Saur Sepuh adalah judul sandiwara radio yang menjadi legenda terbesar dari sandiwara radio yang pernah ada di Indonesia.
Saur Sepuh merupakan karya asli dari Niki Kosasih (almarhum) yang bercerita tentang perjalanan seorang pendekar sakti bernama Brama Kumbara yang kelak menjadi raja di salah satu kerajaan di wilayah selatan bernama Madangkara.
Saur Sepuh disiarkan melalui media radio pada Dasawarsa 1980-an di Indonesia, dengan mengambil latar pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk pada zaman kerajaan Hindu Buddha Majapahit di Nusantara. Serial ini mampu memukau jutaan pendengarnya di seluruh pelosok Nusantara. Hampir di tiap jam tertentu, masyarakat dengan saksama mendengarkan serial ini. Pada saat itu, radio adalah satu-satunya media hiburan rakyat yang masih langka, sehingga untuk mendengarkannya mesti secara beramai-ramai ke rumah tetangga yang memiliki radio.
Perusahaan farmasi Kalbe Farma sebagai produsen obat-obatan ternama menjadi mitra utama dari serial ini. Dengan durasi 30 menit dipotong iklan produk obat-obatan, serial ini mampu menghipnosis para pendengarnya untuk berhenti beraktivitas, dan berkonsentrasi untuk mendengarkannya. Sandiwara radio
Saur Sepuh memiliki banyak episode, dalam setiap episode ada 60 seri. Semua disiarkan setiap hari oleh berbagai stasiun radio.
Tentang Kisah ini
Inilah kisah asli
Saur Sepuh yang pernah ada diera 80-an. Sebuah kisah yang ditulis
oleh almarhum Niki Kosasih dan menjadi populer di telinga anak-anak
sampai orang tua di jaman itu.
Kisah kisah
Saur Sepuh:
Darah Biru (Episode 1)
Perjalanan Berdarah (Episode 2)
Singgasana Berdarah (Episode 3)
Banjir Darah di Bubat (Episode 4)
Sastrawan Jamparing (Episode 5)
Satria Madangkara (Episode 6)
Darah Putra Sanggam (Episode 7)
Pesanggrahan Keramat (Episode 8)
Kembang Gunung Lawu (Episode 9)
Telaga Rena Maha Wijaya (Episode 10)
Mutiara Dari Timur (Episode 11)
Air Mata Di Madangkara (Episode 12)
Sengketa Tanah Leluhur (Episode 13)
Memburu Harta dan Singgasana (Episode 14)
Titisan Darah Biru (Episode 15)
Istana Atap Langit (Episode 16)
Langit Membara Di Bumi Jamparing (Episode 17)
Di atas Langit Ada Langit (Episode 18)
Perawan Bukit Lejar (Episode 19)
Sepasang Walet Putih (Episode 20)
Tokoh
Brama Kumbara (suara diisi oleh Ferry Fadly): Raja Madangkara, kakak dari gusti putri Dewi Mantili, Beristrikan Dewi Harnum, Pramitha. Murid dari Ki Astagina. Brama Kumbara memiliki ajian gelang-gelang, Serat Jiwa, Ilmu Lampah Lumpuh, dan Ilmu Cipta Dewi. Brama Kumbara Diperankan oleh Fendi pradana.
Mantili (suara diisi oleh Elly Ermawati): Adik dari Brama Kumbara, mempunyai pedang setan dan pedang perak. Pedang setan akan mengeluarkan asap beracun sementara pedang perak mampu membutakan mata. Mantili mempunyai musuh bebuyutan yaitu Lasmini, wanita sundal yang mengumbar cinta dimana-mana.
Dewi Harnum: (suara diisi oleh Ade Julia):Istri pertama Brama Kumbara
Paramita (suara diisi oleh Maria Oentoe): Istri kedua Brama Kumbara
Raden Samba (suara diisi oleh Edy Dhosa)
Lasmini (suara diisi oleh Ivonne Rose): Perempuan penggoda, yang menebar cinta dimana-mana. Mempunyai Ilmu Cipta Dewa yang mampu mengalahkan Mantili dalam duel berdua. Lasmini menyimpan dendam membara pada Brama Kumbara karena cintanya yang tidak terbalaskan. Diperankan oleh Murti Sari Dewi.
Bongkeng (suara diisi oleh Bahar Mario)
Merit (suara diisi Mario Kulon)
Patih Gotawa (suara diisi oleh Petrus C. Urspon): Suami Mantili
Raden Bentar (suara diisi oleh Petrus C.Urspon): Putra Senopati Sadeng dan Dewi Pramitha sekaligus anak tiri dari Brama Kumbara. Raden Bentar merupakan generasi kedua
Saur Sepuh setelah Brama Kumbara dan Mantili bertapa di suatu tempat.
Garnis Waningyun (suara diisi oleh Anna Sambayon pernah juga Novia Kolopaking): Kakak kandung Raden Bentar. Kelak ia bahu membahu dengan raden Bentar untuk mempertahankan Madangkara dari gerogotan orang-orang Kuntala.
Raden Wanapati: Putra Mahkota Madangkara yang menggantikan Brama Kumbara. Dibawah kendali Wanapati, Madangkara banyak bergejolak, ketidakpuasan akan kepemimpinan kaum muda yang emosional ditentang oleh kaum-kaum tua yang telah berjasa pada Madangkara.
Raden Paksi Jaladara (suara diisi oleh Bambang Jeger): Putra dari Mantili dan Patih Gotawa
Dewi Anjani (suara diisi oleh Novia Kolopaking): Anak Lasmini. Mempunyai wajah yang amat mirip dengan Lasmini. Raden Bentar yang cinta mati dengan Lasmini (tapi ditentang Mantili) akhirnya tertarik juga dengan Dewi Anjani. Dalam menjalin cinta Raden Bentar - Dewi Anjani, ada pihak ketiga yaitu sekar kedaton Madangkara Dewi Rara Amiati.
Brama pernah mencintai seorang wanita. Kisah cinta ini muncul dalam episode berjudul Bara di Bumi Ankara, dimana dalam perjalanannya di Ankara, Brama jatuh cinta pada seorang putri raja bernama Putri Dori. Cinta pertamanya itu terbunuh dalam sebuah pertempuran. Sosok Brama yang gagah, tampan, dan karismatik banyak menarik perhatian wanita, termasuk Lasmini yang pada akhirnya menjadi musuh bebuyutannya. Brama bertemu dengan Dewi Harnum, wanita muda belia yang cantik jelita, bangsawan Kerajaan Niskala dan juga pendekar wanita yang sangat mencintainya, tetapi Brama saat itu hanya menganggap Dewi Harnum seperti adik baginya. Dewi Harnum hampir selalu menjadi pendamping Brama dalam perjalanannya. Dia juga yang menjadi satu-satunya saksi pertarungan dahsyat Ajian Serat Jiwa tingkat 10 melawan Ajian Serat Jiwa tingkat 10 antara Brama dengan Gardika (musuh bebuyutan Brama).
Kemudian Brama dan Harnum dalam pengembaraannya mengejar Gardika dan Kendala, bertemu dengan Dewi Paramita, seorang janda beranak 2 (Raden Bentar dan Garnis) yang juga menaruh hati kepada Brama Kumbara. Harnum kemudian bersahabat erat dengan Paramita. Kelembutan, keanggunan, kematangan, kedewasaan dan sifat keibuan Dewi Pramitha membuat Brama jatuh hati pada Pramitha. Karena persahabatan yang erat antara Paramitha - Harnum dan mengetahui bahwa sahabatnya juga mencintai orang yang dicintainya, maka ketika Paramitha dilamar oleh Brama, Pramithalah yang mensyaratkan agar Brama juga menikahi Harnum.
= Mantili
=
Sebenarnya cinta sejati Mantili adalah Raden Samba. Namun karena sifat Mantili yang keras, mereka sering bertengkar dan pada akhirnya Mantili malah menikah dengan Patih Gutawa. Raden Samba yang kemudian menikah dengan wanita lain ternyata masih menyimpan hati kepada Mantili, akibatnya pernikahannya jadi tidak harmonis.
Di kemudian hari, putra Raden Samba datang ke Madangkara mencari Mantili untuk membalas dendam karena menganggap Mantili sebagai penyebab ketidakharmonisan keluarganya.
Setelah sandiwara radionya sukses dan menjadi populer secara nasional,
Saur Sepuh merambah ke layar lebar pada tahun 1988. Bekerjasama dengan Kanta Indah Film, Kalbe Farma turut mendanai pembuatan film
Saur Sepuh yang disutradarai oleh sutradara ternama Imam Tantowi.
Saur Sepuh akhirnya dirilis di film layar lebar secara nasional pada tahun 1988, dan setelah sukses besarnya juga diikuti oleh empat film sekuelnya dalam sebuah waralaba. Lima film serial
Saur Sepuh tersebut yaitu:
Saur Sepuh: Satria Madangkara (1988)
Film
Saur Sepuh: Satria Madangkara terjadi pada latar zaman kerajaan Majapahit. Film ini dirilis tahun 1988, dengan disutradarai oleh Imam Tantowi dan dibintangi oleh Fendy Pradana sebagai Brama Kumbara, Elly Ermawatie (yang juga mengisi suara Mantili dalam versi sandiwara radionya) sebagai Mantili, dan Murti Sari Dewi sebagai Lasmini.
Bibit konflik dan peperangan mulai tumbuh di bumi Kerajaan Majapahit setelah Bhre Wirabhumi mendirikan Kerajaan Pamotan dan bertekad untuk merebut tahta kerajaan besar yang menjadi besar di bawah kepemimpinan ayahnya, Prabu Hayam Wuruk, dari tangan Wikramawardhana, menantu ayahnya tersebut. Dalam kekacauan tersebut, kekasih Lasmini, seorang hulubalang dari Kerajaan Pamotan, tewas di tangan Brama Kumbara karena telah membunuh utusan dari Kerajaan Madangkara yang berniat mendamaikan pertikaian Kerajaan Pamotan dan Majapahit. Lasmini tidak terima atas kematian kekasihnya tersebut sehingga menuntut balas pada Brama Kumbara, seorang satria gagah berani dan bersahaja dari Kerajaan Madangkara yang menjadi buah bibir di warga Madangkara. Akan tetapi ketika berhadapan dengan Brama Kumbara, Lasmini menjadi terpikat dan jatuh hati pada Brama, tetapi dia juga menjadi muak pada Mantili, adik kesayangan Brama. Kisah ini menjadi awal mula kisah cinta tragis dalam serial
Saur Sepuh, dimana cinta Lasmini pada Brama tidak terbalas dan menjadi musuh bebuyutan Mantili.
Saur Sepuh II: Pesanggrahan Keramat (1989)
Setelah sukses lewat Satria Madangkara, Kanta Indah Film kembali memproduksi sekuel dari film pertamanya dengan judul Pesanggrahan Keramat. Film yang dirilis tahun 1989 ini kembali disutradarai oleh Imam Tantowi dan masih menggunakan pemeran-pemeran yang sama dengan Satria Madangkara.
Dalam Pesanggrahan Keramat, makam dari guru Brama Kumbara dibakar dan dirusak oleh komplotan yang dipimpin Ki Jara dan Ki Lugina yang di dukung oleh Karti, seorang saudagar dari Kuntala. Brama menjadi murka dan menuntut balas pada orang-orang yang telah membakar makam gurunya. Film ini menggambarkan adegan-adegannya secara sesuai dengan yang diceritakan dalam versi sandiwara radionya. Antara lain dalam adegan dimana Brama dilempar pisau, tetapi tiba-tiba menghilang dan muncul di belakang orang yang hendak membunuhnya.
Saur Sepuh III: Kembang Gunung Lawu (1990)
Setelah sukses kedua kalinya lewat Pesanggrahan Keramat, Kanta Indah Film kembali memproduksi Kembang Gunung Lawu sebagai bagian waralaba
Saur Sepuh. Kembang Gunung Lawu dirilis tahun 1990 dan kembali disutradarai oleh Imam Tantowi dan masih menggunakan pemeran-pemeran yang sama dengan Satria Madangkara. Film ini berkisah tentang latar belakang Lasmini, salah satu tokoh utama dalam kisah cinta tragis
Saur Sepuh, yang dikenal dengan nama "Kembang Gunung Lawu" dengan perguruan "Anggrek Jingga"-nya.
Lasmini adalah istri dari seorang pedagang di Kawali yang diperkosa oleh anak buah suaminya dan kemudian dibuang ke jurang. Dalam keadaan sekarat, Lasmini mendapat pertolongan dari seorang nenek tua yang kelak akan menjadi gurunya.
Setelah berilmu, Lasmini kembali ke Kawali dan menuntut balas secara keji ke orang-orang yang telah memperkosa dan membuangnya. Tindakan Lasmini yang sewenang-wenang mengundang Mantili untuk ikut berduel, walaupun pada akhirnya kalah oleh kesaktian Lasmini. Dengan ajaran ajian Srigunting dari kakaknya, Prabu Brama Kumbara, Mantili kembali berduel dengan Lasmini. Dengan latar duel di pantai yang penuh dengan efek khusus yang memukau penonton kala itu, film ini banyak menarik penonton perfilman Indonesia kala itu.
Film
Saur Sepuh 3 dengan tokoh sentral Lasmini.
Saur Sepuh IV: Titisan Darah Biru (1991)
Dirilis pada tahun 1991, Titisan Darah Biru menceritakan tentang generasi kedua dari Kerajaan Madangkara dengan tokoh utama Raden Wanapati, Raden Bentar, dan Garnis Waningyun. Titisan Darah Biru dibintangi oleh Agus Kuncoro sebagai Wanapati, Candy Satrio sebagai Bentar dan Devi permatasari sebagai Garnis Waningyun. Secara keseluruhan film ini dinilai mengalami kemajuan dibanding film-film pendahulunya dari segi penataan musiknya.
Cerita dalam Titisan Darah Biru cenderung lepas dari film-film pendahulunya. Film ini menceritakan tentang kepemimpinan Wanapati yang cenderung emosional sehingga banyak menghadapi tentangan dari kaum sesepuh kerajaan Madangkara. Sementara sang Prabu Brama Kumbara yang sedang bertapa hanya menjadi tokoh pembantu dalam film ini.
Saur Sepuh V: Istana Atap Langit (1992)
Istana Atap Langit merupakan film terakhir dalam serial waralaba
Saur Sepuh yang dirilis tahun 1992 dan disutradarai Torro Margens. Walaupun Imam Tantowi tidak kembali menyutradarai film ini, Istana Atap Langit dinilai sebagai bagian serial waralaba layar lebar
Saur Sepuh yang terbagus dari segi kualitas, efek khusus, tata suara serta ilustrasi musik. Cerita dalam film ini juga lebih tepat dimasukkan ke dalam kisah sentral film
Saur Sepuh, karena kembali mengetengahkan kisah tiga tokoh utamanya, yaitu Prabu Brama Kumbara (Fendy Pradana), adiknya Mantili (Elly Ermawatie), dan Lasmini (Murti Sari Dewi).
Biksu Kampala dan Biksu Targhu, dua biksu pengelana dari negeri Tibet hadir di Kerajaan Madangkara untuk mengenal kerajaan yang kecil namun makmur bersahaja yang dipimpin Prabu Brama Kumbara tersebut. Namun kehadiran mereka justru dianggap sebagai musuh setelah Lasmini menyebarkan isu bahwa Kampala datang untuk membunuh Prabu Brama Kumbara. Isu Lasmini tersebut akhirnya menebar kekacauan dimana pun Biksu Kampala dan Biksu Targhu hadir.
Mantili menyadari niat buruk Lasmini yang mengail di air keruh dan membuat Mantili marah setelah utusannya, Kijara dan Lugina tewas di tangan Lasmini. Mantili akhirnya menyadari kekeliruannya dan kemudian meminta Brama Kumbara supaya turun tangan untuk menyelesaikan semuanya. Di akhir cerita, Raden Bentar dititipkan oleh Prabu Brama Kumbara ke dalam asuhan Biksu Kampala untuk mendalami ajaran Buddha di negeri Tibet.
Saur Sepuh produksi PT Global Media Nusantara (1993-1994)
Singgasana Brama Kumbara produksi PT Menaragading Citraperkasa (1995)
Brama Kumbara produksi Diwangkara Film (2005)
Brama Kumbara produksi PT Gentabuana Paramita (2013)
Saur Sepuh the Series produksi SinemArt (2017)
Galeri