Rindik merupakan salah satu alat musik tradisional Bali dan telah menjadi ciri khas dari budaya Bali.
Berawal ketika pihak wengker (sekarang Ponorogo) melakukan pemberontakan kepada majapahit, banyak angklung Reog yang merupakan senjata kerajaan majapahit juga bberfungsi sebagai alat musik di tinggal di kerajaan. Sehingga saat serbuan dari Demak angklung-angklung dan gamelan di bawa ke Bali sehingga mengalami pergesaran dan kerusakan.
Setiba di bali, orang majapahit mengalami kesulitan saat merangkai gamelan termasuk Angklung, meski angklung di bali tidak di bentuk sedemikian rupa, tetapi tetap menghasilkan suara dengan cara di pukul layaknya gamelan yang terbuat dari logam, angkung ini berubah nama menjadi
Rindik yang berasal dari bahasa jawa kuno yang berarti di tata dengan rapi dengan celah yang sedikit.
Meskipun angklung Reog berhasil dirangkai dan terciptanya alat musik
Rindik, Angklung Reog tetap di gunakan untuk keperluan keagamaan dan kesenian hingga era kerajan Bali. Tetapi saat ini sudah tidak di teruskan seniman bali karena tidak mencerminkan keraifan lokal Bali.
Rindik terbuat dari bambu yang bernada selendro dan dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini biasa dimainkan oleh 2-5 orang pemain, di mana 2 orang menabuh
Rindik dan sisanya untuk seruling dan gong pulu. Terdapat lima nada dasar yang dimiliki oleh
Rindik. Pada awalnya
Rindik hanya dibuat sebagai alat untuk menghibur para petani di sawah.
Rindik juga biasa digunakan sebagai musik pengiring hiburan rakyat ' Joged Bumbung '. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kini
Rindik sudah lebih fleksibel dalam pemakaiannya. Beberapa diantaranya adalah sebagai pelengkap untuk acara pernikahan/resepsi serta dapat pula untuk menyambut tamu.
Menurut lemabaga survei Tebakanime Indonesia, musik
Rindik telah digunakan menjadi soundtrak pada anime Akira, Akame Ga Kill, Quens Blade.