Tjong A
Fie (Hanzi: 張阿輝, 1860–1921) adalah seorang pengusaha, bankir dan kapitan yang berasal dari Tiongkok dan sukses membangun bisnis besar dalam bidang perkebunan di Sumatra, Indonesia.
Tjong A
Fie membangun bisnis besar yang memiliki lebih dari 10.000 orang karyawan. Karena kesuksesannya tersebut,
Tjong A
Fie dekat dengan para kaum terpandang di Medan, di antaranya Sultan Deli, Ma'moen Al Rasyid serta pejabat-pejabat kolonial Belanda. Pada tahun 1911,
Tjong A
Fie diangkat sebagai "Kapitan Tionghoa" (Majoor der Chineezen) untuk memimpin komunitas Tionghoa di Medan, menggantikan kakaknya,
Tjong Yong Hian. Sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa,
Tjong A
Fie sangat dihormati dan disegani, karena ia menguasai bidang ekonomi dan politik. Kerajaan bisnisnya meliputi perkebunan, pabrik minyak kelapa sawit, pabrik gula, bank, dan perusahaan kereta api.
Kehidupan awal
Tjong A
Fie dilahirkan dengan nama
Tjong Fung Nam (Aksara Tionghoa: 张鸿南) dari keturunan orang Hakka di Sungkow, Meixian, Guangdong, (Tiongkok) pada tahun 1860.
Kemudian juga mendapat nama
Tjong Yiauw Hian (aksara Tionghoa sederhana: 张耀轩; klasik: 張耀軒; pinyin: Zhang Yaoxuan), dan akhirnya lebih dikenal dengan nama
Tjong A
Fie (張阿輝).
Ia berasal dari keluarga yang sederhana. Bersama kakaknya
Tjong Yong Hian (1850-1911),
Tjong A
Fie meninggalkan bangku sekolah dan membantu menjaga toko ayahnya. Walaupun hanya mendapatkan pendidikan seadanya, tetapi
Tjong A
Fie sangat cerdas dan menguasai cara-cara berdagang sehingga usaha keluarganya cukup sukses.
Tjong A
Fie memutuskan untuk merantau ke Hindia Belanda (Indonesia) untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Pada tahun 1875
Tjong A
Fie pergi ke Medan (Sumatera Utara) untuk mengadu nasib. Saat itu ia baru berusia 18 tahun. Dengan berbekal sedikit uang, ia menyusul kakaknya,
Tjong Yong Hian, yang sudah terlebih dahulu datang ke Medan dan tinggal selama 5 tahun. Pada saat itu kakaknya sudah menjadi kapitan (pemimpin) Tionghoa di Medan.
Tjong A
Fie bekerja di toko milik teman kakaknya yang bernama
Tjong Sui Fo. Di toko tersebut,
Tjong bekerja dari memegang buku, melayani pelanggan, menagih utang serta tugas-tugas lainnya. Ia dikenal pandai bergaul, tidak hanya dengan orang Tionghoa, namun juga dengan warga Melayu, Arab, India, dan orang Belanda. Ia mulai belajar berbicara dengan bahasa Melayu yang menjadi bahasa perantara masyarakat di tanah Deli.
Tjong A
Fie tumbuh menjadi sosok yang tangguh, menjauhi candu, judi, mabuk-mabukan, dan pelacuran. Ia menjadi teladan dan menampilkan watak kepemimpinan yang sangat menonjol. Ia sering menjadi penengah jika terjadi cekcok antara orang Tionghoa dengan etnis lain. Di daerah perkebunan milik Belanda sering terjadi keributan di kalangan buruh yang menimbulkan kekacauan dan karena kemampuannya,
Tjong A
Fie sering diminta Belanda untuk membantu mengatasi masalah-masalah tersebut. Ia lalu diangkat menjadi Letnan Tionghoa dan pindah ke kota Medan. Karena prestasinya yang luar biasa, dalam waktu singkat
Tjong A
Fie naik pangkat menjadi Kapitan pada tahun 1911, untuk menggantikan kakaknya yang telah wafat. Dengan rekomendasi Sultan Deli,
Tjong A
Fie menjadi anggota gemeenteraad (dewan kota) dan cultuurraad (dewan kebudayaan) selain menjabat sebagai penasihat pemerintah Hindia Belanda untuk urusan Tiongkok.
Keluarga
Ketika masih berada di Changnam,Tiongkok,
Tjong A
Fie telah menikahi seorang gadis yang bermarga Lie. Saat tiba di Deli ia menikah dengan Nona Chew dari Penang dan memilki tiga orang anak, yakni
Tjong Kong Liong,
Tjong Song-Jin, dan
Tjong Kwei-Jin. Namun istri keduanya meninggal dunia. Untuk ketiga kalinya ia menikah dengan Lim Koei Yap dari Timbang Langkat, Binjai, putri seorang mandor perkebunan tembakau di Sungai Mencirim Lim Sam-Hap. Bersama Lim Koei Yap,
Tjong A
Fie memiliki tujuh orang anak, yakni
Tjong Foek-Yin (Queeny),
Tjong Fa-Liong,
Tjong Khian-Liong,
Tjong Kaet Liong (Munchung),
Tjong Lie Liong (Kocik),
Tjong See Yin (Noni), dan
Tjong Tsoeng-Liong (Adek).
Membangun usaha
Di tanah Deli,
Tjong A
Fie menjalin hubungan baik dengan Sultan Deli, Ma'moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah dan Tuanku Raja Muda sehingga membuka jalan baginya untuk menjalankan usaha. Sultan memberinya konsesi penyediaan atap daun nipah untuk keperluan perkebunan tembakau untuk pembuatan bangsal.
Tjong A
Fie dikenal menjadi orang Tionghoa pertama yang memiliki perkebunan yang sangat luas. Ia mengembangkan usaha perkebunan tembakau di Deli, teh di daerah Bandar Baru, dan Si Bulan, serta perkebunan kelapa. Di Sumatera Barat, ia menanamkan modalnya di bidang pertambangan di Sawah Lunto, Bukit Tinggi. Perkebunan yang dimilikinya mempekerjakan lebih dari 10.000 orang tenaga kerja dan luas kebunnya mengalahkan luas perkebunan milik Deli Maatschappij yang dirintis oleh Jacobus Nienhuys. Bahkan, ketika itu pemerintah Belanda memberikan 17 kebun kepadanya untuk dikelola.
Bersama kakaknya
Tjong Yong Hian,
Tjong A
Fie bekerja sama dengan Chang Pi Shih, paman sekaligus konsul Tiongkok di Singapura mendirikan perusahaan kereta api The Chow-Chow & Swatow Railyway Co.Ltd. di Tiongkok Selatan. Karena jasanya tersebut mereka berkesempatan bertemu muka dengan Ibu Suri Cixi di Beijing.
Dalam menjalankan bisnisnya,
Tjong A
Fie selalu mengamalkan 3 hal yakni, jujur, setia dan bersatu. Ia selau berprinsip "di mana langit dijunjung di situ bumi dipijak". Ia pun membagikan lima persen keuntungannya kepada para pekerjanya.
Akhir hayat dan wasiat
Tjong A
Fie tutup usia pada tanggal 4 Februari 1921 karena menderita apopleksia atau pendarahan otak. Seluruh masyarakat kota Medan turut berduka, ribuan orang pelayat datang dari kota Medan dan Sumatra Timur, Aceh, Padang, Penang, Malaya, Singapura, dan Pulau Jawa. Prosesi Pemakaman
Tjong A
Fie berlangsung dengan megah sesuai dengan tradisi dan jabatannya.
Empat bulan sebelum menghembuskan napas terakhir,
Tjong A
Fie mewasiatkan seluruh kekayaannya di Sumatra maupun di luar Sumatra kepada Yayasan Toen Moek Tong yang harus didirikan di Medan dan Sungkow pada saat ia meninggal dunia. Ia menuliskan permintaanya agar yayasan tersebut memberikan bantuan keuangan kepada pemuda berbakat dan berkelakuan baik dan ingin menyelesaikan pendidikannya, tanpa membedakan kebangsaan.
Tjong juga berpesan agar yayasan membantu mereka yang tidak mampu bekerja dengan baik karena cacat serta membantu para korban bencana alam tanpa memandang kebangsaan atau etnis.
Jasa
Tjong A
Fie dikenal sangat berjasa dalam membangun kota Medan yang pada saat itu dinamakan Deli Tua, terutama kawasan permukiman etnis Tionghoa (Kampung Tionghoa). Beberapa jasanya dalam usaha mengembangkan Kota Medan adalah menyumbangkan menara lonceng untuk Gedung Balai Kota Medan yang lama, pembangunan Istana Maimoon, Gereja Uskup Agung Sugiopranoto, Kuil Buddha di Brayan, Kuil Hindu untuk warga India, Batavia Bank, Deli Bank, Jembatan Kebajikan di Jalan Zainul Arifin serta mendirikan rumah sakit Tionghoa pertama di Medan bernama Tjie On Jie Jan. Ia dikenal pula sebagai pelopor industri perkebunan dan transportasi kereta api pertama di Sumatera Utara, yakni Deli Spoorweg Maatschappij (DSM), yang menghubungkan kota Medan dengan pelabuhan Belawan.
Tjong A
Fie dikenal dermawan dan sangat dekat dengan masyarakat pribumi dan Tionghoa Kota Medan sehingga ia disenangi orang-orang. Sebagai dermawan, ia banyak menyumbang untuk warga yang kurang mampu. Ia sangat menghormati warga muslim, bahkan berperan serta dalam mendirikan tempat ibadah yakni Masjid Raya Al-Mashum dan Masjid Gang Bengkok serta ikut merayakan hari-hari besar keagamaan bersama mereka. Nama
Tjong A
Fie pernah akan dijadikan sebagai nama sebuah jalan di Kota Medan, tapi dibatalkan dan jalan itu menjadi Jalan K.H. Ahmad Dahlan. Karena sifatnya yang dermawan dan toleran tanpa membeda-bedakan bangsa, ras, agama dan asal usul,
Tjong A
Fie senantiasa dikenang oleh warga Medan dan sekitarnya.
Rumah
Bangunan kediaman
Tjong A
Fie berada di Jalan Ahmad Yani, Kesawan, Medan, yang didirikan pada tahun 1900, saat ini dijadikan sebagai
Tjong A
Fie Memorial Institute dan dikenal juga dengan nama Rumah
Tjong A
Fie. Rumah ini dibuka untuk umum pada 18 Juni 2009 untuk memperingati ulang tahun
Tjong A
Fie yang ke-150.
Rumah ini merupakan bangunan yang didesain dengan gaya arsitektur Tionghoa, Eropa, Melayu dan art-deco dan menjadi objek wisata bersejarah di Medan. Di rumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah kehidupan
Tjong A
Fie lewat foto-foto, lukisan serta perabotan rumah yang digunakan oleh keluarganya serta mempelajari budaya Melayu-Tionghoa.
Referensi
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1099/browse?type=author&value=Pin%2C+Pin
Pranala luar
(Indonesia)Wisata Rumah
Tjong A
Fie, Medan
(Inggris)
Tjong A
Fie Mansion, Medan