Pengeboman konsulat Filipina tahun
2000 terjadi pada tanggal 1 Agustus
2000 di Menteng, Jakarta, Indonesia. Sebuah bom meledak di luar kediaman resmi duta besar
Filipina untuk Indonesia, Leonides Caday, menewaskan dua dan melukai 21 orang lainnya. Mereka yang tewas terdiri atas seorang wanita pedagang dan penjaga tempat tinggal resmi tersebut. Duta besar Leonides Caday dirawat di rumah sakit karena cedera di kepala dan tangan.
Ledakan
Beberapa saksi mengatakan ledakan berasal dari kendaraan seorang utusan dan diledakkan saat memasuki kediaman di Jalan Imam Bonjol. Namun, para penyidik polisi berteori bahwa mobil lain yang diparkir di dekat pintu masuk terdapat bom yang diledakkan saat mobil Mercedes duta besar tersebut memasuki halaman rumahnya.
Ledakan di jam makan siang tersebut menyebabkan banyak luka dari pecahan peluru dan setidaknya empat orang dibawa ke rumah sakit dengan luka kritis. Mobil yang membawa duta besar
Filipina untuk Indonesia hancur dan merusak puluhan kendaraan lain di jalan yang menaungi beberapa pejabat kantor-kantor pemerintah dan rumah-rumah diplomat asing dan pejabat pemerintah senior lainnya. Selain itu, sayap dari tempat kediaman resmi dan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) cukup rusak.
Reaksi
Sebagai tanggapan atas ledakan tersebut, Alexander Aguirre, penasihat keamanan nasional untuk Presiden Joseph Estrada, menyatakan
Pengeboman tersebut adalah pertama kalinya sebuah pos diplomatik
Filipina dibom dan bahwa pemerintah
Filipina "tidak mengharapkan itu terjadi."
Kemudian, Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid menyatakan ia percaya bahwa
Pengeboman tesebut terkait dengan upaya pemerintah
Filipina untuk memerangi kelompok pemberontak Islam di Mindanao, namun Front Pembebasan Islam Moro merilis sebuah pernyataan yang menyangkal bahwa mereka adalah dalang dari ledakan tersebut. Abu Sayyaf, kelompok lain yang menentang pemerintah
Filipina, juga mengklaim bahwa mereka dalang dari ledakan tersebut.
Hampir tiga tahun kemudian, kepolisian Indonesia (Polri) mengidentifikasi sepuluh tersangka, kebanyakan anggota dari daerah kelompok teroris Jemaah Islamiyah, sebagai tersangka dalam penyelidikan. Riduan Isamuddin, ketua dari Bom Bali 2002 diantara yang lain, diduga merencanakan dan membiayai serangan tersebut.
Referensi