Pengepungan Port Arthur (Jepang: 旅順攻囲戦, Ryojun Kōisen; bahasa Rusia: Оборона Порт-Артура, Oborona
Port-Artura, 1 Agustus 1904 - 2 Januari 1905) adalah pertempuran darat terpanjang dan paling kejam selama Perang Rusia-Jepang.
Port Arthur, pelabuhan laut dalam yang menjadi pangkalan angkatan laut Rusia di ujung Semenanjung Liaodong, Manchuria, dianggap sebagai salah satu posisi yang dibentengi paling kuat di dunia. Namun, selama Perang Tiongkok-Jepang Pertama, Jenderal Nogi Maresuke berhasil menguasai kota dari pasukan Dinasti Qing hanya dalam beberapa hari saja. Mudahnya meraih kemenangan dalam konflik sebelumnya dan rasa percaya diri yang berlebihan dari para Staf Umum Jepang untuk bisa merebut benteng Rusia, menyebabkan perang yang jauh lebih lama dan menderita kerugian yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Pengepungan Port Arthur memperkenalkan banyak teknologi baru yang kemudian digunakan dalam perang-perang berikutnya pada abad ke-20, khususnya Perang Dunia I. Senjata dan teknik baru yang digunakan seperti meriam Howitzer 28 cm yang mampu menembakkan bom seberat 217-kilogram (478-pon) sejauh 8 kilometer (5,0 mil), howitzer tembak cepat ringan, meriam Maxim, senapan bermagasin bolt-action, kawat berduri, pagar listrik, lampu busur, lampu sorot, sinyal radio taktis (yang kemudian dilawan dengan radio jammer, untuk mengacaukan atau menggangu sinyal radio), granat genggam, perang parit yang ekstensif dan penggunaan ranjau laut yang dimodifikasi menjadi ranjau darat.
Referensi