Ratu Kalinyamat (meninggal tahun 1579) adalah puteri Raja Demak, Sultan Trenggana yang menjadi Bupati di Jepara. Ia terkenal di kalangan Portugis sebagai sosok wanita pemberani.
Pemerintah Indonesia menyematkan gelar pahlawan nasional kepada
Ratu Kalinyamat pada peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2023
.
.
Asal-Usul Pangeran dan Ratu
Nama asli
Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Sultan Trenggono, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran
Kalinyamat.
Pangeran
Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa
Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran
Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri Sultan Demak, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki
Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran
Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.
Pangeran dan
Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi adipati Jipang.
Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan
Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546).
Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Surowiyoto alias Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran
Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran
Kalinyamat disebut desa Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran
Kalinyamat,
Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran
Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan karena lelahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa
Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang. Penulis-penulis Jawa jaman dulu sering menggunakan tamsil atau perumpamaan. cerita
Ratu Kalinyamat bertapa telanjang ini juga bukan aslinya, tapi menggambarkan
Ratu Kalinyamat bersumpah hidup prihatin sampai Arya Penangsang yang membunuh suaminya dihukum mati.
Serangan Pertama Ratu Kalinyamat pada Portugis
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan
Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.
Serangan Kedua Ratu Kalinyamat pada Portugis
Pada tahun 1564, Sultan Alauddin Al - Qahhar dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu menemui jalan buntu
Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan
Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali.
Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, tetapi tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim
Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim
Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, tetapi
Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "
Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".
Anak Angkat
Ratu Kalinyamat tidak memiliki anak kandung, tetapi
Ratu Kalinyamat di beri kepercayaan untuk merawat keponakannya sebagai anak angkat, yaitu:
Pangeran Timur Rangga Jumena
Merupakan putra bungsu Sultan Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun.
Arya Pangiri
Merupakan putra dari Sunan Prawata yang kemudian menjadi penguasa Demak, Namun sebelum itu ia sempat menjadi Raja Pajang dengan gelar Sultan Ngawantipura. Saat itu dengan bantuan Panembahan Kudus pada tahun 1583 ia berhasil naik takhta atas kerajaan Pajang menggantikan Sultan Hadiwijaya yang meninggal dunia akibat sakit sepulang dari perang dengan Mataram melawan anak angkatnya sendiri, Sutawijaya. Sepeninggal Hadiwijaya, terjadi perebutan takhta antara Pangeran Benawa yang merupakan putra dari Sultan Hadiwijaya sendiri dengan Arya Pangiri, menantunya yang dimenangkan oleh Arya Pangiri. Namun pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram sehingga kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal ini kemudian membuat Pangeran Benawa yang tersingkir ke Jipang prihatin. Pada 1586 ia lalu bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Arya Pangiri kalah. Ia lalu dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak.
Pangeran Arya Jepara
Adalah sepupu
Ratu Kalinyamat yang merupakan putra
Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggana). Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf, raja ke-2 Banten meninggal pada tahun 1580, putra mahkotanya yaitu Maulana Muhammad masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta Banten, sehingga Pertempuran pun terjadi di Banten. Namun ia terpaksa mundur setelah Ki Demang Laksamana, panglimanya gugur di tangan Patih Mangkubumi Kesultanan Banten bernama Jayanegara. Kemudian Pangeran Arya Jepara pulang ke Kerajaan
Kalinyamat, namun ternyata Keraton
Kalinyamat mendapat serangan oleh Panembahan Senopati dari Mataram. Pasukan Panembahan Senopati datang menyerbu Jepara hingga kota ini berhasil diduduki serta kota
Kalinyamat ikut dihancurkan.
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran
Kalinyamat di desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara.
Semasa hidupnya,
Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda. Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun. Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak. Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra
Ratu Ayu Kirana (adik Trenggana).
Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih Mangkubumi Kesultanan Banten.
Penghargaan
Pada tanggal 10 November 2023, Joko Widodo memberikan gelar pahlawan nasional kepada
Ratu Kalinyamat.
Kepustakaan
Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
De Graaf HJ, Pigeaud ThGT. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Hayati dkk. 2000. Peranan
Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional.
Referensi