Timor Raya (bahasa Portugis: Grande
Timor; bahasa Belanda: Groot-
Timor) mengacu pada konsep irredentisme tentang pulau
Timor yang bersatu dan merdeka, yang saat ini terbagi antara negara merdeka
Timor Leste dan wilayah
Timor Barat di Indonesia. Konsep menyatukan pulau ini telah dimunculkan sejak pertengahan abad ke-20.
Sejarah
Secara historis, gagasan menyatukan Pulau
Timor telah diungkapkan oleh beberapa kelompok masyarakat
Timor. Titik rujukan paling awal adalah Kerajaan Wehali pra-kolonial, yang pusatnya berada di
Timor Barat saat ini, namun kelompok yang berkuasa adalah suku Belu yang berbahasa Tetun dan terkait dengan penduduk
Timor Timur.
Selama pendudukan Jepang di pulau tersebut (1942–1945), ada beberapa upaya Jepang dan
Timor untuk menyatukan
Timor Barat dan
Timor Timur melalui perjodohan antara penguasa tradisional
Timor Belanda dan
Timor Portugis. Khususnya, Tōru Maeda (seorang agen intelijen Jepang, kemudian menjadi penyair, yang bertugas di Viqueque dan Atambua) berperan penting dalam perjodohan antara keluarga Don. Joaquim da Costa dari Ossu dan klan Nai-Buti di Atambua.
Pada tahun 1974–1975, APODETI, sebuah partai
Timor Timur menyatakan keinginannya untuk mengintegrasikan
Timor Timur dan
Timor Barat melalui integrasi ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gagasan ini tercermin dalam Deklarasi Balibo versi asli dalam bahasa Portugis di mana para penandatangan menyesali pemisahan dengan "rakyat Indonesia di
Timor" melalui demarkasi perbatasan kolonial.
Timor Timur diserang dan diduduki oleh Indonesia pada tahun 1975, serta menganeksasi wilayah tersebut sebagai "Provinsi ke-27" pada tahun 1976, namun pada referendum yang dilaksanakan pada tahun 1999, rakyat
Timor Timur memilih untuk mengakhiri pendudukan Indonesia dan menjadi negara merdeka. Hal ini menimbulkan kemarahan yang meluas di kalangan nasionalis Indonesia, khususnya di kalangan militer.
Pada tahun 2001 dan 2002, sebelum kemerdekaan
Timor Timur, terdapat klaim dari militer Indonesia dan beberapa berpendapat, hal ini dikhawatirkan akan menginspirasi pemisahan
Timor Barat dari Indonesia.
Gerakan kemerdekaan FRETILIN tidak pernah mengklaim
Timor Barat kapanpun, sebelum invasi Indonesia atau setelahnya. Setelah pemulihan kemerdekaan pada tahun 2001, pemerintah
Timor Leste mengakui sepenuhnya batas-batas wilayah Indonesia yang ada sebagai warisan dari Hindia Belanda.
Lihat juga
Timor Timur
Timor Barat
Sejarah
Timor Timur
Sejarah
Timor Barat
Separatisme di Indonesia
Referensi
Pranala luar
The Jakarta Post: February 26, 2005 (ETAN selected articles)