- Source: Rotavirus
Rotavirus adalah genus dari virus RNA untai ganda dalam famili Reoviridae. Rotavirus adalah penyebab paling sering dari penyakit diare di kalangan bayi dan anak-anak, sedangkan pada orang dewasa jarang terinfeksi. Hampir setiap anak di dunia terinfeksi rotavirus setidaknya sekali pada masa balita. Imunitas berkembang seiring dengan terjadinya infeksi, sehingga infeksi yang terjadi setelahnya tidak parah. Terdapat sembilan spesies dari genus ini, yaitu A, B, C, D, E, F, G, H dan I. Rotavirus A, spesies yang paling umum, menyebabkan lebih dari 90% infeksi rotavirus pada manusia.
Virus ini ditularkan melalui jalur transmisi fekal-oral. Virus ini juga menginfeksi dan merusak sel-sel yang melapisi usus halus dan menyebabkan gastroenteritis (yang sering disebut sebagai "flu perut" walaupun tidak berhubungan dengan influenza). Rotavirus ditemukan pada 1973 oleh Ruth Bishop dan rekan-rekannya melalui gambaran mikrografi elektron, dan telah menyumbang sekitar sepertiga dari kasus rawat inap untuk diare parah pada bayi dan anak-anak, tetapi tampak terabaikan secara historis dan dianggap tidak terlalu besar dalam bidang kesehatan masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Selain berdampak pada kesehatan manusia, rotavirus juga menginfeksi hewan, dan merupakan patogen hewan ternak.
Enteritis karena rotavirus pada pada anak-anak bersifat mudah ditangani, Namun pada 2013, rotavirus menyebabkan 37 persen kematian anak-anak akibat diare dan 215.000 kematian di seluruh dunia, dan hampir dua juta lebih mengalami sakit parah. Sebagian besar dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, sebelum dimulainya program vaksinasi rotavirus pada tahun 2000-an, rotavirus menyebabkan sekitar 2,7 juta kasus gastroenteritis parah pada anak-anak; hampir 60.000 memerlukan rawat inap, dan sekitar 37 kematian setiap tahun. Setelah dimulainya vaksinasi rotavirus, angka rawat inap di rumah sakit menurun secara signifikan. Kampanye kesehatan masyarakat untuk memerangi rotavirus berfokus pada penyediaan terapi rehidrasi oral untuk anak-anak yang terinfeksi, dan vaksinasi untuk mencegah penyakit. Jumlah kejadian dan tingkat keparahan dari infeksi rotavirus telah menurun secara signifikan di negara-negara yang telah menambahkan vaksin rotavirus dalam kebijakan imunisasi rutin bagi anak-anak.
Virologi
= Tipe rotavirus
=Jadi, Terdapat sembilan spesies dari rotavirus, yaitu A, B, C, D, E, F, G, H dan I. Manusia terutama terinfeksi oleh spesies rotavirus A. Spesies A–E menyebabkan penyakit pada hewan lain, spesies E dan H pada babi, D, F dan G pada burung dan I pada kucing. Pada Rotavirus A terdapat beberapa galur yang berbeda, disebut sebagai serotipe. Seperti virus influenza, sistem klasifikasi ganda digunakan berdasarkan pada dua protein yang terletak di permukaan virus. Glikoprotein VP7 mendefinisikan serotipe G, dan VP4 merupakan protein yang sensitif terhadap protease, mendefinisikan serotipe P. Karena dua gen yang menentukan tipe G dan tipe P dapat diteruskan secara terpisah kepada progeni virus, beberapa kombinasi yang berbeda dapat ditemukan. Seluruh sistem genotipe genom telah dibuat untuk rotavirus A dan digunakan untuk menentukan asal dari galur-galur atipikal (tidak biasa). Prevalensi masing-masing tipe-G dan tipe-P bervariasi antar-negara dan tahun.
= Strukur
=Genom rotavirus terdiri dari 11 molekul RNA heliks ganda yang unik mencakup 18.555 nukleotida secara keseluruhan. Setiap heliks (segmen) merupakan sebuah gen, diberi nomor 1 hingga 11 dengan ukuran yang mengecil. Setiap gen mengkode satu protein, kecuali gen 9, yang mengkode dua protein. RNA dikelilingi oleh protein kapsid berbentuk ikosahedral tiga lapis. Partikel virus berdiameter hingga 76,5 nmr dan tidak berselubung.
= Protein
=Terdapat enam protein virus (VP) yang membentuk partikel virus (virion). Protein struktural ini disebut VP1, VP2, VP3, VP4, VP6 dan VP7. Selain VP, terdapat enam non-struktural protein (NSP), yang hanya diproduksi pada sel-sel yang terinfeksi oleh rotavirus, yang disebut NSP1, NSP2, NSP3, NSP4, NSP5 dan NSP6.
Setidaknya enam dari dua belas protein yang dikodekan oleh genom rotavirus, berikatan dengan RNA. Peran protein ini dalam replikasi rotavirus tidak sepenuhnya dipahami; fungsi protein dikaitkan dengan: (i) sintesis RNA dan pengemasan dalam virion, (ii) transportasi mRNA ke tempat replikasi genom, dan (iii) translasi mRNA dan regulasi ekspresi gen.
Protein struktural
VP1 terletak di inti partikel virus dan merupakan enzim RNA polimerase yang bergantung pada RNA. Pada sel yang terinfeksi, enzim ini menghasilkan transkrip mRNA untuk sintesis protein virus dan menghasilkan salinan segmen RNA genom rotavirus untuk partikel virus yang baru diproduksi.
VP2 membentuk lapisan inti virion dan mengikat genom RNA.
VP3 merupakan bagian dari inti dalam virion dan merupakan enzim yang disebut guanilil transferase. Enzim ini mengkatalisis pembentukan topi ujung 5' dalam modifikasi pasca-transkripsi dari mRNA. Topi tersebut menstabilkan mRNA virus dengan melindunginya dari enzim nukelase, suatu enzim pendegradasi asam nukleat.
VP4 berada di permukaan virion yang menonjol seperti paku. VP4 berikatan dengan molekul pada permukaan sel (reseptor) dan mendorong masuknya virus ke dalam sel. VP4 harus dimodifikasi oleh enzim protease tripsin, yang ditemukan di usus, menjadi VP5* dan VP8* sebelum virus menjadi infeksius. VP4 menentukan seberapa ganas virus dan menentukan tipe-P dari virus. Pada manusia, ada hubungan antara golongan darah (sistem antigen Lewis, sistem golongan darah ABO, dan status sekretor) dan kerentanan terhadap infeksi. Nonsekretor tampaknya resisten terhadap infeksi oleh tipe P[4] dan P[8], menunjukkan bahwa antigen golongan darah merupakan reseptor untuk genotipe ini. Resistensi ini tergantung pada genotipe rotavirus.
VP6 membentuk sebagian besar kapsid. VP6 sangat antigenik dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies rotavirus. Protein ini digunakan dalam tes laboratorium untuk infeksi rotavirus A.
VP7 adalah glikoprotein yang membentuk permukaan luar virion. VP7 menentukan serotipe G, terlepas dari struktur fungsinya. VP7 bersama dengan VP4, terlibat dalam imunitas terhadap infeksi.
Protein non-struktural
NSP1, suatu produk gen 5, adalah protein pengikat RNA nonstruktural. NSP1 juga mengeblok respons interferon, bagian dari sistem imun bawaan yang melindungi sel dari infeksi virus. NSP1 memicu proteosom untuk menghancurkan komponen molekul sinyal yang diperlukan untuk merangsang produksi interferon dalam sel yang terinfeksi dan untuk merespons interferon yang disekresikan oleh sel yang berdekatan. Target degradasi mencakup beberapa faktor transkripsi IRF yang diperlukan untuk transkripsi gen interferon.
NSP2 adalah protein pengikat RNA yang terakumulasi dalam inklusi sitoplasma (viroplasma) dan diperlukan untuk replikasi genom.
NSP3 terikat pada mRNA virus dalam sel yang terinfeksi dan bertanggung jawab atas penghentian sintesis protein seluler. NSP3 menonaktifkan dua faktor inisiasi translasi yang penting untuk sintesis protein dari mRNA inang. Pertama, NSP3 mengeluarkan protein pengikat poli(A) (PABP) dari faktor inisiasi translasi eIF4F. PABP diperlukan untuk transkripsi transkrip yang efisien dengan ekor 3' poli(A), yang ditemukan pada sebagian besar transkrip sel inang. Kedua, NSP3 menonaktifkan eIF2 dengan merangsang fosforilasinya. Translasi mRNA rotavirus yang efisien, yang tidak memiliki ekor poli(A) 3', tidak memerlukan salah satu dari faktor-faktor ini.
NSP4 adalah enterotoksin virus yang menyebabkan diare dan merupakan enterotoksin virus pertama yang ditemukan. NSP5 disandi oleh segmen genom 11 rotavirus A. Pada sel yang terinfeksi, virus NSP5 terakumulasi dalam viroplasma. NSP6 adalah protein pengikat asam nukleat dan disandi oleh gen 11 dari luar fase rangka baca terbuka (ORF).
Tabel ini didasarkan pada strain rotavirus simian SA11. Kode RNA-protein dapat berbeda dalam beberapa strain.
= Replikasi
=Perlekatan virus ke sel inang diinisiasi oleh VP4, yang menempel pada molekul glikan, pada permukaan sel. Virus memasuki sel melalui endositosis yang dimediasi reseptor dan membentuk vesikel yang dikenal sebagai endosom. Protein di lapisan ketiga (VP7 dan VP4 spike) mengganggu membran endosom, menciptakan perbedaan konsentrasi kalsium. Hal ini menyebabkan pemecahan trimer VP7 menjadi subunit protein tunggal, meninggalkan lapisan protein VP2 dan VP6 di sekitar dsRNA virus, membentuk partikel berlapis ganda (double-layered particle, DLP).
Sebelas untai dsRNA tetap dalam perlindungan dua cangkang protein dan RNA polimerase yang bergantung pada RNA virus, menghasilkan transkrip mRNA dari genom virus beruntai ganda. RNA virus tetap berada di inti dalam rangka menghindari respons imun inang bawaan termasuk interferensi RNA yang dipicu oleh adanya RNA untai ganda.
Selama infeksi, rotavirus menghasilkan mRNA untuk biosintesis protein dan replikasi gen. Sebagian besar protein rotavirus terakumulasi dalam viroplasma, tempat RNA direplikasi dan DLP dirakit. Dalam viroplasma, RNA virus sense positif yang digunakan sebagai cetakan untuk sintesis dsRNA genom virus dilindungi terhadap degradasi RNase yang diinduksi siRNA. Viroplasma terbentuk setidaknya dua jam setelah setelah infeksi virus dan berlokasi di sekitar inti, terdiri dari pabrik virus yang diduga dibuat oleh dua protein nonstruktural virus: NSP5 dan NSP2. Penghambatan NSP5 oleh interferensi RNA in vitro menghasilkan penurunan tajam dalam replikasi rotavirus. DLP bermigrasi ke retikulum endoplasma tempat DLP mendapatkan lapisan luar ketiga (dibentuk oleh VP7 dan VP4). Progeni virus dilepaskan dari sel dengan lisis.
Penularan
Rotavirus ditularkan melalui rute fekal-oral, melalui kontak dengan tangan, permukaan dan benda yang terkontaminasi, dan dapat juga melalui rute pernapasan. Diare karena virus bersifat sangat menular. Kotoran orang yang terinfeksi dapat mengandung lebih dari 10 triliun partikel infeksius per gram; kurang dari 100 di antaranya diperlukan untuk menularkan infeksi ke orang lain.
Rotavirus stabil di lingkungan dan telah ditemukan di sampel estuari pada tingkat hingga 1-5 partikel menular per AS galon. Virus bertahan antara 9 dan 19 hari. Tindakan sanitasi yang memadai untuk menghilangkan bakteri dan parasit tampaknya tidak efektif dalam mengendalikan rotavirus, karena kejadian infeksi rotavirus di negara-negara dengan standar kesehatan tinggi dan rendah adalah serupa.
Tanda dan gejala
Enteritis rotavirus merupakan penyakit ringan hingga berat yang ditandai dengan mual, muntah, diare berair, dan demam ringan. Saat seorang anak terinfeksi virus, ada masa inkubasi sekitar dua hari sebelum gejala muncul. Masa sakitnya akut. Gejala sering dimulai dengan muntah diikuti oleh empat sampai delapan hari diare yang banyak. Dehidrasi lebih sering terjadi pada infeksi rotavirus daripada kebanyakan yang disebabkan oleh bakteri patogen, dan merupakan penyebab kematian paling umum yang terkait dengan infeksi rotavirus.
Infeksi rotavirus A dapat terjadi sepanjang hidup: yang pertama biasanya menimbulkan gejala, tetapi infeksi berikutnya biasanya ringan atau tanpa gejala, karena sistem imun telah memberikan perlindungan. Akibatnya, tingkat infeksi simtomatik tertinggi pada anak di bawah usia dua tahun dan menurun secara progresif menuju 45 tahun. Gejala yang paling parah cenderung terjadi pada anak-anak usia enam bulan hingga dua tahun, lansia, dan mereka yang mengalami defisiensi imun. Karena kekebalan yang diperoleh di masa kanak-kanak, kebanyakan orang dewasa tidak rentan terhadap rotavirus; gastroenteritis pada orang dewasa biasanya memiliki penyebab selain rotavirus, tetapi infeksi tanpa gejala pada orang dewasa dapat mempertahankan penularan infeksi di masyarakat. Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa golongan darah dapat berdampak pada kerentanan terhadap infeksi oleh rotavirus.
Mekanisme penyakit
Rotavirus menggandakan diri terutama di usus, dan menginfeksi enterosit dari vili dari usus halus, menyebabkan perubahan struktural dan fungsional dari epitel. Ada bukti pada manusia, dan terutama pada hewan model ekstraintestinal penyebaran virus menular ke organ lain dan makrofag.
Diare ini disebabkan oleh beberapa aktivitas virus. Malabsorpsi terjadi karena penghancuran sel-sel usus yang disebut enterosit. Enterotoksin rotavirus protein NSP4 menginduksi ion kalsium yang tergantung sekresi klorida, mengganggu transporter SGLT1 (natrium/glucose cotransporter 2) yang memperantarai reabsorpsi air, rupanya mengurangi aktivitas membran brush-border disakarida, dan mengaktifkan ion kalsium tergantung sekresi refleks dari sistem saraf enterik. Peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam sitosol (yang diperlukan untuk perakitan keturunan virus) dicapai oleh NSP4 yang beraksi sebagai viroporin. Peningkatan ion kalsium menyebabkan autofagi yang terinfeksi enterosit.
NSP4 juga disekresikan. Bentuk ekstraseluler ini, yang dimodifikasi oleh enzim protease di usus, merupakan enterotoksin yang bekerja pada sel yang tidak terinfeksi melalui reseptor integrin, yang pada gilirannya menyebabkan dan meningkatkan konsentrasi ion kalsium intraseluler, diare sekretorik, dan autofagi.
Muntah, yang merupakan ciri khas dari enteritis rotaviral, disebabkan oleh virus yang menginfeksi sel-sel enterokromaffin pada lapisan saluran pencernaan. Infeksi merangsang produksi serotonin. Serotonin mengaktifkan vagal aferen saraf, yang pada gilirannya mengaktifkan sel-sel batang otak yang mengendalikan refleks muntah.
Enterosit yang sehat mengeluarkan laktase ke dalam usus halus; intoleransi susu karena defisiensi laktase adalah gejala infeksi rotavirus, yang dapat bertahan selama berminggu-minggu. Kekambuhan diare ringan sering mengikuti pengenalan kembali susu ke dalam makanan anak, karena fermentasi bakteri dari disakarida laktosa dalam usus.
Respons imun
= Respons spesifik
=Rotavirus menimbulkan respons imun sel B dan T. Antibodi terhadap protein rotavirus VP4 dan VP7 menetralkan infektivitas virus secara in vitro dan in vivo. Antibodi spesifik dari kelas IgM, IgA dan IgG yang diproduksi, telah terbukti melindungi terhadap infeksi rotavirus dengan transfer pasif antibodi pada hewan lain. IgG trans-plasenta ibu mungkin berperan dalam perlindungan neonatus dari infeksi rotavirus, tetapi di sisi lain mungkin mengurangi kemanjuran vaksin.
= Respons bawaan
=Setelah infeksi oleh rotavirus, respon imun bawaan yang melibatkan interferon tipe I dan III, dan sitokin lainnya (terutama Th1 dan Th2 ) dengan cepat menghambat replikasi virus dan merekrut makrofag dan sel NK (pembunuh alami) untuk diarahkan pada sel yang terinfeksi rotavirus. dsRNA dari rotavirus mengaktifkan reseptor pengenal pola seperti TLR yang merangsang produksi interferon. Protein rotavirus NSP1 melawan efek interferon tipe I dengan menekan aktivitas protein pengatur interferon IRF3, IRF5 dan IRF7.
= Penanda perlindungan
=Tingkat IgG dan IgA dalam darah dan IgA dalam usus berkorelasi dengan perlindungan dari infeksi. IgG dan IgA serum spesifik rotavirus pada titer tinggi (misalnya >1:200) telah dinyatakan sebagai protektif dan terdapat korelasi yang signifikan antara titer IgA dan kemanjuran vaksin rotavirus.
Diagnosis dan deteksi
Diagnosis infeksi rotavirus biasanya mengikuti diagnosis gastroenteritis sebagai penyebab diare berat. Kebanyakan anak yang dirawat di rumah sakit dengan gastroenteritis diuji untuk rotavirus A. Diagnosis spesifik infeksi rotavirus A dibuat dengan menemukan virus dalam tinja anak dengan enzim immunoassay. Ada beberapa test kit berlisensi di pasaran yang sensitif, spesifik, dan mendeteksi semua serotipe rotavirus A. Metode lain, seperti mikroskop elektron dan PCR (polymerase chain reaction), digunakan di laboratorium penelitian. RT-PCR dapat mendeteksi dan mengidentifikasi semua spesies dan serotipe rotavirus manusia.
Pengobatan dan prognosis
Pengobatan infeksi rotavirus akut bersifat tidak spesifik dan melibatkan mengurangi gejala dan, yang paling penting yaitu pengelolaan dehidrasi. Jika tidak diobati, anak-anak dapat meninggal akibat dehidrasi parah. Tergantung pada tingkat keparahan diare, pengobatan terdiri dari terapi rehidrasi oral, yaitu anak diberi tambahan air minum yang mengandung garam dan gula dalam jumlah tertentu. Pada 2004, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF merekomendasikan penggunaan larutan rehidrasi oral osmolaritas rendah dan suplementasi seng (Zn) sebagai pengobatan dua arah pada diare akut. Beberapa infeksi cukup serius sehingga memerlukan rawat inap, melibatkan pemberian cairan melalui intravena (infus) atau intubasi nasogastrik, serta pemantauan elektrolit dan gula darah. Infeksi rotavirus jarang menyebabkan komplikasi lain dan untuk anak yang mendapat perawatan dengan baik, dan prognosisnya sangat baik. Probiotik telah terbukti mengurangi durasi diare rotavirus, dan menurut European Society for Pediatric Gastroenterology "intervensi yang efektif termasuk pemberian probiotik spesifik seperti Lactobacillus rhamnosus atau Saccharomyces boulardii, diosmectite atau racecadotril."
Pencegahan
Rotavirus sangat menular dan tidak dapat diobati dengan antibiotik atau obat lain. Karena perbaikan sanitasi tidak menurunkan prevalensi penyakit rotavirus, dan tingkat rawat inap tetap tinggi meskipun menggunakan obat rehidrasi oral, intervensi kesehatan masyarakat yang utama adalah vaksinasi. Pada 1998, vaksin rotavirus dilisensikan untuk digunakan di Amerika Serikat. Uji klinis di Amerika Serikat, Finlandia, dan Venezuela telah menemukan 80 hingga 100% efektif untuk mencegah diare parah yang disebabkan oleh rotavirus A, dan para peneliti tidak mendeteksi efek samping serius yang signifikan secara statistik. Perusahaan menariknya dari pasar pada 1999, setelah ditemukan bahwa vaksin tersebut mungkin telah berkontribusi pada peningkatan risiko intususepsi, sejenis obstruksi usus, pada satu dari setiap 12.000 bayi yang divaksinasi. Pengalaman tersebut memicu perdebatan sengit tentang risiko dan manfaat relatif dari vaksin rotavirus. Pada 2006, dua vaksin baru melawan infeksi rotavirus A terbukti aman dan efektif pada anak-anak, dan pada 2009, WHO merekomendasikan agar vaksin rotavirus dimasukkan dalam semua program imunisasi nasional.
Insiden dan keparahan infeksi rotavirus telah menurun secara signifikan di negara-negara yang telah menerapkan rekomendasi ini. Sebuah tinjauan tahun 2014 terhadap data uji klinis yang tersedia dari negara-negara yang secara rutin menggunakan vaksin rotavirus dalam program imunisasi nasional, menemukan bahwa vaksin rotavirus telah mengurangi rawat inap rotavirus sebesar 49–92 persen, dan semuanya menyebabkan rawat inap diare sebesar 17–55 persen. Di Meksiko, yang pada 2006 memperkenalkan vaksin rotavirus, angka kematian akibat penyakit diare turun selama musim rotavirus 2009 lebih dari 65 persen di antara anak-anak usia dua tahun ke bawah. Di Nikaragua, yang pada 2006 yang juga memperkenalkan vaksin rotavirus, infeksi rotavirus yang parah berkurang hingga 40 persen dan kunjungan ke ruang gawat darurat hingga setengahnya. Di Amerika Serikat, vaksinasi rotavirus sejak 2006 telah menyebabkan penurunan rawat inap terkait rotavirus sebanyak 86 persen. Vaksin juga dapat mencegah penyakit pada anak-anak yang tidak divaksinasi dengan membatasi jumlah infeksi yang beredar. Di negara-negara berkembang di Afrika dan Asia, di mana sebagian besar kematian rotavirus terjadi, sejumlah besar uji keamanan dan kemanjuran serta studi dampak dan efektivitas pasca-pengenalan baru-baru ini dari Rotarix dan RotaTeq telah menemukan bahwa vaksin secara dramatis mengurangi penyakit parah di antara bayi. Pada September 2013, vaksin ditawarkan kepada semua anak di Inggris, berusia antara dua dan tiga bulan, dan diharapkan dapat mengurangi separuh kasus infeksi parah dan mengurangi jumlah anak yang dirawat di rumah sakit karena infeksi hingga 70 persen. Di Eropa, tingkat rawat inap setelah infeksi rotavirus telah menurun 65% menjadi 84% setelah pengenalan vaksin. Secara global, vaksinasi telah mengurangi penerimaan rumah sakit dan kunjungan gawat darurat dengan median 67%.
Vaksin rotavirus dilisensikan pada lebih dari 100 negara, dan lebih dari 80 negara telah memperkenalkan vaksinasi rotavirus rutin, hampir setengahnya dengan dukungan aliansi vaksin GAVI. Untuk membuat vaksin rotavirus menjadi tersedia, dapat diakses, dan terjangkau di semua negara—khususnya negara berpenghasilan rendah dan menengah di Afrika dan Asia di mana sebagian besar kematian rotavirus terjadi, PATH (sebelumnya Program for Appropriate Technology in Health), WHO, AS Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, dan GAVI telah bermitra dengan lembaga penelitian dan pemerintah untuk menghasilkan dan menyebarkan bukti, menurunkan harga, dan mempercepat penggunaan.
Epidemiologi
Rotavirus A, yang menyumbang lebih dari 90% gastroenteritis rotavirus pada manusia, merupakan endemik di seluruh dunia. Setiap tahun rotavirus menyebabkan jutaan kasus diare di negara berkembang, hampir 2 juta di antaranya perlu dibawa ke rumah sakit. Pada 2013, diperkirakan 215.000 anak di bawah lima tahun meninggal karena infeksi rotavirus, 90 persen di antaranya berada di negara berkembang. Hampir setiap anak telah terinfeksi rotavirus pada usia lima tahun. Rotavirus merupakan penyebab tunggal utama diare parah pada bayi dan anak-anak, bertanggung jawab atas sekitar sepertiga kasus yang memerlukan rawat inap, dan menyebabkan 37% kematian akibat diare, dan 5% dari semua kematian pada anak-anak di bawah lima tahun. Anak laki-laki dua kali lebih mungkin dibandingkan anak perempuan untuk dirawat di rumah sakit karena infeksi rotavirus. Di era pra-vaksinasi, infeksi rotavirus terjadi terutama selama musim kemarau yang sejuk. Jumlah yang disebabkan oleh kontaminasi makanan tidak diketahui.
Wabah dari diare rotavirus A sering terjadi pada bayi yang dirawat di rumah sakit, anak-anak yang dirawat di pusat penitipan anak, dan orang tua di panti jompo. Wabah yang disebabkan oleh air kota yang terkontaminasi terjadi di Colorado pada 1981. Selama 2005, epidemi diare terbesar, tercatat terjadi di Nikaragua. Wabah yang luar biasa besar dan parah ini dikaitkan dengan mutasi pada genom rotavirus A, yang membantu virus lolos dari kekebalan umum dalam populasi. Wabah besar serupa terjadi di Brasil pada 1977.
Rotavirus B, juga disebut rotavirus diare dewasa atau ADRV, telah menyebabkan epidemi besar diare parah yang mempengaruhi ribuan orang dari segala usia di Cina. Epidemi ini terjadi sebagai akibat dari kontaminasi limbah air minum. Infeksi rotavirus B juga terjadi di India pada 1998; strain penyebab bernama CAL. Tidak seperti ADRV, strain CAL bersifat endemik. Sampai saat ini, epidemi yang disebabkan oleh rotavirus B terbatas di daratan Cina, dan survei menunjukkan kurangnya kekebalan terhadap spesies ini di Amerika Serikat. Rotavirus C telah dikaitkan dengan kasus diare yang jarang dan sporadis pada anak-anak, dan wabah kecil telah terjadi pada keluarga.
Hewan lain
Rotavirus menginfeksi usia muda dari banyak spesies hewan dan merupakan penyebab utama diare pada hewan liar dan yang dipelihara di seluruh dunia. Sebagai patogen ternak, terutama pada anak sapi muda dan anak babi, rotavirus menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak karena biaya pengobatan yang terkait dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Rotavirus ini merupakan reservoir potensial untuk pertukaran genetik dengan rotavirus manusia. Terdapat bukti bahwa rotavirus hewan dapat menginfeksi manusia, baik melalui transmisi virus secara langsung atau dengan menyumbangkan satu atau beberapa segmen RNA ke reassortant dengan strain manusia.
Sejarah
Pada 1943, Jacob Light dan Horace Hodes membuktikan bahwa agen yang dapat disaring dalam tinja anak-anak dengan diare menular juga menyebabkan gerusan (diare ternak) pada sapi. Tiga dekade kemudian, sampel agen yang diawetkan terbukti sebagai rotavirus. Pada tahun-tahun berikutnya, virus pada tikus terbukti terkait dengan virus yang menyebabkan gerusan. Pada 1973, Ruth Bishop dan rekan menjelaskan virus terkait yang ditemukan pada anak-anak dengan gastroenteritis.
Pada 1974, Thomas Henry Flewett menyarankan nama rotavirus setelah mengamati bahwa, jika dilihat melalui mikroskop elektron, partikel rotavirus tampak seperti roda (rota dalam bahasa Latin), nama itu secara resmi diakui oleh Komite Internasional Taksonomi Virus empat tahun kemudian. Pada 1976, virus terkait dideskripsikan pada beberapa spesies hewan lain. Virus-virus ini, semuanya menyebabkan gastroenteritis akut, diakui sebagai patogen kolektif yang mempengaruhi manusia dan hewan lain di seluruh dunia. Serotipe rotavirus pertama kali dideskripsikan pada 1980, dan pada tahun berikutnya, rotavirus dari manusia pertama kali ditumbuhkan dalam kultur sel yang berasal dari ginjal monyet, dengan menambahkan tripsin ke media kultur. Tripsin merupakan suatu nzim yang ditemukan di duodenum mamalia dan saat ini diketahui penting untuk replikasi rotavirus. Kemampuan untuk menumbuhkan rotavirus dalam kultur mempercepat laju penelitian, dan pada pertengahan 1980-an kandidat vaksin pertama sedang dievaluasi.
Referensi
Pranala luar
WHO Rotavirus web page
Rotavirus on Centers for Disease Control and Prevention (CDC) site
Viralzone: Rotavirus
Vaccine Resource Library: Rotavirus
DefeatDD.org
Centers for Disease Control and Prevention (2012). "Ch. 18: Rotavirus". Dalam Atkinson W, Wolfe S, Hamborsky J. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases (edisi ke-12th). Washington DC: Public Health Foundation. hlm. 263–274. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 March 2017.
3D macromolecular structures of Rotaviruses from the EM Data Bank(EMDB)
ROTA Council
Kata Kunci Pencarian:
- Rotavirus
- Sri Suparyati Soenarto
- Virus
- Gastroenteritis
- Paul Offit
- Pengantar tentang virus
- Diare
- Virus RNA
- Vaksinasi
- Virus dalam sejarah manusia
- Rotavirus
- Rotavirus vaccine
- Gastroenteritis
- Rotavirus translation
- NSP2 (rotavirus)
- NSP4 (rotavirus)
- Paul Offit
- NSP1 (rotavirus)
- NSP5 (rotavirus)
- Diarrhea