- Source: Syech Jangkung
Raden Syarifuddin atau sering disebut Syekh Jangkung adalah putra Sunan Muria dengan Dewi Sujinah, beliau dikenal sebagai ulama berkharisma dan ahli Tasawuf sekaligus murid dan cucu Sunan Kalijaga.
Selain terkenal di Pati, Jawa Tengah, Saridin atau Syech Jangkung ternyata juga diakui sebagai leluhur warga Dusun Dukuh yang terletak di Desa Glagah Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan Desa Lendah di Kulonprogo, DIY.
Serta tercatat dalam sejarah keturunan syech jangkung yang pangreh praja antara tahun 1700 masehi s/d 1900 masehi di Karesidenan Pati menikah dengan trah Panembahan Ratu I Cirebon, trah Mataram, trah Pangeran Kudus (Sarengat), trah Citrasoma, trah Condronegara.
Riwayat
Saridin tokoh spiritual Panembahan Tandhoh Landhoh yang dulu mendiami Kabupaten Pati di zaman era bupatinya Ki Panjawi dan anaknya Ki Panjawi yaitu Adipati Wasis Jayakusuma Adipati Pragola yang ke I.
Wasis Joyo Kusumo yang bergelar Adipati Pragola I/Adipati Pathi Seda Ing Biting Taji Makam Gunung Pati Kota Semarang Berputra Adipati Pragola II/Adipati Pathi Seda Kadhaton Makam Sendang Sani Kab. Pati.
Konon, Syech Jangkung diutus Sunan Kalijaga menyiarkan Islam pertama kali di sebuah desa bernama Desa Miyono. Masa hidup Saridin Syech Jangkung yang Lahir di tahun 1540 an masehi untuk mengasah kewaskitaan dan ilmunya waktu dari anak - anak hingga dewasa, melalui pengetahuan agama bersantri bersama sunan Kudus (hingga sunan Kudus Wafat di tahun 1550 an masehi) hingga selesai santri di zaman Panembahan Kudus(Kali/Poncowati). Saridin juga mendapatkan ilmu agama islam oleh Sunan Muria ayah saridin (hingga sunan Muria Wafat di tahun 1560 an masehi) dan memperdalam ilmu dan kewaskitaan bersama sang kakek Sunan Kalijaga(hingga tahun 1570 an masehi "bukti otentik" yaitu Sunan Kalijaga mengalami periode waktu di tahun saat Danang Sutawijaya mendirikan awal Kesultanan Mataram di tahun 1586 masehi sebagai pengganti Kesultanan Pajang untuk memerintah di Tanah Jawa) serta menurut Babad Tanah Jawi versi Meisma, dinyatakan Sunan Kalijaga pernah datang ke tempat kediaman Panembahan Senopati di Mataram memberikan saran bagaimana cara membangun kota. Dengan demikian, Sunan Kalijaga diperkirakan hidupnya lebih dari 130 tahun lamanya yakni sejak pertengahan abad ke-1455 masehi sampai dengan akhir abad 1590 masehi. Hal ini dapat dihubungkan dengan gelar kepala Perdikan Kadilangu semula Sunan Kalijaga dilanjutkan oleh anaknya yaitu Sunan Hadi di tahun 1590 an masehi, tetapi gelar "Sunan Hadi" di gunakan pada Mas Jolang di Mataram dengan gelar "Sunan Hadi Prabu Hanyokrowati" di tahun 1601 masehi s/d 1613 masehi), dan gelar kepala Perdikan Kadilangu sebelumnya "Sunan Hadi" itu diganti dengan sebutan "Panembahan Hadi". Dengan demikian, Sunan Kalijaga sudah diganti putranya sebagai Kepala Perdikan Kadilangu sebelum zaman Mas Jolang yaitu sejak berdirinya Kesultanan Mataram Pemerintahan Danang Sutawijaya (1590 masehi).
dan Pernikahan Syekh Jangkung Saridin dengan Raden Ayu Retno Jinoli di Tahun 1595 an masehi Putri Sultan Mataram ke 2 Sultan Anyakrawati Raden Mas djolang dan Ratu Tulung Ayu.(pada tahun 1595 masehi Raden Mas djolang masih menjabat sebagai Adipati Anom/Putra Mahkota).
Waktu kecil Saridin juga sudah terbiasa di momong keluarga besar Sunan Kalijaga yaitu Ki gede Miyono paman saridin, Kyai Ageng Raden Miyana / Ki gede Miyono/Ki Ageng Dharmoyono adalah putra pasangan Empu Supo dengan Dewi Sari Wulan/rasawulan adik dari Sunan Kalijaga dan ki gede Miyono adalah adik sepupu Sunan Muria, Ki gede Miyono adalah pendiri desa Miyono atau di sebut landoh kayen di daerah Pati sekarang, letak makam Ki gede Miyono 2 km ke arah timur dari makam syekh jangkung yaitu di makam jati kembar Landoh Kayen Pati, Ki gede Miyono adalah juga trah giri Kedaton/ Sunan Giri dari jalur laki-laki, yaitu "Prabu Anom" Pangeran Sendang Sedayu Blambangan Gelar Syekh Maulana Ishaq Al Maghribi (Ki Supo Sepuh Majapahit) karena menikahi Dewi Sekardadu berputra Sunan Giri/ Raden Paku 'Joko Samudera"/ Prabu Satmata berputra Pangeran Sedayu Prabu Darmokusumo (Komplek makam Masjid Demak) /Tumenggung Adipati Supondriyo (empu Supondriyo makam giri Kedaton) berputra empu supomadurangin(Empu Supo) makam sunan Kalijaga komplek Kadilangu berputra 4 orang yaitu 1.Ki gede Miyono/Ki Ageng Dharmoyono, 2.Ki berganjing(Darmoyoso), 3.Nyai Branjung(Sombro), 4.Joko Suro (Mpu Suro/Mpu Supo Nem(muda)).
(keluarga Pangeran Sedayu Empu Supo paman Saridin Syech Jangkung adalah pembuat senjata perang pamungkas pusaka andalan Sunan Kalijaga yang di gunakan selama periode konflik perang 1.era akhir Majapahit(keris sengkelat empu supo mengalahkan Keris Kyai Condong Campur milik MahaRaja Brawijaya V Majapahit),2.Demak(keris nagasasra Raden Fatah), 3.Kesultanan Pajang (keris kyai carubuk yang di gunakan Sultan pajang mas karebet Joko Tingkir untuk mengalahkan Keris Kyai Setan Kober saat perang tanding dengan utusan Adipati jipang panolan Arya Panangsang) ,4.hingga tombak Ki Plered/Kyai Plered "bukti otentik" adalah milik Sunan Kalijaga yang di gunakan Danang Sutawijaya . (Konon senjata pusaka buatan
keluarga mpu supo adalah yang menentukan transisi suksesi Wahyu keprabon kerajaan Jawa Nusantara di era akhir Majapahit tahun 1480 Masehi hingga awal Mataram tahun 1586 masehi).
Syeh Jangkung (Saridin) wafat tahun 1563 Tahun Saka Jawa tepatnya tanggal 15 Rajab atau Hari Minggu Pahing tanggal 20 Oktober 1641 masehi berselang waktu 4 tahun kemudian adik ipar Syekh Jangkung yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo Wafat di tahun 1645 Masehi.
Gelar
Asal Usul Nama Syeh Jangkung ialah untuk memudahkan dalam berucap kata Syarifuddin dalam logat jawa memang agak kesulitan, sehingga kata Syarifuddin berubah menjadi “Saridin”. Gelar “Syeh” bagi Saridin, beliau mendapatkannya dari negara Ngerum (Andalusia, saat itu sebagai pusat perawi Hadits dan pusat kerajaan Islam terbesar didunia). Adapun gelar “Syeh Jangkung” beliau dapat dari gurunya dan juga kakeknya yaitu Raden Syahid Sunan Kalijaga. Karena Saridin ini selalu dijangkung oleh gurunya. Makna kata di jangkung menurut bahasa Indonesia dilindungi, diayomi, dipelihara, dididik, dan selalu dalam naungannya.
Keluarga
= Silsilah
=Silsilah Syekh Syarifuddin ( Syekh Jangkung ) menurut Naskah Pustoko Darah Agung adalah sebagai berikut :
Abdul Muthalib (Adipati Mekah)
Sayyid Abbas bin Abdul-Muththalib
Abdullah bin Abbas berputra Sayyid Abdul Azhar / Abdullah Al Akbar / Syekh Abdul 'Wahid' Qurnayn Al baghdadi
Syaikh Wais/Waqid Arumni
Syaikh Mudzakir Arumni
Syaikh Abdullah
Syaikh Kharmia/kharmis (Kurames)
Syaikh Mubarak
Syaikh Abdullah
Syaikh Ma'ruf / Madhra'uf
Syaikh Arifin
Syaikh Hasanuddin
Syaikh Jamal
Syaikh Ahmad
Syaikh Abdullah
Syaikh Abbas
Syaikh Abdullah
Syaikh Kurames / Khoromis (Ulama di Mekah)
Abdur Rahman / Kyai Lanang Baya / Arya Wiraraja / Mahapatih Raja Majapahit ke 1 Raden Wijaya/Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka (Ario Teja, Bupati Tuban)
Ario Teja I (Bupati Tuban)
Ario Teja Laku (Bupati Tuban)
Ario Teja II/ Raden Arya Tejakusuma (Bupati Tuban)
Raden Sahur Tumenggung Wilatikta/Raden Arya Malayakusuma (Bupati Tuban & Jepara )
Syekh Mas Said ( Sunan Kalijaga )
Syekh Umar Said ( Sunan Muria )
Syekh Syarifuddin ( Syekh Jangkung ).
Silsilah Gusti Raden Ayu Retno Jinoli menurut Naskah Pustoko Darah Agung Rangkainya sebagai berikut (1)Prabu Brawijaya/Bhre Kerthabumi (2)Raden Bondan Kejawan (3)Ki Getas Pandawa (4)Raden Bagus Songgom/Ki Ageng Sela (5)Raden Bagus Enis/Ki Ageng Enis (6)Raden Bagus Kacung/Ki Ageng Pamanahan (7)Raden Bagus "Srubut" Dananjaya/ Danang Sutawijaya (Panembahan Senopati) (8)Raden Mas Djolang (9)Gusti Raden Ayu Retno Jinoli.
dari jalur KI Panjawi sebagai berikut Silsilah Gusti Raden Ayu Retno Jinoli (1)Sunan Kalijaga (2)Raden Ayu Panengah / Nyai Ageng Ngerang III (3)Ki Panjawi Bupati Pati (4)Ratu Mas Waskita Jawi (5)Raden Mas Djolang (6)Gusti Raden Ayu Retno Jinoli.
= Daftar Putra-Putri
=Di Dalam Serat [Seh Jangkung Babad Landoh], Seh Jangkung Panembahan Landhoh Memiliki 4 anak di antaranya;
(1.) Raden Bagus Momok Landoh. (Raden Bagus Momok Landoh adalah Anak Syekh Jangkung dan Nyai Ageng Sarini Putri Pakeringan).
(2.) Raden Ayu Dyah Sunti (Raden Ayu Dyah Sunti adalah Anak Syekh Jangkung dan Raden Ayu retno Diluwih Putri Sultan Kesultanan Palembang).
(3.)Pangeran Tengah/Pangeran Tirtakusuma/Raden Mukmin Tirtakusuma/ Raden Bagus Momok Hasan Bashori Tirtakusuma(Bani Hasan Bashori Tirtakusuma - adalah Anak Syekh Jangkung dan Raden Ayu Pandan Arum Putri Sultan Kesultanan Cirebon) Memiliki Anak Raden Amir/ Pangeran Tirta Menggala Berputra Raden Rahmat / Pangeran Kertamenggala dan Raden Sahid, Pangeran Kertamenggala/Raden Rahmat Menikah dengan Raden Ayu Rara Kuning(Raden Ayu Pembayun) Putri Bupati Demak Adipati Tumenggung Padmanegara di Tahun 1725 Masehi, Berputra diantaranya Kyai Raden Kertowijoyo lahir 1750, Berputra Kyai Raden Soedipoero, Berputra Kyai Raden Soerodiwiryo, Berputra Raden Soemito Sastrowardoyo, Berputra Dokter Moewardi lahir 30 januari 1907.
(4.) Pangeran Landoh/Pangeran Dagan/Raden Kulub/Raden Bagus Momok Kulub Hasan Haji (Bani Raden Kulub Hasan Haji adalah anak Syekh Jangkung dan Nyai Ageng Bakirah binti Ki Ageng Prayaguna (Bakul Legen), Pangeran Dagan/Raden Kulub Menikah dengan Raden Ayu Putri Prajakusuma Memiliki Anak Raden Ishak/Pangeran Landoh Natakusuma/Pangeran Natakusuma Menikah dengan Raden Ayu Rara Sulbiyah Berputra Kyai Ageng Raden Sadad/ Kyai Ageng Masad (Raden Kidang Sembrana Landoh).
Putra Tertua Syekh Jangkung Raden Bagus Momok Landoh adalah anak Syekh Jangkung dan Nyai Ageng Sarini (Putri dari Pakeringan/kawisguwo/trah sunan giri) Makam sebelahnya Nyai Ageng Sombro / Nyai Ageng Miyana (Nyai Ageng Branjung) di Komplek Makam Kyai Ageng Raden Miyana /Kyai Ageng Raden Dharmoyono Surgi(Trah Sunan Giri) Makam Jati Kembar Landoh Kayen Kab.Pati., serta ada Dr.Moewardi adalah Pahlawan Nasional Kemerdekaan Indonesia yang gugur sebagai Pahlawan Kusuma bangsa yang masih keturunan langsung dari Syech Jangkung, Sunan Muria dan Sunan Kalijaga dari Raden Moekmin/Raden Tirtakusuma (Pangeran Tengah) putra syech jangkung dan Raden Ayu Pandanarum putri Kesultanan Cirebon Panembahan Ratu I Sultan Zainul Arifin garis silsilah ayah Dr.Moewardi Yaitu Mas Sastrowardojo/Raden Soemito Sastrowardojo.Syech Jangkung dan Raden Ayu Retno Jinoli Putri Sultan Mataram ke 2 Sultan Anyakrawati Raden Mas djolang dan Ratu Tulung Ayu, Syekh Jangkung dan istri Raden Ayu Retnodiluwih putri dari Kesultanan Palembang memiliki anak Raden ayu Dyah Sunti, Syekh Jangkung dan istri Nyai Ageng Bakirah (putri Ki Ageng Prayaguna) gebanganom Semawis Demak memiliki anak Raden Kulup (Pangeran Dagan ariningong), serta istri dari putri khatib tuban / Ki Ageng Miguruh,
Kemampuan
Saridin waktu kecilnya saat masih anak - anak menjadi santri di perguruan Sunan Kudus Kemampuannya di atas para santri yang merasa diri senior. tetapi juga Sunan Kudus merupakan paman Saridin dari (ibu "Sidin" panggilan kesayangan ibu syeh jangkung) dewi sujinah adalah adik Sunan Kudus. Sebagai murid baru dalam bidang agama, orang Miyono itu lebih pintar ketimbang para santri lain.
Belum lagi soal kemampuan dalam ilmu kasepuhan. Hal itu membuat dia harus menghadapi persoalan tersendiri di perguruan tersebut. Dan itulah dia tunjukkan ketika beradu argumentasi dengan sang guru soal air dan ikan.
Untuk menguji kewaskitaan Saridin, Sunan Kudus bertanya, “Apakah setiap air pasti ada ikannya?” Saridin dengan ringan menjawab, “Ada, Kanjeng Sunan Kudus.”
Mendengar jawaban itu, sang guru memerintah seorang murid memetik buah kelapa dari pohon di halaman. Buah kelapa itu dipecah. Ternyata kebenaran jawaban Saridin terbukti. Dalam buah kelapa itu memang ada sejumlah ikan. Karena itulah Sunan Kudus atau Djafar Sodiq sebagai guru tersenyum simpul.
Akan tetapi santri murid-murid lain yang iri dan tidak suka hal tersebut menganggap Saridin lancang dan pamer kepintaran. Karena itu lain hari, ketika bertugas mengisi bak mandi dan tempat wudu, para santri mengerjai dia. Para santri mempergunakan semua ember untuk mengambil air.
Saridin tidak enak hati. Karena ketika para santri yang mendapat giliran mengisi bak air, termasuk dia, sibuk bertugas, dia menganggur karena tak kebagian ember. Dia meminjam ember kepada seorang santri.
Namun apa jawab santri itu? ”Kalau mau bekerja, itu kan ada keranjang.” Dasar Saridin. Keranjang itu dia ambil untuk mengangkut air. Dalam waktu sekejap bak mandi dan tempat wudu itu penuh air. Santri lain pun hanya bengong.
Kerbau Landoh
Setelah diresmikan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo dan dengan disaksikan oleh para bupati dan abdi dalem Mataram, namany a berubah menjadi "Panembahan Landoh". Syekh Jangkung Saridin membuka perguruan dengan nama "Panembahan Landoh ""Sigit Kalimosodo" di Miyono dan memiliki 25 Desa di (Distrik Landoh-Tayu) daerah pati yang dalam waktu relatif singkat tersebar luas sampai di Kudus dan sekitarnya. Kendati demikian, Saridin bersama anak lelakinya,Raden Bagus Momok Landoh/Raden Saretno, Raden Kulup (Pangeran Dagan), Raden Tirtokusumo(pangeran Tengah) beserta murid-muridnya, tetap bercocok tanam.
Sebagai tenaga bantu untuk membajak sawah,Raden Bagus Momok Landoh/Raden Saretno minta dibelikan seekor kerbau milik seorang warga Dukuh Landoh. Meski kerbau itu boleh dibilang tidak lagi muda umurnya, tenaganya sangat diperlukan sehingga hampir tak pernah berhenti dipekerjakan di sawah.
Mungkin karena terlalu diforsir tenaganya, suatu hari kerbau itu jatuh tersungkur dan orang-orang yang melihatnya menganggap hewan piaraan itu sudah mati. Namun saat dirawat Saridin, kerbau itu bugar kembali seperti sedia kala.
Membagi
Dalam peristiwa tersebut, masalah bangkit dan tegarnya kembali kerbau Landoh yang sudah mati itu konon karena Saridin telah memberikan sebagian umurnya kepada binatang tersebut. Dengan demikian, bila suatu saat Saridin yang bergelar Syeh Jangkung meninggal, kerbau itu juga mati.
Hingga usia Saridin uzur, kerbau itu masih tetap kuat untuk membajak di sawah.
Dan saat kerbau tersebut harus disembelih. Yang aneh, meski sudah dapat dirobohkan dan pisau tajam digunakan menggorok lehernya, ternyata tidak mempan.
Bahkan, kerbau itu bisa kembali berdiri. Kejadian aneh itu membuat Raden Bagus Momok Landoh memberikan senjata peninggalan Branjung. Dengan senjata itu, leher kerbau itu bisa dipotong, kemudian dagingnya diberikan kepada para pelayat.
kerbau Landoh yang telah disembelih saat Syeh Jangkung meninggal. Lulang (kulit) binatang itu dibagi-bagikan pula kepada warga. Entah siapa yang mulai meyakini, kulit kerbau itu tidak dimasak tapi disimpan sebagai piandel.
Barangsiapa memiliki lulang kerbau Landoh, konon orang tersebut tidak mempan dibacok senjata tajam. Jika kulit kerbau itu masih lengkap dengan bulunya. Keyakinan itu barangkali timbul bermula ketika kerbau Landoh disembelih, ternyata tidak bisa putus lehernya.
Pemakaman
Syeh Jangkung wafat pada tanggal 14 - 15 Rojab 1563 Tahun Saka Jawa atau 19 - 20 Oktober 1641.
Hingga kini masyarakat di sekitar makam syekh jangkung di landoh Kayen, pati memperingati haul syekh jangkung pada tanggal 14 - 15 rojab.
Di sekitar makam syekh jangkung juga terdapat makam istri Syekh Jangkung yaitu Nyai Ageng Bakirah Ibunda Raden Kulub (Pangeran Dagan Ariningong)(Putri Ki Prayoguna Bakul Legen), R.A.Retno jinoli, dan R.A.Pandanarum.
Serta 500 meter di sebelah utara dari lokasi makam Syekh Jangkung terdapat Makam Anak laki laki Syekh Jangkung yaitu Raden Bagus Momok Landoh (Sigit Gus Momok Landoh).
Referensi
= Kutipan
== Data Otentik
=[|Daftar Para Panembahan di zaman Mataram (Panembahan Landhoh ing pati :Japara ,halaman 2:1149 dan 2:1151 di serat Bauwarna Padmasusatra #205 jilid 2/4))]
[|Serat Seh Jangkung(babad landoh) Raden Mas Ngabehi sumaatmaka 1931 jabatan Kamantrèn Andesraya Mantri,Radya pustaka kraton, Pakubuwana IX-X], [|cetakkan asli "Serat Seh Jangkung "bahasa jawa" sêtatsêblad/lembar negara Tahun 1912 masehi No. 600 ] ,
Serat Pangiwa panengen Keraton
Silsilah leluhur pati juwana R Ngabehi Tjokrohadiwikromo jilid 1
Pustaka darah agung (raden Darmowasito 1937)
[| Kitab Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait oleh Sayyid Abdurrohman bin Muhammad al-Masyhur]
https://www.sastra.org/
Kata Kunci Pencarian:
- Syech Jangkung
- Sunan Muria
- Sunan Kalijaga
- Sunan Kudus
- Ngeluk, Penawangan, Grobogan
- Kembangan, Bonang, Demak
- Jawa Tengah
- Moewardi
- Brigadir Jenderal