Skadron Udara 11 (atau Skadud
11)
adalah sebuah skuadron
Udara yang dilahirkan pada 1 Juni 1957 di Lanud Andir (sekarang bernama Lanud Husen Sastranegara), Bandung, Jawa Barat. Sekarang skadud ini merupakan salah satu unsur pelaksana operasional Wing
Udara 5, Lanud Sultan Hasanuddin yang juga bagian dari Komando Operasi
Udara II (Koopsud II). Skadud
11 juga merupakan bagian integral dari kekuatan
Udara yang dimiliki TNI Angkatan
Udara.
Skadud ini pernah bermarkas di beberapa tempat, antara lain di Lanud Andir, Lanud Kemayoran, Lanud Iswahjudi dan saat ini di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Skuadron ini pernah dilikuidasi pada 4 Maret 1974 dan diaktifkan kembali pada 5 Oktober 1980 hingga saat ini.
Pesawat tempur yang pernah menjadi kekuatan
Udara skuadron ini antara lain adalah 8 buah pesawat DH-115 Vampire dari Britania Raya sejak tahun 1957. Kemudian skadud ini diperkuat dengan pesawat-pesawat MiG-17, MiG-17 PF (yang dipergunakan untuk malam hari) dan MiG-15, yang sering kali dipakai juga untuk pesawat latih lanjut. Pesawat-pesawat ini mulai memperkuat Skadud
11 sejak tahun 1958-an dan dibeli dari Polandia dan Uni Soviet. Dengan Operasi Alpha pada tahun 1980-an, skadud ini diperkuat dengan 16 pesawat-pesawat A-4 Skyhawk bekas operasi AU Israel, baik yang bertempat duduk tunggal maupun bertempat duduk ganda. Pesawat-pesawat ini didatangkan dengan operasi rahasia dari Israel. Sejak tahun 2003, Skadud ini diperkuat dengan pesawat-pesawat SU-27SK, dan SU-30MK/MK2 yang dibeli dari Rusia, hingga saat ini.
Pelbagai operasi militer pernah didukung oleh skadud ini, antara lain adalah Operasi Penumpasan Pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS) dan Permesta. Skadud ini juga turut aktif dalam Operasi Trikora dan Operasi Dwikora.
Lambang
= Sejarah
=
Pada tahun 1959, Letnan
Udara Leo Wattimena, sebagai Komandan
Skadron, mengadakan lomba untuk merancang lambang
Skadron. Lomba dimenangkan oleh Peltu (alm) Kayado dengan bentuk sebagaimana yang terlihat saat ini. Lambang ini baru secara resmi dipergunakan untuk pertama kalinya, pada 8 Agustus 1962 di Lanud Kemayoran.
= Makna
=
Bentuk perisai
Hal ini berarti
Skadron Udara 11 adalah pelindung/perisai bangsa dan negara dari setiap musuh.
8 Sayap Putih
Hal ini melambangkan bahwa kekuatan
Udara pertama kali
Skadron Udara 11 adalah 8 pesawat Vampire yang dipergunakan untuk tugas-tugas mulia, penjaga dirgantara Indonesia.
Awan Hitam dan Biru
11 Lekukan
Hal ini melambangkan bahwa keadaan baik dan buruk harus ditempuh oleh
Skadron Udara 11 dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Kilat Warna Merah
Hal ini melambangkan bahwa
Skadron Udara 11 memiliki pesawat-pesawat yang mempunyai kecepatan tinggi, penerbang-penerbang yang berani dan mampu menempuh cuaca baik ataupun buruk.
Sejarah
= Latar belakang
=
Dengan Konferensi Meja Bundar yang diadakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949, maka mengharuskan AU Belanda (Militaeire Lucthvaart/ML) menyerahkan semua fasilitas penerbangan kepada AURI. Proses penyerahan ini baru selesai tepat enam bulan sesudah pengakuan kedaulatan, pada tanggal 27 Juni 1950. Dengan penyerahan ini, mendorong AURI untuk membentuk
Skadron-
Skadron. Pada saat itu, segala macam pesawat ditempatkan di Lanud Halim Perdanakusuma dan dijadikan satu kesatuan dengan nama
Skadron 1. Sedangkan pesawat-pesawat yang ada di Lanud Husein Sastranegara dilebur ke dalam
Skadron 2. Hal ini berlaku hingga tahun 1951.
Berdasarkan Surat Penetapan KASAU Nomor 2811/KS/1951 tanggal 23 April 1951, yang menyatakan group operasional dari kesatuan-kesatuan menjadi sebagai berikut :
Skadron I (Pembom), dengan kekuatan pesawat B-25 Mitchell.
Skadron II (Pengangkut), Dinas Angkutan
Udara Militer (A-4) dan sekolah penerbang, dengan kekuatan pelbagai jenis pesawat.
Skadron III (Pemburu), dengan kekuatan pesawat P-51 Mustang.
Skadron IV (Pengintai), dengan kekuatan pesawat Auster dan Piper L-4J.
Skadron V (Angkut Operasional), dengan kekuatan pesawat Dakota C-47.
Pada tanggal 23 April 1951, diterbitkan Surat Penetapan KSAU Nomor 28A/
11/KS/1951 tentang Pembentukan
Skadron Udara, sebagai berikut:
Skadron I (Pembom), dengan kekuatan pesawat B-25 Mitchell.
Skadron II (Angkut), dengan kekuatan pesawat Dakota C-47.
Skadron III (Pemburu), dengan kekuatan pesawat P-51 Mustang (Cocor Merah).
Skadron IV (Intai Darat), dengan kekuatan pesawat Auster.
Skadron V (Intai Laut), dengan kekuatan pesawat PBY-54 Catalina Amphibi.
Pada masa itu,
Skadron Udara VI sampai dengan IX dipersiapkan untuk
Skadron Helikopter. Dan
Skadron Udara XI sampai dengan XIX disiapkan untuk
Skadron Jet Tempur
= Kelahiran
=
Akhir tahun 1955, beberapa penerbang dan teknisi AURI ditugaskan ke Little Rissington dan South Corney di Inggris untuk mempelajari mengoperasikan pesawat pemburu De Havilland Vampire. Penerbang yang dikirimkan kesana adalah Letnan
Udara Satu Leo Wattimena dan Kapten
Udara Roesman Noerjadin. Sedangkan para teknisi yang dikirimkan antara lain adalah Letnan
Udara Dua (LU II) Sarjono, LU II Kamarudin dan Letnan Muda
Udara I (LMU I) Setedjo. Hal ini dilakukan untuk memperbaharui armada AURI dengan pesawat-pesawat jet. Vampire adalah pesawat bermesin jet (dikenal dengan nama "pesawat pancar gas") pertama yang dimiliki oleh AURI. Pesawat-pesawat tersebut ditempatkan di Lanud Andir, Bandung dan dimasukkan ke Kesatuan Pancar Gas (KPG). Kesatuan ini diresmikan oleh KASAU pada 20 Februari 1956, dan berkekuatan 8 pesawat DH-115 Vampire. KPG ini merupakan embrio
Skadron-
Skadron Tempur Jet. KPG ini dipimpin oleh Letnan
Udara Leo Wattimena.
Pada 20 Maret 1957, berdasarkan Surat Keputusan KASAU Nomor 56, KPG diubah menjadi
Skadron Udara XI "Pemburu". Upacara peresmian
Skadron ini baru dilaksanakan pada 1 Juni 1957 bertempat di Lanud Husein Sastranegara. Dalam upacara itu juga dilantik komandan pertamanya, Letnan
Udara 1 Leo Wattimena. Dalam kesempatan itu pesawat pemburu Vampire resmi menjadi pesawat pertama dari
Skadron Udara XI. Dan sejak saat itu, tanggal 1 Juni diperingati sebagai tanggal kelahiran
Skadron Udara 11.
= Thunder Group
=
Thunder adalah sebutan bagi para penerbang tempur
Skadron Udara 11 sejak dipergunakannya pesawat Lockheed T-33 Thunder Bird. Thunder nomor merupakan urutan dari bergabungnya seorang penerbang tempur di
Skadron Udara 11. Sesuai kesepakatan Thunder 13 dikosongkan. Hingga tahun 2003, tercatat ada 132 penerbang tempur dengan sebutan Thunder.
Operasional
= 1956 - 1957
=
Pesawat DH-115 Vampire ini merupakan sumbangan dari pemerintah Inggris. 4 unit pesawat ini tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada 3 Desember 1955 dalam keadaan terurai dan baru dirakit kembali di Lanud Andir. Tanggal 10 Januari 1956, 4 unit lagi datang sehingga melengkapi jumlahnya menjadi 8 unit. Baru pada 1 Juni 1957, armada ini resmi menjadi kekuatan
Udara Skadron Udara XI, dengan Letnan
Udara I Leo Wattimena sebagai komandannya. Dengan pembentukan
Skadron ini, AURI mulai penataan sistim penomoran
Skadron udaranya.
Beberapa penerbang Vampire angkatan pertama adalah : Soemitro, Narayana, Luly Wardiman, Roesman Noerjadin dan Musijan. Penomoran
Skadron ini dengan angka
11 memakai Angka Romawi. Angka
11 juga bertepatan dengan usia AURI yang ke
11 tahun pada tahun itu.
Pesawat Vampire di TNI AU mendapatkan nomor registrasi J-701 sampai dengan J-708, di mana J adalah singkatan dari "Jet", jenis mesin dari pesawat ini. Vampire ini sendiri adalah versi T.55 atau varian ekspor dari T.
11 yang digunakan AU Inggris dengan konfirgurasi tempat duduk dua yang saling bersebelahan. Pesawat ini dilengkapi dengan 4 kanon internal dengan kaliber 20 mm yang terpasang pada bagian bawah badan pesawat.
Pesawat ini juga mampu membawa bom seberat 900 Kg. Vampire di TNI AU, selain sebagai kekuatan
Udara tempur, juga dipergunakan sebagai pesawat latih lanjut untuk mencetak calon penerbang tempur. Armada Vampire ini bertahan hingga pertengahan tahun 1961, di mana pemerintah mulai mendatangkan banyak pesawat-pesawat Blok Timur mulai pertengahan tahun 1958.
= 1958 - 1966
=
Pertengahan tahun 1958, pemerintah mulai mendatangan pesawat-pesawat baru. Pesawat-pesawat itu adalah 30 pesawat Mikoyan-Gurevich MiG-15 UTI dari Uni Soviet. Pesawat MiG-15 UTI adalah pesawat jet tempur bertempat duduk ganda yang juga bisa dipergunakan sebagai pesawat latih. Pesawat-pesawat MiG-15 diserahterimakan ke Skadud XI pada 14 Agustus 1958, dari Direktur Pesawat Teknik
Udara kepada Komandan Skadud XI. Pesawat ini dipersenjatai dengan 2 buah kanon 23 mm yang terletak di bawah hidung pesawat. Di Skadud XI, pesawat-pesawat ini sering kali difungsikan sebagai pesawat latih.
Pada awal tahun 1959 pemerintah juga membeli 49 pesawat Mikoyan-Gurevich MiG-17 dari Cekoslowakia yang dipergunakan sebagai pesawat jet tempur. Selain itu juga membeli pesawat-pesawat MiG-17 PF dari Polandia. MiG-17 PF adalah versi malam hari dari MiG-17, yang juga dilengkapi dengan radar. Kedua varian pesawat MiG-17 tersebut merupakan pesawat canggih pada masanya. Pembelian pesawat-pesawat ini dibantu oleh pemerintahan Mesir dibawah presiden Gamal Abdul Nasir. Dalam kesempatan itu, AURI juga mengirimkan para penerbang dan teknisi ke tiga negara tadi dan juga ke India, untuk mempersiapkan dan mengoperasikan pesawat-pesawat tersebut.
Di awal tahun 1958,
Skadron ini mulai melaksanakan operasi
Udara yang pertama yaitu penumpasan pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku dan Permesta di Sulawesi Utara. Dalam operasi tersebut, 4 pesawat MiG-17 digelar di PAU Morotai sebagai Pangkalan Operasi.
Pada 12 April 1961, Kapten
Udara Roesmin Noerjadin resmi menggantikan Letnan
Udara Leo Wattimena sebagai Komandan
Skadron. Pada tahun 1962 sebagai dukungan kepada Operasi Trikora, Skadud XI menggelar armada MiG-17 di PAU Morotai, PAU Amahai dan PAU Leftuan. Di setiap pangkalan disiapkan 6 pesawat MiG-17 sebagai unsur Pertahanan
Udara Operasi Trikora. Sehingga di 3 PAU tersebut digelar total 18 pesawat MiG-17. Sebelumnya di PAU Morotai, sudah ada 4 MiG-17 untuk penumpasan pemberontak Permesta dan RMS.
Dalam operasi Trikora, pesawat MiG-17 yang ada di PAU Morotai menjadi bagian dari pertahanan
Udara dengan tugas menyergap pesawat Hawker Hunter maupun Lockheed P-2 Neptune Belanda yang menyusup ke wilayah
Udara RI. Armada dari
Skadron ini juga bertugas melindungi konsentrasi pasukan yang berada di area Ambon dan Amahai. Selain itu,
Skadron ini juga bertugas melindungi pusat konsentrasi kapal perang ALLA (Angkatan Laut Mandala) yang ada di Kepulauan Peleng.
Skadron Udara 11 juga bertugas melindungi jalur laut untuk pengiriman logistik maupun pergeseran pasukan di daerah operasi Mandala. Area itu meliputi rute jalur dari Pulau Peleng ke Pulau Morotai, Pulau Ambon ke Lefuan ke Pulau Gebe kembali ke Pulau Ambon dan Pulau Ambon ke Pulau Morotai.
Pertengahan tahun 1961, kegiatan di Lanud Husein sudah semakin sibuk sehingga dipandang perlu untuk memindahkan
Skadron ke markasnya yang lebih leluasa.
Skadron Udara XI kemudian dipindahkan ke Lanud Kemayoran, Jakarta pada tahun itu juga. Tahun 1962 Lanud Kemayoran juga mulai disibukkan dengan penerbangan pesawat komersial. Sehingga TNI AU memindahkan kembali
Skadron Udara XI dari Lanud Kemayoran ke Lanud Iswahjudi.
Pada 29 Juni 1962, Kapten Gunadi yang bertugas dalam Operasi Trikora gugur dalam tugas dengan pesawat MiG-17. Pesawatnya jatuh di Letwuan, Hoat Sorbay, Maluku Tenggara. Selain itu Letnan
Udara Satu Suwarno juga gugur di Cirebon dengan menggunakan MiG-17. Pada April 1962, Letnan
Udara Satu Poltak Simanjuntak gugur di Morotai, juga dengan pesawat MiG-17. Selain itu Sersan Mayor
Udara Cadet M. Basri Hamid juga gugur dengan MiG-17 di Lanud Iswahjudi.
Tahun 1963, 8 unit pesawat DH-115 Vampire akhirnya harus dipensiunkan karena ketiadaan suku cadang, dan akhirnya dijual ke India pada tahun yang sama. Di periode ini pula, hubungan Indonesia dengan Inggris mulai renggang akibat konflik serumpun antara Indonesia dengan Malaysia. Hal ini mengakibatkan Indonesia tidak bisa lagi suku cadang dari Inggris selaku pembuat pesawat Vampire.
Tahun 1963, tongkat komandan
Skadron diserahterimakan dari Kapten
Udara Roesman Nurjadin kepada Mayor
Udara Loely Wardiman dengan upacara sederhana di Lanud Iswahjudi. Setelah itu ia memboyong
Skadron ini beserta pesawat MiG-15 dan MiG-17 ke Lanud Abdul Rachman Saleh, Malang, Jawa Timur. Namun karena kondisi Lanud Malang tidak memungkinkan, maka untuk penerbangan konversi (pelatihan penerbangan untuk suatu jenis pesawat baru yang belum pernah diterbangkan sebelumnya), tetap dilaksanakan di Lanud Iswahjudi.
Operasi Dwikora tahun 1964, turut didukung oleh Skadud
11 dengan pesawat MiG-17-nya. Operasi ini menjadi tanggung jawab Panglima Kohanud Kolonel
Udara Roesmin Noerjadin dengan penempatan 6 pesawat MiG-17 di PAU Banjarmasin guna melaksanakan Operasi Panca. Operasi ini bertugas untuk melaksanakan patroli
Udara di daerah Kalimantan. Selain di PAU Banjarmasin, beberapa pangkalan juga disiapkan pada operasi ini, antara lain PAU Balikpapan, PAU Pangkalan Bun, PAU Buluh Tumbang dan PAU Buding. Tahun 1964 juga dilakukan pergantian komandan
Skadron, dari Mayor
Udara Loely Wardiman kepada Kapten
Udara Musidjan.
Pemutusan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Blok Timur sejak tahun 1965, mengakibatkan dukungan akan suku cadang terhadap MiG-15 dan MiG-17 juga berkurang. Hal ini mengakibatkan ketersediaan pesawat yang layak terbang juga kian berkurang sehingga banyak penerbang tempur tidak bisa menunaikan tugasnya. Sejalan dengan itu, guna mendukung kepentingan organisasi dan pembinaan personil, maka banyak penerbang tempur Skadud
11 dimutasikan ke Lanud Adisutjipto sebagai instruktur. Selain itu sebagian lainnya ditugaskan di Kohanudnas. Pada masa ini, Kapten
Udara Suganda bertindak sebagai Komandan
Skadron menggantikan Kapten
Udara Musidjan.
= 1967 - 1974
=
Pada tahun 1967, suku cadang pesawat kian terbatas dan jumlah penerbang tempur aktif di Skadud
11 tinggal 5 orang. Latihan penerbangan dilakukan di Lanud Kemayoran dan Lanud Iswahjudi atas pesawat-pesawat MiG-17 yang masih layak terbang. Pada saat itu, komandan Skadud
11 adalah Kapten
Udara Anggoro S.
Rehabilitasi landasan di Pangkalan Abdulrahman Saleh telah selesai pada tahun 1967, sehingga AURI memulai Operasi Harimau Boyong. Operasi ini bertujuan untuk menarik semua armada Skadud XI yang bertebaran di pangkalan-pangkalan aju untuk dibawa kembali ke markas untuk dirawat di
Skadron Teknik 022 dan Depolog 030 (sekarang Depo Pemeliharaan 30) . Dalam operasi ini, tidak semua pesawat berhasil ditarik kembali ke markas, beberapa mengalami kegagalan sehingga akhirnya dijadikan monumen di pangkalan aju tersebut.
Pada tahun 1970, Mayor
Udara Suganda gugur di Palembang karena pesawat MiG-17nya jatuh, ketika sedang mengikut Latihan Gabungan ABRI di Pekanbaru.
Tahun 1971 jabatan Komandan
Skadron diserahterimakan dari dari Mayor
Udara Anggoro ke Kapten
Udara Uting Sukirwan. Pada tahun yang sama, para teknisi dari Skadud ini dikirim ke Depolog 030 untuk memenuhi ketentuan sebagai kru darat dari Skadud.
Tanggal 4 Maret 1974,
Skadron Udara XI dilikuidasi dengan upacara sederhana di Lanud Abdulrahman Saleh, Malang, Jawa Timur. Dengan likuidasi ini maka logo
Skadron-pun diturunkan. Anggota dari Skadud XI kemudian disebar ke kesatuan-kesatuan lainnya, seperti Kodikau (sekarang jadi Komando Pendidikan Dukungan Umum), Kohanudnas dan Depo-Depo.
= 1975 - 1979
=
Tanggal 23 Agustus 1973, TNI AU menerima 16 pesawat T-33 Thunder Bird dari pemerintah Amerika Serikat. Awalnya pesawat-pesawat ini dipergunakan sebagai pesawat latih Kodikau untuk menggantikan pesawat latih jenis Aero L-29 Delfin yang sudah habis suku cadangnya. Dan pada 2 Mei 1974, Mayor Isbandi Gondo dilantik sebagai Komandan
Skadron Pendidikan (Skadik) 103 yang juga merupakan cikal bakal dibentuknya kembali Skadud
11.
Dengan pertimbangan dan perkembangan situasi dan kondisi yang dihadapi RI, maka Skadik 103 dengan armada T-33 Thunder Bird-nya, dipandang perlu untuk bernaung di bawah Kohanudnas. Tanggal 1 Mei 1974 dikeluarkanlah Surat Keputusan KASAU Nomor : Kep/33/V/1974 yang menetapkan armada T-33 Thunder Bird di bawah Kohanudnas. Upacara serah terima dilaksanakan pada 3 Mei 1974. Di Kohanudnas, pesawat-pesawat ini dipergunakan untuk pelatihan "Proficiency Training" (pelatihan bagi para penerbang jet agar tetap mampu menjadi penerbang tempur jet). Selain itu juga dipergunakan sebagai sarana pelatihan konversi bagi para penerbang yang baru lulus dari sekolah penerbang agar nantinya akan mampu mengawaki pesawat F-86 Sabre yang akan diterima pemerintah RI.
Berdasarkan Surat Keputusan Panglima Kohanudnas Nomor : Skep/A/V/1974 tanggal 10 Mei 1974
Skadron Pendidikan T-33 dilebur menjadi Satuan Buru Sergap (SatSerGap T-33) dengan komandannya, Mayor Pnb Isbandi Gondo. Pada masa ini, komandan
Skadron memulai prakarsa pemakaian nama panggilan. Para penerbang pesawat T-33 ini mendapatkan nama panggilan "Thunder" sesuai urutan kelulusannya di pesawat T-33. Thunder 01 dipakai oleh Komandan
Skadron yang sedang menjabat. Sejak saat itu, nama panggilan itu dipakai terus hingg saat ini dan merupakan kebanggaan para penerbang Skadud
11.
Pada tanggal 18 Januari 1976, Mayor Pnb. Sukirwan dan Lettu Pnb. Sutadi gugur di desa Cangkringan di kaki Gunung Lawu karena pesawat T-33 yang sedang dipakai untuk latihan rutin jatuh dan hancur. Pada tanggal 29 September 1976, Lettu Pnb. Ari Prasetya dan Lettu Pnb. Juliarto gugur di desa Cangkringan di kaki Gunung Lawu karena pesawat T-33 yang sedang dipakai untuk latihan rutin jatuh dan hancur.
Pada tahun 1978 pesawat T-33 dilengkapi dengan persenjataan 2 tabung roket LAU-68 untuk roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket) dan 2 bom
Udara, masing-masing seberat 50 Kg serta dua senapan 12,7 mm, yang masing-masing berisikan 250 peluru. Modifikasi ini dilakukan oleh tim Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AU (Dislitbangau). Persenjataan ini digunakan oleh 6 pesawat T-33 Thunderbird dalam Operasi Cakar Garuda di Timor Timur. Sebelum operasi dilaksanakan, para penerbang berlatih untuk melakukan penembakan dari
Udara-ke-darat di AWR Pulung, Ponorogo, memakai berbagai persenjataan dan pelbagai bom. Selain itu, mereka juga dilatih untuk melakukan misi CAS (Closed Air Support), atau dukungan serangan
Udara serta taktik agar selamat seandainya harus melewati AAA (Anti Aircraft Artilery) - senjati Artileri Anti Pesawat
Udara. Karena persenjataan yang dipasang adalah hasil dari sebuah modifikasi maka tidak ada prosedur dan parameter tembakan (mils setting) yang sama antara satu pesawat dengan pesawat lainnya. Sehingga para penerbang harus rajin saling bertukar informasi setting tersebut atas setiap pesawat yang berbeda.
Dalam Operasi Cakar Garuda, pesawat T-33 tidak dapat berkomunikasi dengan pasukan di darat dikarenakan perbedaan frekuensi radio. Pesawat T-33 mempergunakan frekuensi VHF-AM sedangkan pasukan darat mempergunakan frekuensi VHF-FM. Tanpa ada komunikasi, maka pasukan darat tidak akan bisa menuntun pesawat untuk melakukan penembakan dari
Udara-ke-darat atas sasaran yang dimaksudkan. Kendala ini diatasi dengan cara penerbang yang duduk di belakang terbang dengan memangku radio PRC-77 dan baru dioperasikan ketika pesawat mendekati sasaran. Radio PRC-77 sendiri memiliki frekuensi VHF-FM sehingga bisa dipergunakan untuk berkomunikasi dengan pasukan darat.
Kekuatan tempur T-33 ini mendapatkan corak baru baru berupa ikan Hiu lengkap dengan giginya yang siap memangsa buruanya dengan warna dasar hijau. Corak ini didesain oleh F. Djoko Poerwoko dan terinspirasi dari corak yang ada di pesawat P-51 Mustang milik TNI AU. Pesawat yang diberikan corak baru ini adalah pesawat yang sudah dimodifikasi persenjataannya. Sedangkan pesawat yang tidak dimodifikasi persenjataannya, masih tetap dengan warna aslinya berwarna abu-abu.
= 1980 - 2002
=
Berdasarkan Surat Keputusan KASAU Nomor : KEP/01A/II/1983 tanggal
11 Februari 1983, tentang Pengesahan dan Penempatan pesawat A-4 Skyhawk sebagai alat utama sistem senjata TNI AU. Sejak saat itu armada A-4 Skyhawk resmi memperkuat Skadud
11.
Skadron ini merupakan bagian dari Wing Operasional 300 (
Skadron-
Skadron Udara Tempur Sergap), Kohanudnas bermarkas di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur. Pesawat ini pada dasarnya dibuat untuk pertempuran
Udara-ke-darat.
Pesawat-pesawat yang ditempatkan di Skadud ini adalah pesawat dengan nomor seri TT-0401 sampai dengan TT-0414. TT sendiri adalah kependekan dari Tempur Taktis, dan angka 04 di awal nomor serinya sendiri menandakan bahwa itu adalah pesawat A-4 Skyhawk. 14 pesawat ini disiagakan sebagai unsur armada tempur dan dipersenjatai. Selain 14 pesawat sebagai unsur tempur,
Skadron ini juga dilengkapi 2 pesawat A-4 Skyhawk dengan tipe A-4H dengan nomor seri TL-0415 dan TL-0416. TL sendiri kependekan dari Tempur Latih. Kedua A-4H itu dipergunakan sebagai pesawat latih lanjut dan juga sebagai pesawat latih konversi.
Pada tahun 1980, 2 pesawat A-4 yang masih baru, sedang mengikuti Latihan Angkasa Yudha-80 dan dipimpin oleh penerbang F. Djoko Poerwoko. Dalam latihan ini, keduanya mendapatkan tugas terbang navigasi dengan rute Biak-Nabire-Jayapura dengan misi menghadirkan pesawat terbaru TNI AU di Jayapura. Penerbangan ke Jayapura dilakukan di koridor medium altitude (ketinggian menengah), antara 15.000 - 20.000 kaki atau di atas awan secara rata-rata. Pendaratan bisa dilakukan ketika telah menemukan titik acuan Danau Sentani di Jayapura untuk selanjutnya mendarat di Jayapura. Pada saat itu terjadi kesalahan yang dikarenakan pesawat terbang terlalu ke Timur, melewati perbatasan Indonesia - Papua Nugini, dan hampir saja mendarat di bandara Wanimo, Papua Nugini.
Pada bulan Desember 1980, 5 pesawat A-4E dari menjalankan operasi militer dengan bergerak ke Mokmer, dan ke Biak. Pada bulan Maret 1981, 5 pesawat tersebut bergeser ke Lanud Baucau, Timor Timur untuk mengikuti Latihan Gabungan ABRI. Pada 31 Maret 1981, salah satu Skyhawk dengan nomor seri TT-0409 yang diawaki Kapten Pnb Suminar "Buzzard" (Thunder 37) Hadi jatuh dan hancur. Dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat. Dengan kejadian ini maka kekuatan armada A-4 menjadi tinggal 15 pesawat saja. Indonesia kemudian mendapatkan ganti pesawat yang jatuh tersebut dengan 1 Skyhawk tipe A-4E dengan nomor ekor TT-0417 secara gratis karena masih dalam masa garansi. Hal ini menggenapkan kekuatan
Skadron menjadi 16 pesawat lagi.
Pada tahun 1982, komandan
Skadron diserahterimakan dari Letkol Pnb Suyamto kepada Mayor Pnb Donan Sunanto di Lanud Iswahjudi.
Bulan November 1983,
Skadron A-4 Skyhawk dipergunakan untuk memerangi gerakan separatis Fretilin di Timor Timur. Selain itu
Skadron ini juga dipergunakan untuk memerangi gerakan pemberontak Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Pada 26 Juli 1985, Skyhawk dengan nomor seri TT-0404 sedang melaksanakan latihan menembak, tiba-tiba mesinnya mati sehingga pesawatnya jatuh dan hancur. Penerbangnya, Lettu Pnb Tri Budi "Wild Eel" Satriyo (Thunder 81) berhasil "eject" dengan selamat.
Dan sejak tahun 1986,
Skadron ini dipimpin oleh Letkol Pnb. PA Lumintang.
Pada 10 November 1986, Skyhawk dengan nomor seri TT-0413 yang diawaki Letda Pnb Rachmat "Cougar" Hidayat (Thunder 85) jatuh dan hancur. Peristiwa ini dikarenakan mesinnya mati, ketika selesai melaksanakan latihan menembak di AWR Pulung, Ponorogo. Dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat.
Pada 20 Juli 1987, salah satu Skyhawk dengan nomor seri TT-0408, yang sedang diawaki Lettu Pnb Agus "Dingo" Supriatna (Thunder 73) dan bersiap mendarat di Lanud Iswahjudi, tidak keluar roda pendaratan sebelah kirinya. Pelbagai cara sudah dilakukan untuk mengeluarkannya, namun gagal. Komandan Lanud Iswahjudi, Marsekal Pertama F.X. Suyitno memerintahkan "Dingo" untuk terbang ke Selatan untuk melakukan eject dan meninggalkan pesawat. Perintah itu ditolak "Dingo" yang lebih memilih untuk melakukan belly landing (pendaratan tanpa menurunkan roda pendaratan). Persiapan untuk belly landing dilakukannya dengan terbang berputar-putar, menghabiskan bahan bakar sehingga hanya tersisa untuk 30 detik saja. "Dingo" akhirnya berhasil melakukan belly landing dengan selamat dan pesawatnya hanya mengalami kerusakan pada drop tanknya saja.
Pada 6 Agustus 1987, A-4 dengan nomor seri TT-0407 mengalami kondisi "Throttle stuck open, power" (kondisi di mana daya dorong tidak bisa diubah pada kondisi maksimum, sehingga Skyhawk tidak bisa dikendalikan), mengakibatkan pesawatnya jatuh di ujung landasan Lanud Iswahyudi. Penerbangnya, S. Hirsan "Wild Crow" Habib (Thunder 79), berhasil eject (melontarkan dirinya dari pesawat) dengan selamat, namun pesawatnya hancur.
Di bulan Nopember 1987, satu flight (4 buah pesawat) A-4 Skyhawk melaksanakan Operasi Sriti Samber di Timor Timur yang merupakan operasi jarak jauh pertama (Madiun - Timor Timur) dari Skadud ini. Dalam operasi ini A-4 Skyhawk melaksanakan pengisian bahan bakar di
Udara dari pesawat tanker Lockheed Martin KC-130 BT dari
Skadron Udara 32. Operasi dimulai dengan terbang dari Lanud Iswahjudi dengan konfigurasi penuh. Pesawat kemudian melakukan pengisian bahan bakar di
Udara di atas Pulau Lombok dan melakukan serangan pada sasaran di Timor-Timur dan akhirnya mendarat di Bandar
Udara Baucau.
Pada tahun 1987 Skadud
11 juga turut dalam Operasi Seroja dan bertugas untuk melakukan serangan
Udara menghalau pasukan Australia yang memasuki wilayah Timor Timur yang kala itu masih menjadi bagian dari Indonesia. Dalam beberapa serangan, ada personil pasukan Australia yang tumbang akibat serangan
Udara tersebut.
Dengan konfigurasi penuh, sebuah A-4 Skyhawk, dilengkapi dengan 2 tangki cadangan dan membawa 8 bom Mark 82 (Mk-82) di mana setiap bom beratnya 250 Kg. Dengan konfigurasi seperti itu, 1 flight A-4 mampu meratakan kota sebesar Madiun hanya dalam waktu kurang dari 120 detik. 6 bom Mk-82 terpasang di MER-Multiple Ejector Rack (gantungan bom yang bisa diisi dengan beberapa bom) di bagian tengah pesawat atau station (tempat untuk menggantung bom atau tangki cadangan bahan bakar) nomor 3. 2 bom lainnya digantung di station nomor 1 (bagian ujung kiri sayap) dan nomor 5 (ujung kanan sayap). Dua tangki bahan bakar cadangan berisikan 400 galon, digantung di station nomor 2 dan 4. Dengan konfigurasi seperti itu, A-4 mampu terbang sejauh 2.000 mil dan ditambah dengan pengisian bahan bakar di
Udara, ia bisa terbang hingga sejauh 3.000 mil atau setara dengan terbang terus menerus selama 4 jam 30 menit.
Di bulan Desember 1987, satu flight A-4 dengan konfigurasi penuh disiagakan untuk satu operasi rahasia. Misi rahasia ini dipersiapkan sebagai dukungan
Udara terkait berita lepasnya Kolonel Gregorio Ballesteros Honasan, pemimpin kudeta kepada Presiden Filipina, Corazon Aquino. Pada saat itu di Manila sedang diadakan KTT ASEAN yang dihadiri oleh Presiden Indonesia, Soeharto. Misi rahasia ini akhirnya hanya berlangsung secara standby (berjaga-jaga di Lanud Iswahjudi) dan dibatalkan ketika pesawat kepresidenan memasuki kembali ruang
Udara Indonesia.
Pada 22 Januari 1988, dalam tugas penerbangan ferry (penerbangan jarak jauh) Ambon - Madiun, pesawat dengan nomor seri TT-0406 memasuki awan kumulonimbus dan jatuh di Laut Banda. Penerbangnya, S. Hirsan "Wild Crow" Habib (Thunder 79), tidak ditemukan jenasahnya dan dinyatakan gugur dalam tugas.
Pada Januari 1989, skadud ini melaksanakan Operasi Boyong untuk memindahkan armada A-4 Skyhawk dari Lanud Iswahjudi ke Lanud Hasanuddin, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.
Sejak tahun 1990 komandan skadud ini dipimpin oleh Letkol Pnb. Teddy Sumarno.
Sejak tahun 1991 hingga akhir masa operasinya bersama Skadud ini, armada A-4 melaksanakan operasi militer terjadwal dengan sandi operasi "Alpha". Dalam operasi ini, daerah operasinya adalah wilayah Timur Indonesia. Dalam operasi ini pesawat A-4 melakukan patroli
Udara dalam rangka melakukan identifikasi akan kapal laut asing ataupun pesawat
Udara asing yang melakukan pelanggaran dengan masuk ruang Indonesia dengan tidak sah. Pangkalan operasinya antara lain di Lanud El Tari, Kupang; Lanud Sam Ratulangi, Manado; Lanud Wolter Mongisidi, Kendari dan Lanud Manuhua, Biak.
Di kwartal pertama tahun 1992, satu flight A-4 disiagakan di Lanud El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur untuk mendukung TNI dalam sebuah operasi penghalauan kapal feri Lusitania Expresso - Portugal dari perairan Indonesia. Kapal ini berlayar dari Portugal dengan membawa wartawan untuk melakukan provokasi kepada Indonesia terkait wacana referendum pemisahan Timor-Timur dari Indonesia. Di waktu yang sama
Skadron ini mengadakan airshow (demo terbang pesawat tempur) dan static show (pameran pesawat tempur statis di suatu pangkalan TNI AU) di sana. Airshow-nya sendiri dilaksanakan ketika pesawatnya sedang persiapan mendarat ataupun tinggal landas dari Lanud El Tari. Acara ini terselenggara sebagai inisiatif dari Kolonel Pnb F. Djoko Poerwoko selaku Komandan Lanud El Tari bekerjasama dengan Skadud
11. Pada 15 April 1993, A-4 dengan nomor seri TL-0415 jatuh di Laut Sulawesi. Ketika itu, pesawatnya sedang melaksanakan manuver vertikal (menanjak lurus ke atas), canopy (kaca penutup atas pilot)-nya terlepas dan mengenai elevator. Penerbangnya Letkol Pnb Junianto "Griffin" S. Yogasara (Thunder 53), berhasil eject dengan selamat. Dalam peristiwa ini Lettu Pnb R. Krisna Hertat (Thunder 120) juga eject namun gugur karena faktor lainnya.
Pada 15 Desember 1993, pesawat dengan nomor seri TL-0414, yang dipiloti oleh Lettu Pnb Edi "Black Bird" Komari (Thunder 97) jatuh di Laut China Selatan, pada Latihan Gabungan dengan TNI AL. Namun dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat.
Pada 22 Juni 2000, pesawat A-4 dengan nomor seri TT-0405 mengalami stall (kehilangan daya angkat ketika proses menanjak) dan masuk ke kondisi spiral dive (terbang berputar tak terkendali) dan jatuh di Laut Sulawesi, penerbangnya Lettu Pnb. Albert Ludwig Inosentus Mare (Thunder 128) dinyatakan gugur dalam tugas.
Sejak diberlakukannya Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) pada tahun 2002, maka skadud ini juga turut serta dalam Operasi Pengamanan khususnya untuk ALKI II (melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores dan Selat Lombok) dan ALKI III (melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu dan Samudera Hindia). Pada tahun 2002, armada ini juga turut aktif dalam operasi pengamanan wilayah dari
Udara dengan nama sandi Operasi Oscar.
= 2003 - sekarang
=
Sejak tahun 2003, skadud ini dilengkapi dengan pesawat dari Rusia jenis SU-27SK, dan SU-30MK/MK2.
Komandan
Referensi
= Catatan kaki
=
= Daftar pustaka
=
Dispenau, Subdisjarah (2008). Sejarah TNI Angkatan
Udara Jilid V (1980 - 1989). Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU.
Group, Thunder (2003). Gelegar Guntur Nusantara :
Skadron Udara 11 Dari Masa ke Masa.
H.N. Hadi Soewito, Dra., Irna; Nurliana Suyono, MA, Dr., Nana; Suhartono, MA, Dra., Soedarini (2008). Awal Kedirgantaraan Indonesia - Perjuangan AURI 1945-1950. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-602-433-016-3. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Poerwoko, Faustinus Djoko (2001). My Home My Base : Perjalanan Sejarah Pangkalan
Udara Iswahjudi "1939 - 2000". AK Group.
Poerwoko, Faustinus Djoko (2006). Fit via vi : Otobiografi Anak Kampung yang Menjadi Penerbang Tempur. Jakarta: AK, Group. ISBN 978-979-365529-1.
Saragih, Kolonel Sus, Dra., Maylina (2018). 18 Pesawat Warnai Muspusdirla Yogyakarta. Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Saragih, Kolonel Sus, Dra., Maylina (2019). Alat Utama Sistem Senjata TNI AU Periode Tahun 1951-1960. Jakarta: Subdisjarah Dispenau. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Setiawan, Bambang; Sidik Arifianto, Budiawan (2016). "Dingo" : menembus limit angkasa : biografi KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna. Jakarta: Kompas Media Nusantara. ISBN 978-602-412-004-7. OCLC 948360639.
Sutisna, Yuyu (2002). Kepak Sayap
Skadron Udara 14 "1962-2002" : Tentara Langit, Pahlawan Hati. Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU.
Tarigan, Dra, Kolonel Sus, M.Si., Lisa (2015). Buku Monumen TNI Angkatan
Udara (Revisi I). Jakarta: Subdisjarah Dispenau. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Winchester, Jim (2004). Douglas A-4 Skyhawk: Attack & Close-Support Fighter Bomber. Pen and Sword. ISBN 9781844150854.
Baca juga
Skadron Udara 12
Komando Operasi Angkatan
Udara II
Lanud Husein Sastranegara
Lanud Kemayoran
Lanud Iswahjudi
Lanud Sultan Hasanuddin
Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Udara
Pranala luar
(Indonesia) Situs resmi Komando Operasi Angkatan
Udara II
(Indonesia) Situs resmi TNI AU
(Indonesia) Akun Twitter resmi TNI AU