Penaklukan Kerajaan Jaffna oleh Portugal terjadi setelah para pedagang
Portugal tiba di
Kerajaan Kotte saingan di barat daya Sri Lanka saat ini pada tahun 1505. Banyak raja
Jaffna, seperti Cankili I, awalnya menghadapi
Portugal karena upaya mereka mengalihkan keyakinan penduduk setempat menjadi Katolik Roma, tetapi akhirnya berdamai dengan mereka.
Pada tahun 1591, raja
Jaffna Ethirimanna Cinkam dilantik
oleh Portugal. Meskipun dia secara nomninal adalah seorang klien, dia menentang kegiatan misionaris dan membantu bagian dalam
Kerajaan Kandy dalam usahanya untuk mendapatkan bantuan militer dari India Selatan. Akhirnya, seorang perampas kekuasaan bernama Cankili II, yang menentang kekuasaan
Portugal berakhir dengan penggulingan dirinya dan digantung
oleh Phillippe de Oliveira pada tahun 1619. Pemerintahan berikutnya
oleh Portugal terjadi pengalihan keyakinan agama penduduk ke Katolik Roma. Populasi juga menurun karena pajak yang berlebihan, karena kebanyakan rakyat meninggalkan wilayah inti dari
Kerajaan sebelumnya.
Kontak awal
Para pedagang
Portugal mencapai Sri Lanka pada tahun 1505; penyerangan awal mereka adalah terhadap
Kerajaan Kotte pantai barat daya, yang menikmati monopoli yang menguntungkan dalam perdagangan rempah, yang juga menarik bagi Portugis.
Kerajaan Jaffna menjadi perhatian para pejabat Portugis di Kolombo karena berbagai alasan, termasuk campur tangan mereka dalam kegiatan-kegiatan misionaris Katolik Roma (yang dianggap mendukung kepentingan
Portugal), pasar yang menggiurkan dan manfaat strategis dari daerah-daerah kepala suku Vannimai di
Jaffna, dan dukungan mereka terhadap faksi anti-
Portugal di dalam
Kerajaan Kotte, seperti kepala suku dari Sitawaka. Pada akhir abad ke-16, pengaruh
Portugal diperkuat di istana
Kerajaan Kandy dan Kotte dan beberapa daerah kepala suku Vannimai di
Jaffna ditaklukkan
oleh raja-raja ini.
Kerajaan Jaffna berfungsi sebagai pangkalan logistik untuk
Kerajaan Kandy, yang terletak di dataran tinggi bagian tengah tanpa akses ke pelabuhan mana pun. Mereka memperoleh akses ke pelabuhan Trincomalee dan Batticaloa di timur, tetapi Semenanjung
Jaffna terbukti lebih nyaman sebagai pelabuhan masuk untuk bantuan militer yang datang dari India Selatan. Selain itu, dikhawatirkan
oleh Portugal bahwa (karena lokasinya yang strategis)
Kerajaan Jaffna mungkin menjadi tumpuan pantai untuk pendaratan Belanda. Adalah Raja Cankili I yang menentak kontak dengan
Portugal, dan bahkan membantai enam hingga tujuh ratus umat Katolik Paravar di Pulau Mannar. Orang-orang Katolik ini telah dibawa dari India ke Mannar untuk mengambil alih perikanan mutiara yang menguntungkan membentang hingga Puttalam dari raja-raja
Jaffna.
Catatan
Referensi
Vriddhagirisan, V (2007). Nayaks of Tanjore. New Delhi: Asian Educational Services. hlm. V, 80–1, 91–2. ISBN 978-8120609969.
De Silva, Chandra Richard (2009). Portuguese Encounters with Sri Lanka and the Maldives: Translated Texts from the Age of Discoveries. Oxfordshire: Ashgate. hlm. 95, 110, 111 & 137. ISBN 978-0-7546-0186-9.
de Silva, K. M. (2005). A History of Sri Lanka. Colombo: Vijitha Yapa. hlm. 782. ISBN 955-8095-92-3.
Abeysinghe, Tikiri (2005).
Jaffna Under the Portuguese. Colombo: Stamford Lake. hlm. 66. ISBN 955-1131-70-1 .
Kunarasa, K (2003). The
Jaffna Dynasty. Johor Bahru: Dynasty of
Jaffna King’s Historical Society. hlm. 122. ISBN 955-8455-00-8.
Gnanaprakasar, Swamy (2003). A Critical History of
Jaffna. New Delhi: Asian Educational Services. hlm. 122. ISBN 81-206-1686-3.
De Queroz, Fernao (1992). The Temporal and Spiritual Conquest of Ceylon. New Delhi: Vedam Books. hlm. 1274. ISBN 81-206-0764-3.
Tambiah, H. W (2001). Laws and customs of Tamils of
Jaffna (revised edition). Colombo: Women’s Education & Research Centre. hlm. 259. ISBN 955-9261-16-9.
Sabaratnam, T.M (2010). Sri Lankan Tamil Struggle, Chapter 5: Tamils lose sovereignty. United States: sangam.org. Accessed 25-02-2016