Wanita dan Satria adalah sebuah film drama 1941 dari Hindia Belanda (sekarang Indonesia) yang telah hilang. Film ini disutradarai oleh Rd Ariffien
dan diproduksi oleh Ang Hock Liem untuk Union Film. Dibintangi Djoewariah, Ratna Djoewita, Hidajat, Z. Algadrie,
dan Moesa, film ini menceritakan seorang Don Juan bernama Sudrajat yang menyalahgunakan statusnya untuk mendapatkan kepercayaan perempuan, sebelum akhirnya mendapatkan pembalasan. Ulasan tentang film ini sebagian besar positif, dengan satu menggambarkan film ini sebagai salah satu yang tidak boleh dilewatkan.
Cerita
Sudrajat adalah seseorang yang memanipulasi kedudukannya untuk merayu
Wanita dan menjadi pewaris pamannya yang kaya, meskipun pamannya memiliki seorang putra, Soelarsa yang ramah
dan mulia. Sang Paman kecewa dengan Soelarsa
dan menganggap Sudrajat pria yang lebih baik. Menjadi dianggap berkelas tinggi, dia tidak mau bergaul lagi dengan orang-orang dari kelas bawah. Akhirnya Sudrajat jatuh cinta dengan seorang
Wanita muda yang cantik, Koestijah,
dan memanipulasi ayah Koestijah untuk bisa menikahinya setelah dia menolak rayuannya. Sementara itu, Soelarsa saat mengemudikan truk melewati desa Koestijah, menyelamatkan hidupnya, keduanya pun jatuh cinta pada pandangan pertama. Dengan memanipulasi ayah Koestijah, Sudrajat mengatur agar Koestijah menikah dengannya.
Namun saat pernikahan, kebenaran sesungguhnya tentang Sudrajat yang licik terungkap. Salah satu mantan gadis yang berhasil dirayunya, Tarmini, berdiri
dan memberitahu kerumunan yang hadir, termasuk Soelarsa, tentang sifat sejati pengantin pria tersebut. Dalam amarah, Sudrajat mengambil revolver
dan menembak Tarmini. Dengan napas sekarat, Tarmini membuat satu pengakuan terakhir. Ayahnya kemudian membalas dendam pada Sudrajat.
Produksi
Wanita dan Satria diproduksi oleh Ang Hock Liem untuk Union Film. Film ini disutradarai oleh Rd Ariffien, mantan pemimpin teater
dan wartawan nasionalis yang telah membuat debutnya sebagai sutradara tahun sebelumnya dengan Harta Berdarah. Cerita film ini ditulis oleh Saeroen, mantan wartawan dengan beberapa reputasi penulisan naskah untuk Union.
Film hitam-putih ini dibintangi Djoewariah, Ratna Djoewita, Hidajat, Z. Algadrie,
dan Moesa. Moesa adalah yang paling berpengalaman dari mereka, karena telah memasuki dunia film yang pada tahun 1938 dengan Fatima oleh Tan's Film
dan telah bekerja dengan Union sejak tahun 1940. Djoewariah telah digaji Union sejak Bajar dengan Djiwa pada tahun 1940, sementara Ratna Djoewita
dan Hidajat tidak muncul dalam film-film sebelum 1941.
Penayangan dan penerimaan
Wanita dan Satria dirilis pada tahun 1941, mencapai Bandung pada bulan Agustus
dan Surabaya pada bulan September. Film ini terbuka untuk segala usia. Sebuah versi novelisasi diterbitkan kemudian pada tahun 1941 oleh Kolff-Buning yang berbasis di Yogyakarta. Sebagai bagian dari gerakan yang berkembang untuk menarik intelektual Indonesia, staf pemasaran menekankan latar belakang terhormat (non-teater) aktor; kaum intelektual memiliki sedikit rasa hormat untuk teater tradisional
dan pemainnya.
Sebuah ulasan di Soerabaijasch Handelsblad yang berbasis di Surabaya menulis bahwa film ini "memberikan gambaran yang jelas tentang posisi genting perempuan Indonesia
dan memotivasi keinginan untuk sebuah garis tegas tentang hak-haknya dalam masyarakat Muslim." Ulasan lain di koran yang sama menulis bahwa film ini "menawan dari awal sampai akhir", satu film yang "penonton film Surabaya tentu tidak boleh melewatkan".
Warisan
Setelah
Wanita dan Satria, Union menghasilkan tiga buah film lagi; tidak satu pun yang disutradarai oleh Rd. Ariffien, yang telah meninggalkan perusahaan tersebut. Saeroen juga meninggalkan Union segera setelahnya, bergabung dengan Star Films. Djoewariah terus berakting sampai tahun 1950, ketika dia bermigrasi ke teater setelah menerima serangkaian peran yang semakin kecil. Baik Ratna Djoewita maupun Hidajat tidak muncul lagi dalam film setelah tahun 1941.
Film ini mungkin telah hilang. Antropolog visual Amerika Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia dari era sebelum 1950 telah hilang. Namun, Katalog Film Indonesia JB Kristanto mencatat beberapa telah selamat di arsip Sinematek Indonesia,
dan Biran menulis bahwa beberapa film propaganda Jepang bertahan di arsip Rijksvoorlichtingsdienst (RVD, Layanan Informasi Pemerintahan Belanda).
Catatan kaki
Referensi
Referensi