Letnan Jenderal TNI (Purn.)
Purbo S.
Suwondo (27 September 1927 – 24 Maret 2018) Setelah tamat Sekolah Perwira Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, pada tahun 1944 menjadi Shodancho (Komandan Peleton) Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) dan setelah pendidikan khusus, ditempatkan di Sambo Beppan I Go Kinmutai Yugekitai di Tobahan Malang, bertugas melatih anggota calon anak buah Seinin Dozyo, Siswa SMP dan Zibakutai sampai 15 Agustus 1945.
Setelah 17 Agustus 1945 menjadi Perwira BKR-P yang kemudian jadi CPM di Malang selanjutnya ikut aktif dalam perjuangan kemerdekaan di Resimen PT. III Divisi Untung Suropati (Malang) dan MBKD (Yogyakarta) sampai 1950.
Setelah menyelesaikan tugas belajar di Sekolah Perwira Artileri di Nederland, bertugas di kesenjataan artileri hingga lulus ujian masuk SESKOAD.
Setelah lulus dari SESKOAD (1961) bertugas berturut - turut sebagai wakil Gubernur AMN (1962 - 1966), Komandan Pusat Kesenjataan Artileri Medan, Ketua G.V Hankam/Asisten Teritorial Kopkamtib (1968-1973) dan Komandan Jenderal AKABRI (1973 - 1978).
Kemudian pada tahun 1978-1981 bertugas sebagai Duta Besar RI di PBB New York, dan pada tahun 1982 beliau memasuki masa pensiun dengan pangkat Letnan Jenderal.
Setelah pensiun beliau ditugaskan menjadi Perwira Staf Ahli Pangkopkamtib (1982 -1983), Sesmenko Polkam (1983-1988), Komisaris Utama Bank BNI 1946 (1988-1996).
Di samping itu pula,beliau masih berdarma bakti sebagai Ketua Bidang Sejarah Perjuangan di DPP-LVRI (1988-2002). Pada tahun 2002-2007, beliau terpilih menjadi Ketua Umum DPP-LVRI. Beliau juga sebagai Dosen Luar Biasa di PKN S2 Universitas Indonesia, ikut serta sebagai anggota Badan Pertimbangan Pusat PEPABRI dan aktif dalam penulisan sejarah Tentara PETA/Giyugun di Yapeta.
Riwayat Hidup
Pada tanggal 27 September 1927 di Purwokerto (Banyumas) dari Pasangan Suami Istri Soewondo Sastrodarmodjo dan Siti Soendari Adhi Susastro, Lahir seorang anak laki-laki diberi nama Poerbo Soegiarto . Ayah dan Ibu Poerbo berasal dari daerah Madiun dan keberadaan mereka di purwokerto adalah karena Ayah Poerbo menjadi guru olahraga dan menggambar di Gouvernements Normaal School (Sekolah Guru Gubermen) Purwokerto.
Orang Tua Poerbo Soegiarto selalu mengikuti perkembangan kebangkitan semangat kebangsaan yang sedang bergelora pada awal abad ke-20 dikalangan bumiputera. Orang tua Poerbo Soegiarto sangat dekat dengan teman sekelas di HIK yang akan menjadi istri Mayor (KNIL) Oerip Soemohardjo dan mengalami penempatan pertama bersama sebagai guru HIS di Magelang.
Berkat bimbingan kedua orang tuanya maka Poerbo Soegiarto dapat diterima di Gouvernements Europese Lagere School (ELS) di Purwokerto dan dilanjutkan di ELS Surakarta, Salatiga dan akhirnya tamat di Malang. Karena Ayah Poerbo Soegiarto harus berpindah-pindah sebagai seorang “Ambtennar Gubermen” di Malang, Keluarga Soewondo Sastrodarmodjo ditempatkan sebagai Schoolopziener (Penilik Sekolah).
Setelah lulus akhir ELS maka Poerbo Soegiarto diterima masuk di Hogere Burger School (SMP/SMA 5 tahun : HBS) Malang. Setelah itu orang tua Poerbo Soegiarto sudah memikirkan masa depan anaknya untuk studi ke GHS. Sentuhan dan pemupukan Jiwa Nasionalisme diperoleh melalui hubungan baik dengan Bapak Kretarto pemimpin siaran radio Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI).
= Zaman Pendudukan Tentara Jepang (1942-1945)
=
Pada bulan April 1944 Poerbo Soegiarto mengikuti Pendidikan perwira tentara PETA angkatan II di tempatkan di dalam Dai Ichi Chutai, Dai Ichi Kutai dari Kyodo Boei Giyugun, Kanbu Kyoikutai Bogor.
Pada Tanggal 10 Agustus 1944 Seluruh Daidancho, Chudanco dan Shodancho Angkatan ke II diberangkatkan dengan kereta api ke Stasiun Gambir di Jakarta dan pagi itu dengan pakaian seragam PETA, tanda pangkat dan pedang samurai dilantik oleh Panglima Tentara Kerajaan Jepang ke-16 sebagai Perwira Tentara Sukarela PETA. Setelah upacara pelantikan, para perwira kembali ke daerah karesidenan asal untuk membentuk Daidan baru di tempat masing-masing.
Karena fungsi dan tugas pokoknya, seluruh Yugekitai (tiga grup) di Jawa berada di bawah pimpinan Kapten Yanagawa, sedangkan Tobuhan dibawah pimpinan Letnan Satu Tamai. Shodancho Poerbo Soegiarto ditempatkan di Tobuhan Yugekitai (Malang).
Pada bulan Februari 1945 satu tim Shodancho Yugekitai (Shodancho Djoko Bambang Soepeno, Soegito dan Poerbo Soegiarto) dipilih menjadi instruktur kyoren di sekolah menengah di jl. Tjelaket, Malang.
= Zaman Perjuangan mempertahankan Kemerdekaan (1945-1950)
=
Pada tanggal 19 Agustus 1945 tentara PETA dibubarkan, termasuk juga Yugekitai Seinendojo yang hakekatnya adalah pasukan gerilya PETA. Atas inisiatif mantan Shodancho PETA Bambang Supeno dikumpulkan sementara teman Shodancho PETA yang lain, yaitu Poerbo Soegiarto, Sugito, Suprapto dan mantan Ippang Taiing (Seinendojo) Sudianto.
Pertemuan tersebut sering sekali bertempat di Paviliun rumah Soewondo Sastrodarmodjo (Ayah Poerbo Soegiarto) di jl. Arjuno 20, Malang. Dan sewaktu-waktu di rumah Bambang Supeno di depan Stasiun K.A Kepanjen, Malang Selatan. Juga pernah di rumah mantan Chudancho/Chui Sukandar Tjokronegoro di jl. Merapi dekat dengan tempat pendidikan Seinendojo, bekas gedung sekolah di jl. Buring, Malang.
Tujuan dari pertemuan, membicarakan perkembangan keadaan dan langkah yang perlu diambil. Informasi mengenai Proklamasi Kemerdekaan, menurut cerita bersumber dari teman Bambang Supeno di jl. Bromo yang mendengarkan radio gelap. Setelah itu Bambang Supeno, Poerbo Soegiarto, Suprapto dan Sudianto dengan berkendaraan mobil mengadakan perjalanan ke Probolinggo, Lumajang, Jember dan Bondowoso untuk mengadakan konsolidasi anggota mantan Seinendojo yang sudah tersebar (tenkai) di Karesidenan Malang dan Besuki. Di kota-kota tersebut diadakan pertemuan dengan sementara mantan anggota Seinendojo.
Ternyata manfaat dari hasil perjalanan tersebut sangat dirasakan, setelah keluar dekrit Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 mengenai pembentukan BKR, maka sebagian besar mantan anggota Seinendojo serentak berkumpul di tempat yang semula direncanakan sebagai Renrakusyo dan pimpinannya semula. Berkumpulnya anggota tersebut, merupakan spontanitas dan kemudian membentuk pasukan walaupun tanpa senjata.
Setelah terbentuk BKR yang berpusat di Malang, mantan Seinendojo yang dipimpin oleh mantan Shodancho Bambang Supeno mendapat tugas membentuk BKR-P (Penyelidik) yang berkonotasi dengan petugas security. Dalam relatif sangat singkat BKR sudah mampu mengatisipasi tugas “security” dalam situasi perjuangan khususnya menghadapi embrio pembentukan pasukan bersenjata pada waktu awal meledaknya suasana revolusi.
Selanjutnya menggabungkan diri pemuda-pemuda pejuang lainnya. Seluruh Malang Syu Zibakutai telah dilatih selama tiga bulan oleh mantan Shodancho
Purbo Suwondo dan Haryono Kasmo. Sebagai kelanjutan terbentuknya TKR resminya tanggal 5 Oktober 1945, maka BKR-P mentransformir diri menjadi Polisi Tentara (PT). Organisasi awal Polisi Tentara terdiri dari batalyon Malang dan Besuki dan terbentuknya Pendidikan Kader-Bintara PT di Malang. Dapat dikatakan unsur pimpinan dan pembantu pimpinan dari inti kader adalah semua mantan anggota Seinendojo (Yugekitai PETA).
= Agresi Militer Belanda I (1947)
=
Setelah pertempuran berhari-hari di dalam kota Malang akhirnya kota Malang dapat diduduki Belanda. Kapten
Purbo Suwondo ditugaskan sebagai anggota Komando Mobil Div. VII membantu konsolidasi kembali pasukan-pasukan tempur serta kendali pimpinan Wehrkreise Malang dan Besuki. Dimasa antar waktu Agresi Belanda I dan II dilakukan reorganisasi dan rasionalisasi (RE/RA) seluruh TNI dan seluruh korps perwira TNI mengalami penurunan pangkat satu tingkat, kemudian Letnan Satu
Purbo Suwondo dipindahkan ek Markas Besar TEntara (MBT) di Yogyakarta dan ditugaskan sebagai sekretaris wakil kepala staf umum, Letnan Kolonel R.M Sukandar Tjokronegoro. Beliau berprakarsa mengumpulkan beberapa orang perwira pertama dari staf MBT untuk memperluas wawasan dengan teori organisasi, strategi, dan taktik militer. Letnan Satu
Purbo Suwondo ikut di dalam kelompok ini.
= Pemberontakan FDR/PKI di Madiun 1948
=
Setelah penyatuan TRI dengan pasukan-pasukan (bersenjata) kelaskaran menjadi TNI dibawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman, sekaligus pimpinan Staf MBT diganti.
Letnan
Purbo Suwondo dipindahkkan ke Staf Umum Angkatan Darat Bagian II (SUAD II) untuk operasi dan pendidikan/latihan dibawah pimpinan KASAD pertama kolonel GPH Djatikusumo (Mantan Chudancho PETA angkatan I, Mantan Gubernur Militer Akademi dan Mandan Panglima DIvisi Ronggolawe).
KASAD menugaskan Letnan
Purbo Suwondo menjadi “Ajudan pengganti” dari AD sebagai entourage Presiden RI selama acara-acara berkaian dengan peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1948 selama tiga hari di Istana Presiden Yogyakarta.
Pada tanggal 18 September 1948 terjadi peristiwa kudeta PKI di Madiun dibawah pimpinan tokoh komunis Muso dan dibantu oleh pemimpin FDR Mr. Amir Syarifudin. Letnan
Purbo Suwondo di tugaskan menjadi perwira penghubung antara SUAD II dan pimpinan pasukan TNI di Surakarta. Setelah pemberontakan PKI dapat dipadamkan dan daerah Madiun dikuasai kembali oleh TNI, Letnan
Purbo Suwondo kembali ke Yogyakarta.
Pada Tanggal 19 Desember 1948 pagi hari, Sewaktu bertugas di kantor MABES AD di Benteng Vredenburgh terdengar suara pesawat tempur Mustang Belanda yang memberondong dengan SM 12,7 nya serta mengebom MABES AD. Ternyata Belanda mulai Agresi ke II untuk merebut Yogyakarta sebagai Ibukota RI. Sesuai dengan rencana besar meneruskan perang gerilya, Letnan
Purbo keluar kota menuju ke desa Dekso di Kulon Progo daerah Yogyakarta dan bergabung dengan Pos X 2 MBKD (Markas Besar Komando Djawa) dibawah pimpinan Mayor A. Gani (Kepala Staf MBKD Bag. II) yang ternyata adalah seorang mantan Chudancho PETA dari Divisi Siliwangi.
= Perjuangan Perang Gerilya melawan Agresi Militer Belanda II
=
Pada awal tahun 1949, Mayor A. Gani menjelaskan keputusannya untuk kembali ke Jawa Barat meneruskan perjuangan dengan kawan-kawan Divisi Siliwangi. Dari perwira-perwira yang ada, Letnan Satu
Purbo Suwondo dipilih menggantikan Mayor A. Gani sebagai Komandan Pos X 2 MBKD. Maka tak lama kemudian Letnan Satu
Purbo Suwondo berjalan kaki berkunung ke Markas Komando Divisi Diponegoro untuk memperkenalkan diri dan mengumpulkan informasi tentang perkembangan keadaan strategic dan taktik di Jawa Tengah.
Semua pejabat inti di Markas Komando Divisi Diponegoro adalah perwira-perwira ex PETA, khususnya kawan se-angkatan Asisten Intelijen Kapten Bargowo, maka dari beliau diperoleh informasi tentang rencana-rencana penyerangan semua pasukan TNI yang tersedia ke Yogyakarta. Informasi tersebut ternyata benar dan pada tanggal 1 Maret 1949 terjadi serangan umum dibawah komando langsung dari Letnan Kolonel Soeharto (Mantan Chudancho PETA) sebagai Komandan Wehrkreise Yogyakarta.
Pada awal bulan Juli 1949, tidak lama setelah tercapai persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB) Panglima Besar Jenderal Sudirman masuk kembali ke Yogyakarta. Maka Pos X 2 MBKD dibubarkan. Sebelum dibubarkan dari MBKD di daerah Gunung Merapi datang surat dari Panglima Komando Jawa Kolonel A.H Nasution berupa surat keputusan no 13/X/12/mob/3/45 tanggal 24 Juni 1949 menaikkan pangkat Letnan
Purbo Suwondo sebagai Komandan Pos X 2 menjadi Kapten mulai tanggal 1 Juli 1949. Dalam kalangan militer professional, kenaikan pangkat ini diberi nama “kenaikan pangkat dilapangan (ten velde) di dalam keadaan perang”, dan lazimnya diberikan secara sangat selektif. Rupa-rupanya disamping tugas pokoknya, Pos X 2 MBKD dinilai telah berfungsi cukup memuaskan sebagai “Mata dan Telinga” bagi pimpinan komando Jawa dalam situasi dan kondisi perang gerilya yang serba kompleks.
Karena menurut perkiraan keadaan cease fire masih belum stabil, MBKD merasa masih diperlukan Pos X untuk Jawa Timur, maka Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Kolonel A.H Nasution menugaskan Kapten
Purbo Suwondo dalam bulan Juli berangkat ke Gunung Kawi dan menjabat sebagai Komandan Pos X 123 MBKD, taktis dibawah PT WKSU 12.
Setelah beristirahat dan memulihkan kebugaran badan beberapa minggu di Kota Yogyakarta, berangkatlah Kapten
Purbo Suwondo dengan dua orang bintara “long march” berjalan kaki melalui rangkaian kota-kota Wonosari, Ngawi, Nganjuk (MAKO Div. Brawijaya), Pujon, Lawang.
Selanjutnya Pos X 12 ditampung teman lama PETA angkatan ke II Kapten Sumitro (ex Shodancho PETA) yang menjabat sebagai Danyon 512/30 Brigade IV. Kapten
Purbo Suwondo dan kedua anak buahnya bersyukur selama menempuh perjalanan tiga minggu berjalan kaki dengan menghindari patrol dan pos-pos Belanda dapat dilakukan tanpa gangguan apapun.
Riwayat Perjuangan
Ikut serta dalam persiapan pembangunan kekuatan asu (Machtsvorming) dalam Tentara Sukarela PETA yang manunggal dengan Pergerakan Kebangsaan untuk Indonesia Merdeka 1944-1945.
Ikut pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) bagian Penyelidik (P) di Malang yang berkembang menjadi Batalyon PTRI Malang dan ikut serta membangun Staf Resimen Polisi Tentara III (Jawa Tmur).
Ikut penggunaan kekuatan (Machtsaanwending) dalam perjuangaan fisik mempertahankan kemerdekaan RI / dari pembentukan BKR menjadi TNI sampai pengakuan kedaulatan RI. Pada tanggal 27 Desember 1949 tanpa cacat (BTM) di Divisi VII Untung Suropati (Jawa Timur) dan di Markas Besar Komando Jawa (Jawa Tengah).
Gerakan Operasi Militer I, II, V dan Penegak.
Perjuangan Integrasi ABRI dan perjuangan wawasan Nusantara sebagai semangat perjuangan dasar-dasar negara ARCHIPELAGO di kalangan-kalangan di dalam negeri dan di forum internasional.
Perjuangan penyebaran dan pemahaman di berbagai seminar di dalam dan di luar negeri tentang konsep ketahanan nasional dan konsep SISHANKAMRATA.
Dengan datangnya ALUTSISTA baru selama dasawarsa 50-an menyelenggarakan pendidikan dan persiapan pembentukan pasukan artileri menjelang operasi-operasi Trikora, Dwikora, Penumpasan PRRI/PERMESTA.
Riwayat Pekerjaan/Jabatan
Shodanco Tentara PETA (Yugekitai) di Malang.
Perwira BKR-P- PA staf Resimen PT III di Malang.
Sekr. Wakil Kepala Staf Umum MBT – PA Staf SUAD II – SAD di Yogyakarta.
Komandan Pos X-2 dan Pos X 31 – MBKD di Kulon Progo dan Malang.
PA Operasi SUAD II – MBAD Jakarta.
Komandan (Baterai) Sekolah Calon Perwira Artileri/Wadan PUSDIK Art/Guru Taktik Artileri SSKAD Cimahi/Bandung.
PA Staf I Inspektorat Artineri Bandung.
Danyon ARLAP V – TT III / Siliwangi di Cimacan (Merangkap Koordinator Artileri Bandung 1959-1961).
Wakil Gubernur AMN (Akademi Militer Nasional) Magelang 1962-1966.
Komandan Pusat Kesenjataan Artileri Medan Cimahi 1966-1968.
Anggota MPR Utusan ABRI Jakarta.
Ketua G V/HANKAM Jakarta – 1968-1973.
Komandan Jenderal AKABRI Jakarta 1973-1978.
Duta Besar RI untuk PBB di PTRI New York 1978-1981.
Pati dpb/Staf ahli PANGKOPKAMTIB Jakarta.
SESMENKO POLKAM 1983-1988.
Komisaris Utama Bank BNI 46 / Pangkokar 018-Perbankan Jakarta 1987-1996.
Dosen Luar Biasa PKN-S2 Universitas Indonesia (UI) Jakarta.
Ketua Bidang Sejarah Perjuangan dan Ketua Umum LVRI
Ketua Pembina yayasan LIA di Jakarta.
Riwayat Pangkat
(1944) - Shodancho (PETA)
(1945) - Letnan Satu
(1946) - Kapten
(1948) - Letnan Satu (RE/RA)
(1949) - Kapten
(1950) - Letda kemudian Lettu (Selama tugas belajar di luar negeri)
(1952) - Kapten
(1955) - Mayor
(1959) - Letnan Kolonel
(1963) - Kolonel
(1966) - Brigadir Jenderal
(1970) - Mayor Jenderal
(1977) - Letnan Jenderal
(1982) - Pensiun dengan Hormat
(1983-1988) - SESMENKO POLKAM Peg. Bul Pembina Utama IV e
Tanda Jasa
Bintang Dharma
Bintang Gerilya
Bintang Kartika Eka Paksi Kls II
Bintang Kartika Eka Paksi Kls III
Bintang Jalasena Pratama
Bintang Bhayangkara Kls II
Bintang Yudha Dharma Nararya
Bintang Sewindu
Satyalancana Kesetiaan 24 tahun, 16 tahun, 8 tahun (3 Buah)
Satyalancana Perang Kemerdekaan I
Satyalancana Perang Kemerdekaan II
Satyalancana G.O.M I
Satyalancana G.O.M II
Satyalancana G.O.M V
Satyalancana Dwidya Sistha
Satyalancana Penegak
Bintang Legiun Veteran R.I
Lencana Bhakti Catur Dharma PEPABRI
Lencana “Vierdaagse Wandelmars” Internasional Nijmegen Nederland 1951
Lencana Legiun Veteran Belanda
Lencana CIKAL BAKAL TNI (BKR)
Referensi