Rumah adat Sao Mario adalah
Rumah adat dan juga kawasan wisata budaya yang letaknya berada di Kelurahan Manorang Salo, Kecamatan
Mario Riawa, Kampung Awakaluku, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Jarak kawasan wisata budaya ini dengan kota Watangsoppeng kurang lebih sekitar 32 Km.
Rumah adat ini memiliki bentuk seperti sebuah kompleks yang didalamnya terdapat beberapa miniatur
Rumah adat dari daerah lain di Sulawesi Selatan yaitu
Rumah adat suku Makassar, suku Bugis, suku Mandar dan suku Toraja juga terdapat
Rumah adat dari Minangkabau dan Batak serta ada juga
Rumah lontara. Dalam bahasa Bugis
Rumah adat ini juga biasa disebut dengan "bola seratu" yang artinya adalah
Rumah seratus. Dikatakan
Rumah seratus karena
Rumah ini memiliki 119 tiang. Sudah menjadi ciri khas
Rumah adat Bugis memiliki banyak tiang penyangga di bawah
Rumah. Saat ini
Rumah ini difungsikan sebagai museum tempat menyimpan barang barang antik bernilai tinggi yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, benda- benda pusaka dan benda benda kerajaan dari beberapa provinsi di Indonesia.
Sejarah
Rumah adat Sao Mario berada di Kelurahan Manorang Salo, Marioriawa, Soppeng.
Rumah adat Sao Mario didirikan di Batu-Batu, Marioriawa, Soppeng yang berada di sebelah Barat Kelurahan Manorang Salo diatas tanah seluas 12 hektar pada tahun 1990.
Batu-Batu adalah nama salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng.
Tempat ini dikenal sebagai tempat asal leluhur raja raja Soppeng. Dahulu nama daerah ini adalah Marioriawa Attangsalo kemudian berubah menjadi Tanete Marioriawa sampai akhirnya menjadi“Batu-Batu” dan nama tersebut tidak pernah diganti lagi. Masyarakat Batu-Batu memiliki mata pencaharian sebagai petani, pegawai, pedagang dan juga nelayan.
Selain
Rumah adat ini juga terdapat salah satu kawasan wisata yang terkenal di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan yaitu permandian air panas Lejja. Lokasinya berada di kawasan hutan lindung yang ada di Desa Bulue tidak jauh dari
Rumah adat Sao Mario dan berjarak sekitar 44 Km dari pusat kota Soppeng.
Pendiri dan pemilik
Rumah adat Sao Mario adalah Profesor Andi Mustari Pide. Ia seorang bangsawan berasal dari Batu Batu, Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng yang merantau ke Minangkabau dan menjadi tokoh yang sukses. Ia adalah pendiri sekaligus Rektor dari Universitas Ekasakti. berikut silsillahnya :
La Ttone Datu Soppeng ke 26 menikah dengan Yatu Petta WaluE Datu Marioriawan melahirkan anak bernama La Mappaiyo Datu Marioriawa
La Mappaiyo Datu Marioriawa menikah dengan ArungngE Ilamming We Tenri Dio melahirkan anak 1. La Pangera Daeng Mangati Sullewatang Batu-Batu, 2. La Pagemusu Petta PonggawaE
La Pagemusu Petta PonggawaE menikah dengan I Tenrilawa melahirkan anak bernama Daeng Mamalu Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa
Daeng Mamalu Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa menikah dengan I Tungke melahirkan anak bernama Daeng Mappile Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa
Daeng Mappile Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa menikah dengan I Tenriwaru melahirkan anak Daeng Pawellang Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa
Daeng Pawellang Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa menikah dengan I Temmarunu Daeng Patappa melahirkan enam orang anak diantaranya 1. Andi Toreang Daeng Pagessa, 2. Andi Pariwusi Daeng Mapadeng Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa 3. Andi Tinakka Daeng Paratte, 4 Andi Teru Daeng Palureng, 5. Pung Sua, 6. Andi Bada
Andi Toreang Daeng Pagessa menikah dengan Andi Tahira melahirkan anak bernama Andi Pide
Andi Pide menikah dengan Andi Sitti Roniah melahirkan seorang anak bernama Profesor Mustari Pide
Profesor Mustari Pide menikah dengan istri pertamanya bernama Agusaman, kemudian menikah lagi dengan istri ke duanya bernama Herawati dari Minangkabau, kemudian menikah lagi dengan istri ke tiganya bernama Andi Mihrani Rauf (sepu dua kalinya dari pihak ayahnya) ,
dan Silsillah dari Pihak Ibu sebagai berikut :
Daeng Pawellang Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa menikah dengan I Temmarunu Daeng Patappa melahirkan enam orang anak diantaranya 1. Andi Toreang Daeng Pagessa, 2. Andi Pariwusi Daeng Mapadeng Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa 3. Andi Tinakka Daeng Paratte, 4 Andi Teri Daeng Palureng, 5. Pung Sua, 6. Andi Bada
Andi Bada mempunyai anak bernama Andi Mannan Daeng Pawello, kemudian
Andi Mannan Daeng Pawello menikah dengan Pung Banong melahirkan beberapa anak diantaranya, 1. Andi Rauf Mannan, 2. Hj. Sitti Roniah
Hj. Sitti Roniah menikah dengan Andi Pide melahirkan seorang anak bernama Profesor Mustari Pide
Sedangkan Andi Rauf Mannan menikah dengan Andi Sitti Nrurdalia melahirkan beberapa anak diantaranya bernama bernama Andi Mihrani Rauf istri ke tiganya Profesor Mustari Pide
Ada banyak gelar yang diberikan kepada beliau, oleh Tetua dan Dewan
adat Minangkabau memberikan gelar Datok Rajo Nan Sati kepadanya, Mangaraja Tuongku Mulasontang Siregar dari Batak dan Ketua Forum Pembaruan Kebangsaan Seluruh Etnis Sumatera Barat (Sumbar). Beliau dimakamkan di sekitar
Rumah adat Sao Mario yang ia dirikan sebagai kepeduliannya dalam mempertahankan nilai
adat dan kebudayaan.
Arsitek tunggal yang merancang
Rumah adat ini adalah Dr.Ir.H.Bakharani A.Rauf,MT. Selain sebagai arsitek beliau juga adalah seorang Dosen di Universitas Negeri Makassar(UNM). Pada akhir tahun 1989
Rumah adat ini mulai dibangun.Dr.Ir.H.Bakharani A.Rauf,MT.sendiri adalah adik ifar sekaligus sepupu dua kalinya Profesor Mustari Pide diri pihak ayah dan sepupu sekalinya diri pihak ibu, berikut silsilahnya :
Daeng Pawellang Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa menikah dengan I Temmarunu Daeng Patappa melahirkan enam orang anak diantaranya 1. Andi Toreang Daeng Pagessa, 2. Andi Pariwusi daeng Mapadeng Petta Pabbicara Attang Salo Marioriawa 3. Andi Tinakka Daeng Paratte
Andi Tinakka Daeng Paratte menikah dengan Ibennya Daeng Macenning melahirkan anak bernama Pung Mase
Pung Mase menikah dengan Pung Daude melahirkan anak bernama Hj. Sitti Nurdalia
Hj. Sitti Nurdalia menikah dengan A. Rauf Mannan kakak kandung dari Andi Sitti Roniah melahirkan anak 1. Dr.Ir.H.Bakharani A.Rauf,MT., 2. Andi Mihrani Rauf istri ke tiganya Profesor Mustari Pide
Konstruksi
Rumah adat Sao Mario menggunakan desain arsitektur perpaduan dari tradisi Buginese (Batu-Batu, Soppeng dan Minangsih (Minangkabau).
Rumah adat ini berdiri di atas tanah seluas 2 hektar. Panjang dari
Rumah ini adalah 40 meter dan lebar adalah 14 meter. Terdapat 4 pilar dididepan yang memiliki diameter 50 cm. Kayu yang digunakan adalah dalam bahasa Bugis disebut aju bolong yang artinya kayu hitam.
Rumah adat ini mempunyai sistem struktur dan konstruksi yang terdiri dari lima komponen yang dibuat dengan menggunakan sistem lepas pasang dan tidak menggunakan paku dalam pengerjaannya seperti
Rumah adat Bugis lainnya yaitu,
Rangka utama yaitu tiang dan balok induk, Konstruksi ini menggunakan kayu kelas satu.
Konstruksi lantai ang terbuat dari kayu.
Konstruksi dinding menggunakan kayu kelas dua.
Konstruksi atap, juga menggunakan kayu kelas dua.
Konstruksi tangga, menggunakan kayu kelas dua. Terdapat lima tangga yang ada di
Rumah adat Sao Mario satu tangga utama di depan
Rumah dan masing masing dua tangga di samping kiri dan kanan
Rumah adat.
Sebagai
Rumah adat Bugis ada tiga bagian yang wajib dimiliki oleh
Rumah adat Sao Mario yang sama dengan
Rumah adat Bugis pada umumnya
Sao Mario dibangun diatas tiang (
Rumah panggung) yang terdiri atas tiga tingkat yakni bahagian atas, bagian tengah danbagian bawah, yang ma" sing-masing mempunyai fungsi - fungsi khusus
Bagian Atas disebut Rakkeang, bahagian atas
Rumah, dibawah atap atau bagian atap
Rumah yang berongga, bahagian ini, dipakai untuk menyimpan padi dan lain-lain persediaan pangan dan juga untuk menyimpan benda-benda pusaka.
Bagian tengah disebut Alebola/Alesao adalah ruangan-ruangan tempat tinggal manusia, yang terbagi-bagi kedalam ruang-ruang khusus, Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu, untuk tidur, untuk makan dan aktifitas dapur
Bagian bawah disebut Awabola/Awasaoadalah bahagian bawah lantai panggung yang.dipakai untuk menyimpan alat - alat pertanian.
Rumah adat Sao Mario adalah
Rumah yang didiami oleh keluarga kaum bangsawan dengan Ciri-ciri sebagai berikut mempunyai bubungan/Timpa Laja berpetak lima, mempunyai sapana yaitu tangga beralas, dan diatapi di atasnya.
Ciri Khas
Yang menjadi ciri khas dari
Rumah adat ini adalah karena jumlah tiang penyangga yang berjumlah kurang lebih 100 tiang yang menyangga di bagian dasar bangunan
Rumah.
Selain itu di dalam kompleks seluas 12 hektar ini juga terdapat miniatur
Rumah adat dari beberapa daerah dan dari daerah 4 etnis diantaranya yaitu,
Rumah adat Bugis atau disebut
Sao Mario.
Rumah adat Makassar yang bernama Balla
Mario.
Rumah adat Mandar yang bernama Boyang
Mario.
Rumah adat Toraja yang bernama Tongkonan
Mario.
Terdapat pula
Rumah adat bergaya arsitektur
Rumah adat Minangkabau dan Batak.
Ada juga
Rumah Lontar "Lontara
Mario" yang
Rumah dan perabotannya terbuat dari lontar.
Meski berada di kawasan yang sama
Rumah adat ini sengaja dibagi ke dalam beberapa bangunan agar
adat asli
Rumah adat Bugis Soppeng tidak bercampur dengan
adat adat dari
Rumah adat daerah lain.
Pada umumnya
Rumah adat dari suku Bugis memang memiliki desain
Rumah panggung dan mempunyai tiang-tiang penyanggah yang terletak di bagian dasar bangunannya. Hal ini juga bisa dilihat dari
Rumah Rumah penduduk suku Bugis yang berbentuk
Rumah panggung dan memiliki tiang penyangga yang umumnya berjumlah antara tujuhbelas sampai duapuluh tiang. Jumlah tiang biasanya berdasarkan pada status sosial si pemilik
Rumah. Semakin tinggi statusnya maka semakin banyak tiang penyanggah yang digunakan dan sebaliknya. Selain itu di kompleks
Rumah adat Sao Mario juga terdapat danau kecil dan duplikasi kapal pinisi yang dijadikan
Rumah makan bersandar diatas danau. Kapal ini adalah kapal yang berasal dari suku Bugis dan merupakan kebanggaan suku ini.
Fungsi
Rumah adat ini memiliki beberapa fungsi diantaranya
Secara umum
Rumah adat ini difungsikan sebagai museum tempat menyimpan barang barang antik yang bernilai tinggi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Barang antik yang disimpan di museum ini seperti kursi antik, meja antik, tulang manusia dan berbagai jenis batu permata. Juga terdapat benda benda pusaka yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu di museum ini juga disimpan peninggalan dari beberapa kerajaan dan macam-macam senjata tajam seperti badik, parang dan keris.
Tempat ini juga digunakan sebagai lokasi ketika ada acara
adat dan perayaan seperti digunakan saat perayaan Hari Ulang tahun Kabupaten Soppeng.
Untuk acara pernikahan dan sebagai tempat tinggal bagi pemilik dan beberapa orang lainnya.
Dahulu tempat ini juga digunakan untuk rapat oleh raja raja seperti raja Mandar yang akan tinggal di
Rumah adat Mandar dalam kawasan kompleks jika berkunjung.
Sebagai kawasan wisata budaya tempat ini banyak dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara. Untuk bisa masuk pengunjung harus membeli tiket terlebih dahulu harga tiket saat hari kerja adalah Rp. 5.000 dan naik saat akhir pekan menjadi Rp. 10.000. Ada banyak fasilitas di kawasan kompleks
Rumah adat ini seperti area tempat parkir, warung makan dan tempat penginapan juga telah dibangun masjid yang diberi nama masjid Al-Mustari di kompleks ini.
Lihat Pula
Batu-Batu, Marioriawa, Soppeng
Attang Salo, Marioriawa, Soppeng
Manorang Salo, Marioriawa, Soppeng
Bulue, Marioriawa, Soppeng
Kabupaten Soppeng
Kaca, Marioriawa, Soppeng
Panincong, Marioriawa, Soppeng
Patampanua, Marioriawa, Soppeng
Tellulimpoe, Marioriawa, Soppeng
Laringgi, Marioriawa, Soppeng
Referensi