Prasasti Rabwan (juga disebut
Prasasti Roban) adalah
Prasasti peninggalan dari kerajaan Medang, ditemukan pada tahun 1952 di Desa Tlogopakis Kecamatan Petungkriono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Prasasti ini mempunyai keunikan tersendi, ditulis diatas Gentha Perunggu (lonceng) kecil berukuran tinggi sekitar 17 cm dan diameter +/- 13 cm menggunakan aksara Kawi dan bahasa Jawa Kuno dengan angka tahun 827 Saka. Data penanggalan menunjukkan bahwa genta ini dipersembahkan pada tanggal 3 Februari 906.
Fisik
Bentuk : Lonceng / Gentha
Bahan : Perunggu
Ukuran
Prasasti : tinggi sekitar 17 cm dan diameter +/- 13 cm
Bentuk Aksara dan Bahasa : aksara Kawi dan bahasa Jawa Kuno
Penemuan
Prasasti Rabwan ditemukan pada tahun 1952 di Desa Tlogopakis Kecamatan Petungkriyono – Kabupaten Pekalongan oleh seorang petani yang kebetulan sedang membajak sawah. Kini
Prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta dengan nomor inventaris PUSPAN/AK/Pr/b.1.
Isi
Prasasti ini menceritakan tentang persembahan sebuah genta perunggu oleh seorang bangsawan bernama Pu Wirawikrama kepada bhaṭāra di
Rabwan.
= Transkripsi
=
Transkripsi berdasarkan bacaan Boechari (2012) yang diverifikasi oleh Griffiths (2014) dan disesuaikan dengan norma transliterasi terkini.
Oṁ namaś śivāya
I śaka 827 phālguṇa-māsa tithi saptamĭ śukla, tu, va, so, vāra kāla rakryān· I vuṅkal tihaṁ pu vīravikrama maṅarpanākan· gaṇṭa I bhaṭāra Iṁ rabvān·
likhita siṅgahan·
= Terjemahan
=
Oṁ. Sembah terhadap Śiva! Pada tahun Saka 827 bulan Palguna tanggal 7 paruh terang, wara Tunglai – Wagai – Soma (yaitu 3 Februari 906), Rakryān di Wungkal Tihang bernama Pu Wīrawikrama mempersembahkan sebuah genta kepada Bhaṭāra di Rabwān. Ditulis oleh Singgahan.
Penafsiran
Adanya nama
Rabwan atau Roban di sini menunjukkan bahwa pada tahun 906 M daerah ini masih eksis dan saat itu berkait dengan adanya bangunan suci kerajaan di tempat itu.
Istilah bhaṭāra bisa dipakai untuk menyebut seorang raja bijaksana yang telah wafat, tetapi juga dipakai untuk menyebut para dewata. Ada tafsiran bahwa bhaṭāra merujuk kepada seorang raja dimakamkan di
Rabwan, berdasarkan kekeliruan membaca bhaṭāra I rabvān sebagai bhaṭāra saṅ lumaḥ I rabvān. Namun, oleh karena ketiadaan istilah lumah dalam
Prasasti ini, maka tafsiran ini belum bisa dipastikan. Bisa jadi bhaṭāra di
Rabwan merupakan seorang raja atau bangsawan yang didewakan setelah wafat, tetapi hal ini tidak disampaikan secara eksplisit dalam
Prasasti Rabwan, sehingga belum bisa diterima sebagai fakta yang pasti. Yang jelas, Pu Wirawikrama telah mempersembahkan sebuah genta perunggu kepada dewata atau raja yang ditempatkan di
Rabwan.
Pu Wirawikrama menjabat sebagai penguasa (rakryān) di atas daerah lungguh (watek) Wungkal Tihang. Dapat dipastikan bahawa Pu Wirawikrama adalah seorang pejabat tinggi di jaman Dyah Balitung (898-910 M), berdasarkan disebutnya di beberapa
Prasasti lain yang dikeluarkan oleh Dyah Balitung seperti
Prasasti Wanua Tengah III (908 M) Pu Wirawikrama menjabat sebagai Rakai Pagarwsi begitu juga pada
Prasasti Rukam. Nama daerah lungguh Watu Tihang terkesan agak mirip dengan Wungkal Humalang yang disebut dalam
Prasasti Wanua Tengah III (908 M). Wungkal Humalang sebelumnya menjadi tanah lungguh dari seorang pangeran bernama Dyah Jebang, yang kemudian naik tahta menjadi raja Medang antara tahun 894-898 M.
Prasasti ini menyebutkan bahwa yang mempersembahkan genta perunggu adalah Pu Wīrawikrama dari Wungkal Tihang. Namun, hubungan antara Pu Wirawikrama (rakryan di Watu Tihang di jaman Balitung) dan Dyah Jebang (rakryan di Wungkal Humalang sebelum jaman Balitung) belum jelas.
Referensi
Lihat pula
Prasasti Sojomerto
Prasasti Blado