Seorang
Warga sipil adalah berkenaan dengan penduduk, Masyarakat atau rakyat (bukan militer). Bedasarkan Konvensi Jenewa IV, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk
sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif, dalam segala keadaan, penduduk
sipil atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya.
seseorang yang bukan merupakan anggota militer atau dari angkatan bersenjata. Menurut Konvensi Jenewa Keempat, merupakan sebuah kejahatan perang untuk menyerang seorang
Warga sipil yang tidak sedang melakukan penyerangan secara sengaja atau menghancurkan atau mengambil kepemilikan milik seorang
Warga sipil secara tidak perlu.
Meskipun begitu, barang milik seorang
Warga sipil boleh dihancurkan jika ada tujuan militer; barang milik seorang
Warga boleh disita untuk keperluan militer; dan kerusakan secara tidak sengaja merupakan sesuatu yang dapat diterima dalam suatu perang.
Dalam praktiknya, siapa yang boleh disebut sebagai pihak pejuang dan non-pejuang kadang menjadi persoalan yang rumit, terutamanya dalam perang gerilya di mana para pejuang gerilya menerima dukungan penduduk lokal. Kadang menjadi perdebatan bahwa perbedaan antara
Warga sipil dan militer dan ketidak senangan terhadap penyerangan terhadap
Warga sipil merupakan refleksi dari sikap Barat terhadap perang; bagi komunitas lainnya hal ini bukan merupakan suatu masalah, malah mereka menganggap strategi perang pihak Barat seperti pengeboman strategis sebagai hal yang tidak disenangi.
Di luar hal itu, ada 188 negara yang mengikuti Konvensi Jenewa (per 31 Desember 1996) termasuk negara-negara non-Barat yang telah terlibat konflik sejak 12 Agustus 1946, hari ditetapkannya Konvensi tersebut, misalnya Afganistan, Kamboja, Tiongkok, Kongo, India, Iran, Irak, Yordania, kedua-dua negara Korea, Kuwait, Laos, Rwanda, Suriah dan Vietnam.
Lihat pula
Hukum perang
Perang
sipil
Referensi