Parsa (bahasa Persia Kuno: 𐎱𐎠𐎼𐎿, bahasa Persia Baru: پارسه, Pārsa) , disebut oleh bangsa Yunani sebagai (bahasa Yunani Kuno: Περσέπολις , "Kota Bangsa Persia"), adalah ibu kota seremonial dari Kekaisaran Akhemeniyah, terletak 60 km timur laut Shiraz, Iran. Kota ini juga disebut dengan Takht-e Jamsyid (تخت جمشید, "Takhta (Raja) Jamsyid") atau Chehel Minar (چهل منار, "Empat Puluh Menara").
Kegunaan Parsa masih belum jelas. Tempat ini bukan salah satu kota terbesar di Persia, apalagi bila dibandingkan kota lain di sepenjuru Kekaisaran Iran, tetapi tampaknya merupakan kompleks seremonial besar yang hanya ditempati secara musiman; masih belum sepenuhnya jelas tempat tinggal pribadi kaisar sebenarnya.
Sisa terawal Parsa berasal sekitar tahun 515 SM. Pada tahun 1979, UNESCO mendeklarasikan kota Parsa sebagai Situs Warisan Dunia.
Pembangunan
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa reruntuhan Parsa yang paling awal berasal dari sekitar tahun 515 SM.
André Godard, seorang arkeolog Prancis pada awal 1930-an menyatakan bahwa Koresy Agung memilih lokasi Parsa, tetapi Darius Agunglah yang membangun teras pelataran dan kompleks bangunan istananya.
Darius memerintahkan pembangunan Balai Apadana dan Balai Konsul (Tripylon atau Balai Tiga Gerbang), yang menjadi bangunan Perbendaharaan Kekaisaran, serta beberapa bangunan di sekelilingnya. Pembangunan ini dirampungkan pada masa pemerintahan putranya, Xerxes Agung. Pembangunan lebih lanjut pada bangunan dan teras terus dilanjutkan hingga masa keruntuhan Kekaisaran Akhemeniyah.
Penelitian Arkeologi
Odorico da Pordenone singgah di Parsa sekitar tahun 1320 dalam perjalanannya ke Tiongkok. Pada 1474, Giosafat Barbaro mengunjungi reruntuhan Parsa dan secara keliru mengira bahwa ini adalah reruntuhan kota Yahudi. Antonio de Gouveia dari Portugal menulis tentang prasasti beraksara paku pada saat kunjungannya tahun 1602. Laporan pertamanya tentang Persia, Jornada, diterbitkan pada 1606.
Penggalian ilmiah pertama di Parsa dilakukan oleh Ernst Herzfeld dan Erich F. Schmidt mewakili Oriental Institute dan Universitas Chicago. Penggalian arkeologi dilakukan selama delapan musim, dimulai tahun 1930 dan mencakup situs-situs di sekitarnya.
Sejak 1946, dokumen asli, catatan, foto, serta tembikar dari penggalian Parsa oleh Herzfeld, pada 1923, 1928, dan antara 1931 dan 1934 disimpan di Freer Gallery of Art, Institusi Smithsonian, di Washington, DC.
Herzfeld meyakini bahwa pembangunan Parsa bertujuan untuk menciptakan atmosfer dan citra keagungan, sebagai lambang kejayaan kemaharajaan Persia, serta sebagai tempat menggelar upacara dan perayaan khusus, terutama “Nowruz”. Sebagai alasan historis, Parsa dibangun di tanah air Dinasti Akhemeniyah, meskipun pada saat itu tidak terletak tepat di tengah jantung kemaharajaan.
Arsitektur Parsa tercatat biasanya menggunakan tiang kayu. Arsitek menggantinya dengan pilar batu ketika kayu sedar Lebanon, atau kayu jati India tidak ada yang memenuhi ukuran besar yang diinginkan. Alas pilar dan kepala pilar terbuat dari batu, bahkan pada pilar kayu, akan tetapi keberadaan pilar kayu hanya berupa dugaan.
Bangunan di kompleks Parsa terbagi atas tiga kelompok: kawasan militer, kawasan perbendaharaan (ruang harta), dan balai resepsi serta kediaman sementara Kaisar. Struktur utama antara lain Tangga Agung, Gerbang Semua Bangsa (Gerbang Xerxes), Istana Apadana Darius, Balai Seratus Tiang, Balai Tripylon Hall, dan Istana Tachara milik Darius, Istana Hadish milik Xerxes, Istana Artahsasta III, Bendahara Kekaisaran, Istal kuda kekaisaran, serta rumah Kereta Perang.
Proyek rekonstruksi paling akhir berusaha untuk merekonstruksi aneka warna cat dari situs dan monumennya.
Reruntuhan
Reruntuhan beberapa bangunan kolosal terdapat di teras. Semuanya terbuat dari marmer abu-abu gelap. Lima belas pilar diantaranya masih utuh. Tiga pilar telah didirikan kembali sejak 1970. Beberapa bangunan lain tidak terselesaikan. F. Stolze menunjukkan bahwa serpihan batu tatahan tukang batu masih terdapat di lokasi. Reruntuhan yang kini dinamai Chehel minar ("empat puluh menara") ditelusuri kembali ke abad ke-13, dan dikenal sebagai Takht-e Jamsyid - تخت جمشید ("Takhta Jamsyid"). Sejak masa Pietro della Valle, bangunan ini masih diperdebatkan, apakah berasal dari Parsa yang dikuasai dan dihancurkan oleh Aleksander Agung.
Di belakang Takht-e Jamsyid terdapat tiga makam yang diukir dari batu karang di sisi bukit. Bagian mukanya yang salah satunya belum rampung, diukir relief yang kaya. Berjarak sekitar 13 km Timur Laut, di sisi lain Pulwar, berdiri tembok batu, dimana empat makam yang serupa diukir cukup tinggi dari dasar tembok. Situs ini kini disebut Naqsy-e Rustam - نقش رستم atau Naksyi Rostam ("lukisan Rostam"), berdasarkan relief Sassaniyah dibawah bukaan, yang dianggap sebagai gambaran pahlawan mistis Rostam. Dapat ditafsirkan bahwa patung-patung yang menghuni tujuh makam ini adalah perwujudan para raja.
= Gerbang Semua Bangsa
=
Gerbang Semua Bangsa, dimaksudkan untuk seluruh kerajaan taklukan Kekaisaran Akhemeniyah saat itu. Terdiri atas balai agung berukuran
panjang 25 meter, dengan empat tiang besar di pintu masuknya di dinding Barat. Terdapat dua pintu lain, satu menghadap ke selatan membuka ka arah lapangan pelataran Apadana, yang satunya lagi membuka ke arah jalan panjang ke timur. Lubang engsel ditemukan di sudut dalam setiap pintu menunjukkan bahwa pintu besar ini terdiri atas dua daun pintu, mungkin terbuat dari kayu, dan dilapisi lembaran logam berukir.
Sepasang banteng Lamassu berkepala pria berjenggot, berdiri di sisi barat. Sepasang lainnya memiliki sayap berkepala khas Persia (Gopät-Shäh), berdiri di gerbang timur, kesemuanya melambangkan kekuasaan Kekaisaran Akhemeniyah.
Nama Xerxes tertulis dalam tiga bahasa terukir di pintu masuk, menunjukkan bahwa dialah yang memerintahkan pembangunan gerbang ini.
= Istana Apadana
=
Darius Agung membangun istana paling agung di Parsa di sisi barat. Istana ini disebut Apadana. Raja diraja (Kaisar) menggunakannya sebagai balairung audiensi resmi. Pembangunan dimulai tahun 515 SM. Putranya, Xerxes I, menyempurnakannya 30 tahun kemudian. Istana ini memiliki balai agung berbentuk bujur sangkar, tiap sisinya berukuran panjang 60 meter dengan 72 tiang besar, 30 diantaranya masih tegak berdiri. Setiap pilar besar ini setinggi 19 meter. Pilar ini menopang atap yang luas dan sangat berat. Puncak tiang dihasi patung batu hewan, seperti banteng berkepala dua, singa, atau rajawali. Tiang ini terhubung oleh batang penopang datar dari kayu ek atau kayu sedar Lebanon. Dindingnya dilapisi lumpur dan stuko setebal 5 cm, sebagai perekat, kemudian dilapisi stuko hijau. Di sisi barat, utara, dan timur istana terdapat beranda persegi yang memiliki 12 tiang tersusun dalam dua baris masing-masing enam tiang. Di sisi selatan balairung terdapat serangkaian kamar sebagai tempat penyimpanan. Dua tangga bergaya Parsa dibangun secara simetris terhubung dengan fondasi batu. Untuk melindungi atap dari erosi, talang air vertikal dibangun melewati tembok bata. Di keempat sudut Apadana, dibangunlah empat menara yang menjorok ke luar.
Dinding dilapisi tegel dan dihiasi gambar singa, banteng, dan bunga. Darius memerintahkan namanya dan detail kemaharajaannya ditulis dengan lempeng emas dan perak, yang ditempatkan dalam peti batu dan ditanam di keempat sudut istana. Tangga simetris bergaya Parsa dibangun di sisi utara dan timur untuk mengatasi perbedaan ketinggian. Dua tangga lainnya berdiri di tengah bangunan. Tampilan luar istana diembos dengan gambar Immortal, pasukan elit pengawal Kaisar. Tangga utara diselesaikan pada masa pemerintahan Darius, sedangkan tangga lainnya dirampungkan pada masa kemudian.
= Balai Takhta
=
Di sebelah Apadana, bangunan kedua terbesar dari teras dan adalah Balai Takhta atau Balai Kehormatan Prajurit Kemaharajaan (juga disebut "Istana Bertiang Seratus"). Bangunan berukuran 70x70 meter persegi dibangun oleh Xerxes I dan diselesaikan oleh putranya, Artahsasta I pada akhir abad ke-5 SM. Kedelapan gerbang batunya dihiasi relief. Pada sisi utara dan selatan menggambarkan suasana takhta, dan pada sisi timur dan barat dengan adegan raja memerangi monster. Dua patung batu banteng raksasa mengapit portiko utara. Kepala salah satu banteng ini kini disimpan di Oriental Institute di Chicago.
Pada awal pemerintahan Xerxes, Balai Takhta umumnya digunakan untuk resepsi komandan militer dan utusan dari semua negara jajahan Kekaisaran Akhemeniyah. Kemudian Balai Singgasana dijadikan museum kemaharajaan.
Catatan
Pranala luar
Persepolis
(Inggris)
Persepolis - Livius