak disebutkan namanya diberikan status pengungsi oleh Amerika Serikat untuk pertama kalinya sejak Presiden George W Bush menetapkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia
Korea Utara pada bulan Oktober 2004. Kelompok pengungsi ini tiba dari sebuah negara Asia Tenggara, termasuk 4 orang wanita yang mengaku dipaksa menikah. Semenjak penerimaan kelompok pengungsi pertama ini, Amerika Serikat diketahui telah menerima sekitar 50 orang pengungsi lagi.
Sejak bulan Mei 2009, dilaporkan terdapat 81 orang warga
Korea Utara yang berstatus pengungsi di Amerika Serikat.
Di Filipina
Terdapat sejumlah besar pengungsi
Korea Utara di Filipina.
Di Mongolia
Mongolia adalah rute terpendek dari Tiongkok bagi para pengungsi
Korea Utara. Pemerintahan Mongolia yang memelihara hubungan diplomatik dengan kedua
Korea juga memberi simpati kepada para pengungsi. Namun rute Mongolia sangat sulit dilalui karena beratnya medan yang berupa Gurun Gobi yang ganas.
Lihat pula
Politik di
Korea Utara
Hak Asasi Manusia di
Korea Utara
Referensi
Pranala luar
= Situs
=
Kementrian Unifikasi
Korea Selatan
Crossing Heaven's Border Dokumenter PBS yang mengikuti perjalanan kebebasan pengungsi
Korea Utara
= Artikel
=
(Inggris)UNHCR memprotes deportasi pengungsi
Korea Utara oleh Cina